Apakah bisnis Anda merasa bingung menghadapi stok barang yang tak kunjung terjual dan terus menumpuk di gudang? Fenomena ini, yang dikenal sebagai dead stock, adalah masalah umum yang sering dihadapi para pelaku bisnis.
Biasanya, stok mati disebabkan oleh perencanaan persediaan yang kurang tepat atau perubahan tren pasar. Produk yang tak terjual ini memenuhi ruang penyimpanan dan biaya operasional, menghambat arus kas, serta merugikan profitabilitas bisnis Anda.
Dengan adanya dead stock yang tersimpan di gudang, perusahaan akan menghabiskan lebih banyak biaya untuk ruang penyimpanan. Selain itu, arus keuangan perusahaan bisa terhambat sehingga dapat berdampak ke profitabilitas bisnis Anda jika tidak segera ditangani.
Dalam artikel ini, kami akan membahas arti dead stock, faktor-faktor penyebabnya, dampak negatif yang mungkin muncul, serta strategi yang dapat Anda terapkan untuk mengelola dan mengurangi stok mati di gudang.

- Dead stock adalah produk yang tidak terjual dalam waktu lama, menumpuk di gudang, menghabiskan ruang, dan meningkatkan biaya operasional perusahaan.
- Stok mati dapat menyebabkan kerugian finansial, menghambat pertumbuhan bisnis, mengurangi ruang gudang yang tersedia, dan berdampak negatif pada reputasi perusahaan.
- Menghindari dead stock dapat dilakukan dengan memonitor pergerakan barang, memastikan ketersediaan stok di semua kanal, menjalankan promosi, dan menggunakan software inventory.
- Software inventory terbaik ScaleOcean dapat membantu mencegah dan mengatasi dead stock dengan memantau pergerakan barang real time, analisa permintaan, dan perencanaan persediaan.

1. Apa itu Dead Stock?
Dead stock adalah persediaan barang yang tidak lagi memiliki permintaan di pasar atau tidak laku terjual dalam jangka panjang, sehingga menimbulkan beban finansial bagi perusahaan. Kondisi ini terjadi karena berbagai faktor, seperti produk yang kedaluwarsa, model usang, tren pasar yang berubah cepat.
Selain itu, dead stock tidak hanya mengurangi ruang penyimpanan, tetapi juga menurunkan efisiensi manajemen persediaan. Oleh karena itu, perusahaan perlu memperhatikan pola pembelian dan distribusi barang. Dengan demikian, stok dapat dikelola lebih seimbang antara pasokan dan kebutuhan pelanggan.
Untuk meminimalisasi dead stock, bisnis biasanya menerapkan analisis permintaan yang lebih akurat, diskon penjualan, atau bundling produk. Strategi tersebut membantu mempercepat perputaran barang yang menumpuk. Pada akhirnya, manajemen stok yang terkontrol mampu menjaga kesehatan keuangan perusahaan secara konsisten.
Baca juga: Kenali Apa saja Tugas Checker Gudang serta Gajinya
2. Penyebab Dead Stock
Faktor penyebab dead stock meliputi kesalahan dalam meramalkan permintaan, persediaan berlebih, perubahan tren pasar, produk rusak atau kedaluwarsa, kualitas yang rendah, serta lemahnya pengelolaan inventaris.
Hal ini membuat barang menumpuk di gudang, sulit terjual, dan kehilangan potensi pasar. Untuk lebih detail, berikut adalah penyebab terjadinya dead stock:
a. Kesalahan Peramalan Pasar
Perusahaan sering memproduksi barang berlebih atau keliru membaca tren permintaan konsumen. Akibatnya, stok menumpuk karena produk tidak terjual sesuai ekspektasi. Ketepatan dalam analisis pasar sangat krusial, sehingga evaluasi data penjualan historis dan tren terkini perlu dilakukan.
Selain itu, perusahaan juga perlu memantau stock level secara berkala agar jumlah persediaan selalu sesuai kebutuhan pasar. Dengan begitu, potensi kesalahan peramalan dapat diminimalkan, sementara pengelolaan inventaris menjadi lebih efisien dan selaras dengan permintaan aktual pelanggan.
b. Produk Usang atau Kedaluwarsa
Beberapa produk kehilangan nilai karena melewati masa berlaku, misalnya makanan, obat-obatan, atau barang musiman. Hal ini membuatnya tidak layak dipasarkan kembali. Untuk mengantisipasi, manajemen inventaris harus disiplin memantau siklus hidup barang dan memperhatikan tanggal kedaluwarsa.
Sebagai tambahan, perusahaan juga perlu menetapkan langkah penanganan barang expired agar risiko kerugian bisa ditekan. Misalnya, dengan pemusnahan sesuai regulasi atau mendistribusikannya untuk program sosial, sehingga stok yang tidak layak jual tetap dikelola secara bertanggung jawab.
c. Model yang Tidak Lagi Relevan
Dead stok juga bisa menyebabkan produk bisa kehilangan daya tarik ketika tidak sesuai dengan tren terbaru atau selera konsumen. Contohnya, pakaian musim dingin menjadi tidak relevan setelah musim berakhir. Oleh sebab itu, penyesuaian stok berdasarkan pola konsumsi dan tren pasar menjadi langkah strategis bagi perusahaan.
d. Penumpukan Stok Berlebih
Persediaan barang berlebih sering muncul karena produksi melebihi kebutuhan aktual pasar. Tanpa perencanaan permintaan yang akurat, gudang dipenuhi barang yang sulit terjual. Oleh karena itu, manajemen rantai pasok perlu menyeimbangkan kapasitas produksi dengan permintaan konsumen.
e. Barang Rusak atau Cacat
Produk yang mengalami kerusakan fisik tidak dapat dipasarkan dan akhirnya menumpuk di gudang. Masalah ini biasanya terjadi karena kesalahan dalam penyimpanan, pengiriman, atau proses produksi. Maka dari itu, penerapan standar kualitas yang ketat sangat diperlukan untuk meminimalkan kerugian.
Selain itu, perusahaan juga perlu menerapkan pengelolaan inventory control untuk memastikan setiap tahap distribusi berjalan lebih terpantau. Dengan pengawasan ini, potensi kerusakan dapat ditekan, sementara proses penyimpanan hingga pengiriman berlangsung lebih efisien dan sesuai standar yang ditetapkan.
f. Penurunan Minat Pembelian
Penurunan minat konsumen terhadap produk tertentu berdampak terhadap stok mati. Tren pasar yang berubah atau produk yang sudah tidak relevan menyebabkan barang-barang tersebut tidak laku. Oleh karena itu, lakukan evaluasi produk secara berkala agar inventaris barang dapat disesuaikan dengan tren dan kebutuhan pasar.
g. Manajemen Inventaris yang Kurang Efektif
Manajemen inventaris yang kurang optimal berpotensi besar menciptakan dead stock. Proses inventaris yang tidak terstruktur atau tidak terpantau baik menyebabkan penumpukan barang di gudang. Untuk mencegah hal tersebut terjadi secara berulang, perusahaan dapat menggunakan software manajemen inventaris yang mempermudah proses audit dan pengelolaan inventaris.
h. Rendahnya Kualitas Barang
Barang dengan kualitas yang buruk cenderung sulit terjual karena tidak memenuhi ekspektasi pelanggan. Produk cacat atau yang kurang memenuhi standar dapat menurunkan minat beli dan menyebabkan barang tersebut menumpuk di gudang.
Untuk memahami masalah ini, penting mengetahui arti inventory aging, yaitu analisis usia persediaan yang membantu perusahaan mengidentifikasi barang yang bergerak lambat atau menumpuk sehingga dapat segera diambil tindakan.
i. Manajemen Rantai Pasokan yang Buruk
Ketidakefisienan dalam rantai pasokan, seperti keterlambatan pengiriman atau koordinasi buruk antara pemasok dan perusahaan, dapat menyebabkan stok menumpuk secara tidak merata. Kurangnya sinkronisasi antara permintaan pasar dan pasokan mengakibatkan produk lama sulit terjual.
j. Penerapan Sistem WMS yang tidak Optimal
Penggunaan sistem warehouse management system (WMS) yang kurang efektif dapat menghambat pengelolaan stok yang akurat. Sistem yang tidak terintegrasi atau tidak diperbarui secara real-time berpotensi menyebabkan kesalahan data stok, sehingga produk tidak terpantau dengan baik dan akhirnya menumpuk sebagai stok mati.

3. Dampak Dead Stock
Tidak hanya berdampak pada operasional, dead stock juga sangat berpengaruh terhadap keuangan dan reputasi bisnis. Penumpukan barang yang tidak terjual bisa mengakibatkan berbagai risiko yang merugikan perusahaan seperti dampak-dampak berikut ini.
a. Kerugian Finansial
Stok mati dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan karena modal yang tertanam pada barang yang tidak terjual tidak bisa segera dikembalikan. Selain itu, biaya penyimpanan dan perawatan stok juga akan meningkat. Jika dibiarkan, kerugian ini dapat membebani arus kas dan mengurangi profitabilitas perusahaan secara keseluruhan.
Salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mengelola risiko ini adalah stock out cost, yang membantu perusahaan mengukur dampak finansial dari kehabisan stok dan mengambil langkah preventif untuk menghindarinya.
b. Pertumbuhan Bisnis Terhambat
Lalu, dead stock juga menghambat pertumbuhan bisnis karena modal yang seharusnya bisa digunakan untuk investasi baru terbuang untuk menangani stok yang tidak bergerak. Hal ini membatasi peluang bisnis untuk mengembangkan produk atau layanan baru, menghambat inovasi, dan memperlambat ekspansi usaha.
c. Ruang Penyimpanan Berkurang
Setelah itu, ruang kosong pada gudang penyimpanan barang berkurang akibat adanya penumpukan barang yang tidak terjual. Dengan berkurangnya kapasitas gudang, bisnis akan menghadapi kendala logistik dalam menyimpan dan mengatur barang secara efisien. Hal ini dapat menambah biaya pengelolaan gudang dan memperlambat proses distribusi.
d. Menurunkan Efisiensi Operasional
Stok mati dapat menyebabkan penurunan efisiensi operasional karena barang yang menumpuk memakan ruang penyimpanan yang seharusnya bisa digunakan untuk produk yang bergerak lebih cepat. Selain itu, proses pencarian dan pengelolaan stok menjadi lebih rumit dan memakan waktu, sehingga menghambat kelancaran aktivitas gudang dan distribusi.
e. Mempengaruhi Reputasi Perusahaan
Terakhir, reputasi perusahaan akan mengalami penurunan sebab bisnis dinilai tidak mampu mengelola persediaan dengan baik. Hal ini berpotensi menurunkan kepercayaan konsumen dan mitra bisnis. Jika barang yang dijual sudah melewati masa tren atau terlihat kurang diminati, reputasi perusahaan bisa berdampak negatif.
Baca juga: Contoh Laporan Stok Gudang Barang Excel dan Jenisnya
4. Rumus dan Cara Menghitung Biaya Dead Stock
Rumus yang digunakan untuk menghitung biaya stok mati relatif simple, yakni hanya melakukan perkalian angka barang yang tidak terjual dengan cost per unit masing-masing produk tersebut. Perhatikanlah grafik berikut untuk mendapatkan gambaran lebih jelas:
Biaya Dead Stock = Jumlah Barang yang tidak Terjual x Cost Per Unit
Misalkan terdapat sebuah bisnis ecommerce yang gagal menjual 200 jumlah keripik kentang pada suatu periode, masing-masing dengan harga produksi Rp10 ribu, maka biaya dead stock-nya adalah:
Biaya Dead Stock = Jumlah Barang yang tidak Terjual x Cost Per Unit
Biaya Dead Stock = 200 x Rp10.000,00
Biaya Dead Stock = Rp2.000.000,00
Meskipun begitu, hal tersebut hanya mencakup biaya langsung, sedangkan terdapat lagi biaya-biaya lain yang perlu dipertimbangkan juga seperti carrying cost atau biaya penyimpanan. Rumusnya adalah sebagai berikut:
Biaya Penyimpanan Dead Stock = Biaya Dead Stock x Persentase Carrying Cost
Yang dimaksud dari persentase carrying cost di sini adalah persentase biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh perusahaan secara menyeluruh yang mencakup stok mati. Contohnya, bila persentase biaya penyimpanan perusahaan sebelumnya adalah 10%, maka carrying cost of dead stock konteks berikut adalah:
Biaya Penyimpanan Dead Stock = Biaya Dead Stock x Persentase Carrying Cost
Biaya Penyimpanan Dead Stock = Rp2.000.000,00 x 10%
Biaya Penyimpanan Dead Stock = Rp200.000,00
Tidak hanya itu, perusahaan dapat memanfaatkan Software inventory ScaleOcean untuk memantau data stok secara real-time dan akurat. Dengan pemantauan otomatis ini, perhitungan stok mati menjadi lebih cepat, sehingga keputusan terkait pengendalian biaya bisa diambil lebih efektif dan efisien.
5. Cara Menghindari dan Mengelola Dead Stock
Salah satu tips mengelola stok sebelum menjadi dead stock adalah dengan memantau perputaran barang secara rutin dan mengidentifikasi barang yang bergerak lambat. Untuk mengatasi masalah ini yang dapat menimbulkan kerugian dan menghambat operasional bisnis, ada beberapa strategi efektif yang bisa diaplikasikan seperti berikut:
a. Analisa Tren Permintaan yang Akurat
Memahami dan menganalisis tren permintaan secara tepat memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan stok dengan kebutuhan pasar. Data historis, perilaku konsumen, dan faktor eksternal dianalisis untuk memprediksi produk mana yang akan laku dan kapan, sehingga stok yang disiapkan tidak berlebihan.
b. Menjalin Hubungan Erat dengan Pemasok
Kerja sama yang baik dengan pemasok memungkinkan perusahaan mendapatkan informasi yang cepat dan fleksibilitas dalam pengadaan barang. Dengan komunikasi yang lancar, penyesuaian pesanan bisa dilakukan sesuai kebutuhan aktual, mengurangi risiko stok berlebih yang tidak terpakai dan juga sebaliknya, yakni mencegah terjadinya out of stock.
c. Melakukan Uji Coba pada Produk Sebelum Diluncurkan
Melakukan test market atau uji coba produk baru sebelum peluncuran skala besar membantu mengukur respons pasar. Hasil uji coba ini menjadi dasar untuk menentukan volume produksi yang optimal, sehingga mengurangi kemungkinan produk gagal terjual dan menjadi stok mati.
d. Memastikan Kualitas Barang Sesuai
Menjaga kualitas produk sesuai standar yang diharapkan konsumen penting agar barang cepat laku. Produk berkualitas rendah atau cacat cenderung sulit terjual dan berpotensi menjadi stok mati, sehingga kontrol kualitas yang ketat harus diterapkan sejak awal.
e. Memonitor Setiap Pergerakan Barang
Mengawasi pergerakan barang secara menyeluruh dapat membantu mencegah penumpukan stok barang. Melalui pengawasan ketat, Anda bisa mengetahui produk yang kurang diminati sehingga stoknya dapat dikurangi terlebih dahulu. Data dari hasil pemantauan ini membantu memprediksi tren permintaan, yang memungkinkan perusahaan untuk merencanakan persediaan dengan lebih akurat dan menghindari overstocking.
f. Melakukan Survei Permintaan Pelanggan
Survei rutin terhadap pelanggan membantu mengumpulkan informasi kebutuhan dan keinginan mereka. Data ini menjadi acuan penting untuk menentukan stok barang yang sesuai dengan keinginan pasar dan menghindari penyimpanan barang yang tidak laku atau tidak diminati oleh konsumen.
g. Menawarkan Promosi dan Diskon
Strategi promosi dan diskon efektif untuk mempercepat perputaran stok barang yang bergerak lambat. Dengan cara ini, dead stock dapat berkurang tanpa harus menunggu permintaan dikarenakan adanya insentif bagi pelanggan untuk melakukan transaksi sebelum berakhirnya masa penawaran.
h. Menawarakan Bundling
Menggabungkan produk overstock dengan produk populer dalam paket bundling dapat meningkatkan daya tarik penjualan. Hal ini berarti perusahaan dapat menyatukan barang-barang kurang laku ke dalam sebuah paket penjualan dengan produk flagship, sehingga pendapatan meningkat dan barang tersebut tidak terlalu lama di gudang.
i. Melakukan Donasi atau Daur Ulang
Jika stok barang sudah tidak memungkinkan untuk dijual, alternatif seperti donasi ke lembaga sosial atau daur ulang menjadi solusi untuk mengurangi stok mati. Meskipun tidak berdampak pada angka pendapatan, adanya kegiatan-kegiatan tersebut dapat mengurangi biaya penyimpanan, serta juga meningkatkan gambaran perusahaan di kalangan masyarakat.
j. Menggunakan Software Inventory
Inventory software seperti ScaleOcean memudahkan pemantauan dan pengelolaan stok secara otomatis dengan fitur pemantauan stok real time dan analisis permintaan yang akurat. Dengan software inventory ScaleOcean, Anda dapat mengelola persediaan lebih efektif, mengetahui produk yang bergerak lambat, serta menyesuaikan stok dengan kebutuhan, sehingga risiko dead stock dan penumpukan di gudang dapat diminimalisir.
Baca juga: Kenali Apa itu Cold Storage beserta Kegunaannya
6. Kesimpulan
Mengelola dead stock menjadi tantangan yang memerlukan strategi efektif untuk mencegah penumpukan barang yang tidak terjual dan merugikan bisnis. Dengan memahami arti stok mati, penyebab, dampak, serta cara mengatasinya secara jangka pendek dan panjang, bisnis dapat menjaga kelancaran arus barang dan meningkatkan efisiensi warehouse management.
Penerapan strategi seperti diskon, bundling, rotasi stok, buffer stock, serta optimalisasi tata letak gudang terbukti dapat membantu. Selain itu, penggunaan software inventory seperti ScaleOcean dapat menjadi solusi untuk mengurangi risiko dead stock melalui fitur perencanaan stok yang akurat.
ScaleOcean juga menghadirkan demo gratis software inventory yang dirancang untuk membantu bisnis Anda mengelola stok dengan lebih baik dan efisien. Solusi ini memungkinkan Anda mengoptimalkan manajemen stok sekaligus mendukung pertumbuhan bisnis Anda.
FAQ:
1. Apa itu dead stock?
Dead stock adalah persediaan barang yang tidak terjual dalam jangka waktu lama dan kemungkinan besar tidak akan terjual di masa depan. Barang ini seringkali menumpuk di gudang karena sudah usang, modelnya ketinggalan zaman, atau permintaannya sudah tidak ada lagi di pasar. Stok mati adalah salah satu masalah inventaris yang paling merugikan bagi bisnis.
2. Apa dampak negatif dari dead stock?
Dead stock bisa menimbulkan beberapa dampak negatif:
1. Kerugian Finansial: Modal yang terikat pada barang tersebut tidak dapat digunakan untuk investasi lain.
2. Biaya Penyimpanan: Barang yang tidak bergerak tetap membutuhkan ruang gudang, biaya sewa, asuransi, dan perawatan.
3. Mengurangi Efisiensi: Keberadaan stok mati membuat manajemen gudang menjadi lebih rumit dan menghambat pergerakan barang lain.
4. Menghambat Inovasi: Perusahaan mungkin ragu untuk meluncurkan produk baru karena gudang sudah penuh dengan stok lama.
3. Bagaimana cara mengidentifikasi dan mengatasi dead stock?
Untuk mengidentifikasi stok mati, perusahaan dapat memantau produk dengan perputaran yang sangat lambat atau tidak ada penjualan sama sekali selama periode tertentu. Beberapa cara untuk mengatasinya adalah:
1. Penjualan Diskon: Tawarkan potongan harga ekstrem atau promosi “beli satu gratis satu” untuk menghabiskan stok.
2. Paket Bundling: Jual stok mati bersama dengan produk yang laris manis.
3. Donasi: Donasikan barang ke badan amal untuk mendapatkan keringanan pajak.
4. Pemusnahan: Jika sudah tidak ada nilai sama sekali, pertimbangkan untuk memusnahkan barang untuk mengosongkan ruang.