Obsolete Inventory: Arti, Cara Mencegah, dan Contoh

ScaleOcean Team
Posted on
Share artikel ini

Melihat gudang yang penuh, namun sebagian besar barang di dalamnya tidak lagi bergerak dan tumpukan produk yang berdebu, sebenarnya adalah uang tunai bisnis Anda yang terperangkap. Masalahnya, aset yang tadinya diharapkan mendatangkan profit kini justru berubah menjadi beban finansial yang menggerogoti profitabilitas secara perlahan, namun pasti.

Masalah ini dikenal sebagai obsolete inventory atau stok usang. Ini adalah barang persediaan yang sudah tidak lagi memiliki nilai jual, baik karena sudah kadaluwarsa, ketinggalan zaman (usang), rusak, atau permintaan pasarnya sudah hilang sama sekali. Tanpa disadari, persediaan yang seharusnya menjadi aset berharga telah beralih fungsi menjadi liabilitas yang signifikan.

Untuk melindungi kesehatan finansial perusahaan Anda, sangat penting untuk memahami mengapa penumpukan persediaan ini terjadi dan seberapa besar dampaknya. Artikel ini akan mengupas tuntas cara mengidentifikasi persediaan usang, menyajikan strategi pengelolaan yang efektif, dan yang terpenting, memberikan langkah-langkah konkret untuk mencegah penumpukan stok usang di masa depan.

starsKey Takeaways
  • Obsolete inventory adalah aset yang tidak lagi memiliki permintaan pasar, sehingga menjadi beban finansial yang signifikan bagi operasional bisnis.
  • Berbagai penyebab terjadi stok usang yaitu mulai dari peramalan yang tidak akurat hingga perubahan teknologi.
  • Stok usang membawa dampak negatif yang luas, termasuk kerugian finansial langsung hingga penurunan efisiensi operasional gudang.
  • Beragam cara mengelola persediaan usang yang sudah ada, mulai dari likuidasi, bundling, hingga donasi untuk meminimalkan kerugian.
  • Software inventory ScaleOcean dapat membantu mengoptimalkan inventaris dan menghindari masalah stok usang.

Coba Demo Gratis!

requestDemo

1. Apa Itu Obsolete Inventory?

Obsolete inventory adalah persediaan barang yang tidak lagi dapat dijual atau digunakan karena sudah tidak ada permintaan dari pasar. Produk-produk ini telah mencapai akhir siklus hidupnya dan tidak diharapkan akan laku di masa depan, terlepas dari seberapa besar diskon yang ditawarkan.

Sering kali, istilah ini disamakan dengan slow-moving stock, namun ada perbedaan mendasar. Slow-moving stock masih memiliki pergerakan penjualan meskipun sangat lambat, sedangkan obsolete inventory atau inventaris usang sama sekali tidak memiliki prospek penjualan. Kegagalan membedakan keduanya dapat menyebabkan pengambilan keputusan yang keliru dalam strategi manajemen stok.

Keberadaan persediaan usang ini bukan hanya sekadar tumpukan barang yang tidak laku di sudut gudang. Ini adalah aset beku yang membebani neraca keuangan perusahaan, mengikat modal yang seharusnya bisa digunakan untuk investasi lain yang lebih produktif. Nilai buku dari stok ini harus dihapuskan, yang secara langsung berdampak pada laporan laba rugi dan mengurangi profitabilitas secara keseluruhan.

2. Penyebab Umum Terjadinya Obsolete Inventory

Mengidentifikasi akar masalah adalah langkah krusial dalam menyusun strategi pencegahan yang efektif. Obsolete inventory adalah hasil dari serangkaian keputusan atau kondisi pasar yang kurang diantisipasi. Mulai dari kesalahan internal dalam peramalan hingga faktor eksternal seperti perubahan tren konsumen yang cepat, semuanya berkontribusi pada risiko penumpukan stok usang.

Berikut lima penyebab utama yang sering kali menjadi biang keladi dari masalah inventaris yang merugikan ini:

a. Peramalan Permintaan yang Tidak Akurat

Salah satu penyebab paling fundamental dari penumpukan persediaan usang adalah kegagalan dalam meramalkan permintaan secara akurat. Ketika perusahaan terlalu optimistis tentang penjualan di masa depan, mereka cenderung melakukan pemesanan dalam jumlah besar kepada pemasok. Akibatnya, jika permintaan aktual tidak sesuai dengan proyeksi, kelebihan stok akan menumpuk dan berisiko menjadi stock usang.

Kesalahan peramalan ini bisa dipicu oleh berbagai faktor, penggunaan data historis yang tidak relevan, kegagalan memperhitungkan faktor musiman, atau kurangnya alat analisis yang canggih. Tanpa sistem demand forecasting yang andal, bisnis akan terus terjebak dalam siklus overstocking. Hal ini membuang modal dan juga meningkatkan biaya penyimpanan untuk produk yang pada akhirnya tidak akan laku terjual.

b. Perubahan Tren dan Preferensi Konsumen

Di era pasar yang bergerak cepat, selera dan preferensi konsumen dapat berubah dalam sekejap mata. Industri seperti fesyen, elektronik, dan barang konsumsi sangat rentan terhadap pergeseran ini. Sebuah produk yang sangat populer hari ini bisa jadi sama sekali tidak diminati beberapa bulan kemudian karena munculnya tren baru atau produk pesaing yang lebih inovatif.

Perusahaan yang gagal memantau denyut nadi pasar dan tidak cukup gesit untuk beradaptasi akan mendapati diri mereka terjebak dengan stok model lama yang tidak lagi relevan. Oleh karena itu, riset pasar yang berkelanjutan dan kemampuan untuk merespons perubahan dengan cepat adalah kunci. Tanpa agilitas ini, tumpukan produk yang ketinggalan zaman akan menjadi beban yang tak terhindarkan.

c. Perubahan Teknologi

Inovasi teknologi adalah pedang bermata dua bagi manajemen inventaris. Di satu sisi, ia menciptakan peluang baru, namun di sisi lain, ia dapat membuat produk yang ada menjadi usang dalam waktu singkat. Kemajuan teknologi yang pesat adalah penyebab utama obsolete inventory, terutama di sektor seperti gawai, komponen komputer, dan perangkat lunak.

Sebagai contoh, peluncuran model ponsel pintar baru dengan fitur yang jauh lebih unggul akan secara drastis menurunkan permintaan untuk model-model sebelumnya. Aksesori yang dirancang untuk model lama, seperti casing atau pengisi daya, juga akan ikut menjadi usang. Bisnis harus memiliki strategi yang jelas untuk mengelola transisi produk saat teknologi baru diperkenalkan agar tidak berakhir dengan inventaris yang tidak bernilai.

d. Akhir Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle)

Setiap produk memiliki siklus hidup yang terdiri dari empat tahap: pengenalan, pertumbuhan, kedewasaan, dan penurunan. Obsolete inventory sering kali terjadi ketika perusahaan gagal mengelola stok saat produk memasuki tahap penurunan (decline). Pada fase ini, permintaan pasar menurun secara signifikan dan permanen.

Kesalahan umum adalah terus memesan atau memproduksi barang dalam jumlah besar meskipun tanda-tanda penurunan sudah terlihat jelas. Manajemen product life cycle yang efektif melibatkan pengurangan stok secara bertahap untuk menghindari penumpukan besar di akhir periode.

e. Kerusakan atau Kedaluwarsa

Untuk bisnis yang berurusan dengan barang-barang yang mudah rusak atau memiliki tanggal kedaluwarsa, seperti makanan, minuman, dan farmasi, risiko obsolete inventory selalu ada. Jika produk-produk ini tidak terjual sebelum tanggal kedaluwarsanya, mereka secara otomatis menjadi tidak bernilai dan harus dibuang. Hal ini merupakan kerugian finansial yang langsung dan tidak dapat dihindari.

Penanganan yang buruk, kondisi gudang yang tidak memadai (misalnya suhu atau kelembapan yang salah), atau kecelakaan dapat merusak produk sehingga tidak layak jual. Penerapan sistem manajemen gudang yang baik, seperti metode First-In, First-Out (FIFO), sangat penting untuk meminimalkan risiko kedaluwarsa dan kerusakan.

3. Dampak Negatif Obsolete Inventory bagi Bisnis

Stok usang (obsolete inventory) adalah masalah serius yang dampaknya meluas ke operasional dan finansial. Bebannya sering diremehkan hingga terlihat di laporan keuangan. Dari kerugian langsung yang memukul arus kas hingga biaya tersembunyi yang menggerogoti efisiensi, stok usang adalah pengingat akan modal yang terbuang dan peluang yang hilang.

Menurut Alexander Jarvis, tingkat keusangan inventaris (Inventory Obsolescence Rate) dapat membantu mengukur nilai obsolete inventory. Dimana perusahaan e-commerce harus mempertahankan tingkat ini di bawah 10%, sedangkan tingkat di atas 20% adalah indikasi yang sangat mengkhawatirkan dan memerlukan tindakan korektif segera.

Berikut adalah dampak-dampak negatif utama yang perlu diwaspadai oleh setiap bisnis:

a. Kerugian Finansial Langsung

Ini adalah dampak yang paling jelas dan paling menyakitkan dari obsolete inventory. Modal yang telah diinvestasikan untuk membeli atau memproduksi barang-barang tersebut pada dasarnya hilang karena tidak ada pendapatan yang dihasilkan untuk menutupinya. Kerugian ini langsung memengaruhi bottom line perusahaan, mengurangi laba bersih secara signifikan.

Selain itu, arus kas perusahaan juga menjadi terganggu. Uang tunai yang terikat dalam obsolete inventory tidak dapat digunakan untuk kegiatan operasional penting lainnya, seperti membayar pemasok, menggaji karyawan, atau berinvestasi dalam pengembangan produk baru. Likuiditas yang buruk dapat membahayakan kelangsungan bisnis, terutama bagi usaha kecil dan menengah.

b. Peningkatan Biaya Penyimpanan

Setiap meter persegi di gudang Anda memiliki biaya. Ketika ruang tersebut ditempati oleh produk yang tidak laku, Anda pada dasarnya membayar untuk menyimpan kerugian. Biaya penyimpanan atau carrying cost ini mencakup berbagai komponen, seperti sewa gudang, asuransi, utilitas (listrik, pendingin udara), biaya tenaga kerja untuk mengelola stok, dan biaya keamanan.

Biaya ini terus berjalan selama stok usang masih berada di gudang, menambah kerugian finansial dari waktu ke waktu. Lebih buruk lagi, ruang yang berharga itu tidak dapat digunakan untuk menyimpan produk yang laris dan menguntungkan. Akibatnya, perusahaan kehilangan potensi pendapatan karena efisiensi ruang gudang yang menurun drastis.

c. Penilaian Inventaris yang Tidak Akurat

Di neraca keuangan, inventaris dicatat sebagai aset. Jika perusahaan tidak secara teratur mengidentifikasi dan menghapus nilai dari obsolete inventory, maka nilai aset yang dilaporkan akan terlalu tinggi. Hal ini memberikan gambaran yang menyesatkan tentang kesehatan finansial perusahaan kepada investor, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya.

Penilaian inventaris yang tidak akurat dapat menyebabkan pengambilan keputusan strategis yang salah. Untuk memperbaikinya, perusahaan harus melakukan stock adjustment atau penghapusan buku (write-off), yang merupakan proses akuntansi untuk mengakui kerugian tersebut. Proses ini, meskipun perlu, dapat mengejutkan para pemangku kepentingan jika dilakukan secara tiba-tiba dalam jumlah besar.

d. Menurunkan Kinerja Operasional

Stok usang yang menumpuk di gudang menciptakan kekacauan dan menghambat efisiensi operasional. Staf gudang harus menghabiskan waktu dan tenaga ekstra untuk memindahkan atau bekerja di sekitar tumpukan barang yang tidak relevan ini.

Hal ini memperlambat proses-proses penting lainnya, seperti penerimaan barang baru, pengambilan (picking), dan pengemasan (packing) untuk pesanan yang sebenarnya menguntungkan. Kekacauan ini juga meningkatkan risiko kesalahan, seperti salah kirim barang atau kesulitan menemukan produk yang dicari. Akibatnya, produktivitas tim gudang menurun, dan biaya tenaga kerja per unit yang ditangani meningkat.

4. Cara Mengelola dan Menghilangkan Obsolete Inventory yang Sudah Ada

Cara Mengelola dan Menghilangkan Obsolete Inventory yang Sudah AdaSetelah obsolete inventory teridentifikasi, tindakan yang cepat dan tegas diperlukan untuk meminimalkan kerugian lebih lanjut dan membebaskan ruang serta modal yang berharga. Strategi pembuangan yang tepat bergantung pada jenis produk, jumlah stok, dan kondisi pasar saat ini. Tujuannya untuk memulihkan sebanyak mungkin nilai investasi awal atau setidaknya mengurangi beban biaya penyimpanan.

Berikut adalah lima metode yang umum digunakan untuk membersihkan gudang dari persediaan usang:

a. Diskon Besar atau Likuidasi

Ini adalah pendekatan yang paling umum dan langsung: menjual stok usang dengan diskon besar-besaran. Tujuannya adalah untuk menarik pembeli yang sensitif terhadap harga dan mengubah obsolete inventory menjadi uang tunai secepat mungkin. Strategi ini bisa dilakukan melalui acara cuci gudang (clearance sale), flash sale di platform online, atau menjualnya dalam jumlah besar kepada perusahaan likuidator.

Meskipun metode ini hampir pasti menghasilkan kerugian dari harga beli awal, ini sering kali lebih baik daripada tidak mendapatkan apa-apa sama sekali. Namun, perusahaan harus berhati-hati agar diskon besar ini tidak merusak citra merek atau mengkanibalisasi penjualan produk dengan harga normal. Komunikasi yang jelas kepada pelanggan sangat penting untuk mengelola persepsi mereka.

b. Bundling dengan Produk Populer

Strategi cerdas lainnya adalah menggabungkan produk usang dengan produk yang laris atau populer. Dengan menawarkannya sebagai bonus, hadiah gratis, atau bagian dari paket dengan harga menarik, Anda dapat memindahkan stok usang tanpa harus memberikannya secara cuma-cuma. Bundling meningkatkan nilai yang dirasakan oleh pelanggan terhadap pembelian mereka.

Misalnya, sebuah toko elektronik dapat menggabungkan casing ponsel model lama (stok usang) dengan pembelian ponsel model terbaru. Pelanggan merasa mendapatkan penawaran yang lebih baik, dan perusahaan berhasil mengurangi inventaris yang tidak diinginkan. Kunci keberhasilannya adalah kreativitas dalam menciptakan penawaran paket yang menarik bagi target pasar Anda.

c. Lakukan Retur ke Pemasok

Sebelum mengambil langkah lain, selalu periksa kembali perjanjian pembelian Anda dengan pemasok. Beberapa pemasok memiliki kebijakan pengembalian atau pembelian kembali (buy-back) untuk produk yang tidak laku, meskipun mungkin ada biaya restocking atau persyaratan lainnya. Menjalin hubungan baik dengan pemasok dapat membuka pintu negosiasi untuk opsi ini.

Opsi ini, jika tersedia, sering kali menjadi salah satu cara terbaik untuk memulihkan sebagian besar nilai awal produk. Namun, ini tidak selalu menjadi pilihan, terutama jika produk tersebut sudah terlalu lama disimpan atau jika pemasok tidak menawarkan klausul semacam itu. Tinjau kontrak Anda secara menyeluruh untuk mengetahui apakah ini merupakan jalur yang layak.

d. Hapus Buku (Write-off)

Ketika semua upaya untuk menjual atau mengembalikan stok gagal, langkah terakhir dari perspektif akuntansi adalah melakukan penghapusan buku atau write-off. Ini berarti menghapus nilai inventaris tersebut dari neraca dan mengakuinya sebagai kerugian penuh dalam laporan laba rugi. Secara fisik, produk tersebut kemudian harus dibuang atau didaur ulang.

Meskipun ini adalah skenario terburuk secara finansial, melakukan write-off sangat penting untuk menjaga keakuratan laporan keuangan. Ini memberikan gambaran yang jujur tentang kondisi aset perusahaan. Selain itu, dalam beberapa yurisdiksi, kerugian akibat penghapusan inventaris ini dapat dikurangkan dari pajak, sehingga memberikan sedikit keringanan finansial.

e. Donasi atau Daur Ulang

Daripada membuang produk begitu saja, pertimbangkan untuk mendonasikannya ke badan amal atau organisasi nirlaba. Opsi ini tidak hanya membantu membersihkan gudang tetapi juga dapat membangun citra positif bagi perusahaan dan menunjukkan tanggung jawab sosial. Tergantung pada peraturan pajak setempat, donasi barang juga bisa memberikan keuntungan berupa pengurangan pajak.

Untuk produk yang tidak dapat didonasikan, seperti komponen elektronik yang sudah usang atau bahan kimia, daur ulang adalah pilihan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. Membuang barang secara sembarangan dapat melanggar peraturan lingkungan dan merusak reputasi. Pastikan untuk bekerja sama dengan fasilitas daur ulang yang bersertifikat untuk memastikan pembuangan yang tepat.

5. Strategi Jangka Panjang untuk Mencegah Obsolete Inventory

Mengatasi obsolete inventory yang sudah ada memang penting, tetapi strategi yang benar-benar transformatif adalah mencegahnya terjadi sejak awal. Pendekatan proaktif tidak hanya menghemat uang dalam jangka panjang tetapi juga membangun fondasi operasional yang lebih kuat dan tangkas. Ini melibatkan pergeseran dari pemadaman kebakaran reaktif ke perencanaan strategis yang cermat di seluruh rantai pasok.

Berikut adalah empat strategi fundamental jangka panjang yang dapat diterapkan oleh bisnis untuk menjaga inventaris mereka tetap ramping, relevan, dan menguntungkan:

a. Gunakan Manajemen Inventaris yang Lebih Baik

Dasar dari pencegahan stok usang adalah sistem manajemen inventaris yang modern dan efisien. Mengandalkan spreadsheet atau metode manual tidak lagi memadai di pasar yang kompleks saat ini. Menerapkan sistem manajemen inventaris (IMS) atau sistem manajemen gudang (WMS) berbasis cloud seperti yang ditawarkan oleh ScaleOcean dapat memberikan visibilitas real-time atas seluruh stok Anda.

Sistem ini memungkinkan praktik inventory control yang lebih ketat, membantu melacak pergerakan setiap item, mengidentifikasi produk yang bergerak lambat, dan mengotomatiskan titik pemesanan ulang (reorder points). Dengan data akurat di ujung jari Anda, Anda dapat beralih ke strategi yang lebih canggih seperti Just-In-Time (JIT), yang bertujuan untuk meminimalkan jumlah persediaan yang disimpan setiap saat.

b. Lakukan Peramalan Permintaan yang Akurat

Kembali ke akar masalah, meningkatkan akurasi peramalan permintaan adalah salah satu langkah paling berdampak yang bisa Anda ambil. Ini bukan lagi sekadar melihat data penjualan historis. Peramalan modern harus menggabungkan berbagai sumber data, termasuk tren pasar, analisis pesaing, data musiman, dan bahkan sinyal dari media sosial.

Manfaatkan alat analisis canggih yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) dan machine learning untuk mengidentifikasi pola yang tidak terlihat oleh manusia. Selain itu, ciptakan proses kolaboratif di mana tim penjualan, pemasaran, dan operasional berbagi wawasan secara teratur. Peramalan yang didukung data dan kolaborasi akan secara signifikan mengurangi kemungkinan pemesanan berlebih.

c. Lakukan Audit dan Analisis Inventaris secara Teratur

Jangan menunggu hingga akhir tahun untuk meninjau inventaris Anda. Lakukan audit secara teratur, baik melalui penghitungan siklus (cycle counting) harian atau mingguan maupun audit fisik periodik. Audit rutin memastikan data dalam sistem Anda sesuai dengan kenyataan fisik di gudang, yang sangat penting untuk pengambilan keputusan yang akurat.

Selain audit, lakukan analisis inventaris secara mendalam. Gunakan teknik seperti analisis ABC untuk mengkategorikan produk berdasarkan nilainya, sehingga Anda dapat memfokuskan perhatian pada item yang paling penting. Lacak metrik kunci seperti rasio perputaran inventaris (inventory turnover ratio) untuk mengidentifikasi produk yang melambat sebelum mereka menjadi masalah besar.

d. Kurangi Waktu Tunggu (Lead Time)

Lead time adalah waktu yang dibutuhkan dari saat Anda memesan barang dari pemasok hingga barang tersebut tiba di gudang Anda. Semakin lama lead time, semakin banyak stok pengaman (safety stock) yang perlu Anda simpan untuk mengantisipasi permintaan selama periode tunggu tersebut. Stok pengaman yang besar meningkatkan risiko menjadi usang jika permintaan tiba-tiba berubah.

Bekerjalah untuk mengurangi lead time dengan cara mencari pemasok lokal, meningkatkan komunikasi dan kolaborasi dengan pemasok yang ada, atau menyederhanakan proses pengadaan Anda. Lead time yang lebih pendek memungkinkan bisnis menjadi lebih responsif dan gesit. Anda dapat memesan dalam jumlah yang lebih kecil namun lebih sering, yang secara drastis mengurangi eksposur Anda terhadap risiko obsolete inventory.

Menerapkan strategi pencegahan obsolete inventory, perusahaan Anda perlu software yang andal. Software inventory ScaleOcean dapat membantu mengoptimasikan sistem manajemen inventaris (IMS) berbasis cloud yang modern. Dengan fitur visibilitas real-time dan otomatisasi reorder points, ScaleOcean memastikan keputusan inventory control Anda berdasarkan data akurat dan mendukung model juts-in-time.

6. Kesimpulan

Obsolete inventory (stok usang) adalah masalah strategis yang mengancam kesehatan finansial dan daya saing perusahaan. Memahami penyebab (peramalan keliru, perubahan tren) dan menerapkan strategi pembuangan yang efektif sangat penting untuk meminimalkan kerugian yang sudah terjadi.

Namun, solusi terkuat ada pada pencegahan. Bisnis harus proaktif dengan meningkatkan manajemen inventaris, melakukan peramalan yang lebih akurat, menjalankan audit rutin, dan mengurangi lead time (waktu tunggu). Adopsi pendekatan ini secara signifikan akan menekan risiko penumpukan stok usang dan menciptakan operasional yang lebih ramping.

Untuk mendukung strategi pencegahan ini, teknologi memainkan peran krusial. Software inventory ScaleOcean menyediakan visibilitas real-time dan kontrol berbasis data. Ini membantu Anda menjaga inventaris tetap sehat dan mendorong pertumbuhan berkelanjutan. Jadwalkan demo gratis dan konsultasi dengan tim ahli kami untuk merevolusi pengelolaan inventaris Anda.

FAQ:

1. Apa itu inventory obsolescence?

Obsolete inventory, atau stok usang, merujuk pada barang atau produk yang telah usang atau tidak lagi memiliki nilai ekonomis yang signifikan. Hal ini dapat terjadi karena perubahan teknologi, perubahan tren konsumen, atau bahkan kesalahan dalam perencanaan persediaan.

2. Apa itu barang obsolete?

Material obsolete merupakan material yang sudah diganti dengan merk atau model atau tipe yang berbeda, telah rusak, telah lewat masa pakainya (expired) ataupun sudah tidak dapat digunakan lagi dipabrik serta material detection flag yang telah dilakukan proses duplikasi atau konsolidasi.

3. Apa yang dimaksud dengan inventory?

Inventory adalah persediaan barang atau produk yang disimpan perusahaan untuk dijual atau digunakan dalam proses produksi. Istilah ini mencakup bahan baku, barang setengah jadi (barang dalam proses), hingga barang jadi yang siap dijual kepada konsumen. Pengelolaan inventory yang baik sangat penting untuk memastikan kelancaran operasional dan keuntungan perusahaan.

Jadwalkan Demo Gratis

Error message
Error message
Error message
Error message
Error message
Error message

Rekomendasi Artikel Terkait

Temukan Artikel Serupa untuk Solusi Bisnis Lebih Lengkap