Pajak Penghasilan (PPh) Badan: Jenis dan Cara Menghitung

ScaleOcean Team
Posted on
Share artikel ini

Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) adalah kewajiban bagi setiap badan usaha di Indonesia. Tarifnya dibagi menjadi tarif umum dan tarif khusus, yang berlaku untuk jenis badan usaha tertentu. Entitas seperti PT, CV, koperasi, dan BUMN wajib membayar pajak atas penghasilan tahunan mereka.

Meskipun penting, banyak pemilik usaha yang kesulitan dalam menghitung atau mengelola pembayaran PPh Badan. Artikel ini akan membahas secara lengkap mengenai jenis PPh Badan, tarif yang berlaku, serta cara perhitungan dan pelaporan yang tepat. Dengan pemahaman ini, pengusaha akan lebih mudah memenuhi kewajiban pajak sesuai ketentuan.

starsKey Takeaways
  • PPh Badan adalah kewajiban pajak yang dikenakan pada badan usaha di Indonesia, termasuk PT, CV, koperasi, dan BUMN, berdasarkan penghasilan tahunan mereka.
  • Risiko Sanksi dan Denda dalam kelalaian pelaporan pajak dapat menyebabkan denda administratif dan bahkan sanksi pidana.
  • Menghitung PPh Badan dimulai dengan menentukan penghasilan kena pajak (PKP), yang kemudian dihitung menggunakan tarif pajak yang sesuai.
  • Modul Akuntansi ScaleOcean dapat mengotomatisasi perhitungan dan pelaporan pajak, meningkatkan akurasi, dan mengurangi risiko kesalahan.

Coba Demo Gratis!

requestDemo

Pengertian PPh Badan

PPh Badan dikenakan atas penghasilan badan usaha seperti PT, CV, koperasi, yayasan, atau BUMN dalam setahun pajak. Sesuai UU No. 36 Tahun 2008 dan UU No. 7 Tahun 2021, pajak dikenakan atas tambahan kemampuan ekonomis yang diterima dari dalam atau luar negeri.

PPh Badan dikenakan atas penghasilan bersih badan usaha dalam tahun pajak, yang meliputi laba usaha, royalti, sewa, bunga, dividen, dan keuntungan lainnya. Salah satu transaksi yang mempengaruhi laporan pajak adalah invoice yang dikeluarkan untuk setiap penjualan barang atau jasa, yang berfungsi sebagai bukti transaksi dan dasar penghitungan pajak yang harus dilaporkan.

Landasan Hukum PPh Badan

Dasar hukum Pajak Penghasilan (PPh) Badan diatur melalui beberapa perundang-undangan yang menjadi acuan utama bagi wajib pajak badan. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, sebagai perubahan keempat UU No. 7 Tahun 1983, menjadi regulasi pokok terkait pengenaan PPh atas penghasilan badan usaha.

UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mengatur hak, kewajiban, dan prosedur perpajakan. Regulasi ini menjadi pedoman penting dalam penyampaian SPT, pemeriksaan, serta penegakan sanksi administrasi, sehingga badan usaha dapat mematuhi ketentuan perpajakan secara formal dan tepat waktu.

Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) menjadi regulasi turunan yang memberikan detail teknis pelaksanaan. Contohnya, PP No. 55 Tahun 2022 mengatur PPh atas penghasilan usaha dengan peredaran bruto tertentu, sementara PMK menjelaskan tata cara pencatatan, pelaporan, dan mekanisme administrasi bagi wajib pajak badan.

UU No. 2 Tahun 2020 mengesahkan Perppu No. 1 Tahun 2020 mengenai kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan saat pandemi COVID-19. Regulasi ini memastikan perlindungan fiskal dan kepastian hukum bagi pelaku usaha dalam menghadapi kondisi ekonomi yang tidak menentu dan risiko ketidakstabilan sistem keuangan.

UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menyelaraskan ketentuan perpajakan, termasuk PPh Badan, agar lebih konsisten dan efisien. Harmonisasi ini memudahkan wajib pajak memahami aturan pajak, meminimalkan interpretasi yang berbeda, dan meningkatkan kepatuhan serta transparansi dalam pelaporan pajak badan.

Peraturan terbaru seperti PMK No. 40 Tahun 2023 mengatur bentuk dan tata cara penyampaian laporan serta daftar wajib pajak untuk penurunan tarif PPh bagi perseroan terbuka. Seluruh peraturan turunan, termasuk PMK, Perdirjen, dan regulasi teknis lainnya, menjadi pedoman pelaksanaan kewajiban perpajakan badan secara akurat, transparan, dan patuh hukum.

Tarif Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan)

Menurut Direktorat Jenderal Pajak, Tarif PPh Badan di Indonesia ditetapkan sebesar 22% dari laba kena pajak, sesuai ketentuan dalam UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Aturan ini berlaku sejak tahun pajak 2022 dan menjadi acuan utama bagi perusahaan dalam menghitung kewajiban pajaknya.

Kebijakan ini dibuat untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih sederhana, adil, dan transparan, sekaligus mendukung kepastian hukum bagi dunia usaha dalam menjalankan aktivitas bisnis. Berikut beberapa tarif Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan), diantaranya:

  1. Wajib Pajak Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) dikenakan tarif sama, yaitu 22%.
  2. Untuk perusahaan publik dengan minimal 40% saham diperdagangkan di bursa dan memenuhi syarat tertentu, tarifnya bisa mendapat potongan menjadi 19%.
  3. UMKM dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar setahun dapat menggunakan PP 23 Tahun 2018 dengan tarif 0,5% dari omzet sebagai PPh Final.

Jenis Jenis PPh Badan

Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) memiliki dua jenis utama berdasarkan sifatnya yaitu, PPh Badan Final dan PPh Badan Tidak Final. Kedua jenis pajak ini memiliki ketentuan tarif dan cara pengenaan yang berbeda, tergantung pada ukuran dan jenis usaha yang dilakukan oleh badan usaha.

1. PPh Badan Final

PPh Badan Final dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh badan usaha dengan tarif tetap yang berlaku pada penghasilan tersebut. Sifat dari PPh Final adalah tidak dapat dikreditkan atau digabungkan dengan perhitungan pajak tahunan lainnya, sehingga wajib pajak hanya perlu melaporkan penghasilan tersebut tanpa perlu menghitungnya dalam SPT tahunan.

Contoh tarif PPh Badan Final adalah tarif 0,5% untuk omzet ≤ Rp4,8 miliar, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 55 Tahun 2022. Jenis penghasilan yang dikenakan PPh Final ini mencakup penghasilan dari transaksi saham, bunga deposito, dan beberapa jenis transaksi lainnya yang telah ditetapkan dalam peraturan.

2. PPh Badan Tidak Final

Berbeda dengan PPh Final, PPh Badan Tidak Final dikenakan atas penghasilan badan usaha yang harus dihitung dan dilaporkan pada SPT untuk perhitungan pajak terutang yang lebih akurat. Penghasilan yang dikenakan PPh Tidak Final ini dikenakan tarif progresif, tergantung pada Penghasilan Kena Pajak (PKP) perusahaan.

PPh Badan Tidak Final memiliki tarif umum sebesar 22% (berdasarkan UU No. 7 Tahun 2021). Namun, perusahaan publik yang memenuhi syarat tertentu bisa mendapatkan tarif lebih rendah, yaitu 19%, sesuai Pasal 17 ayat (2b). Contohnya, perusahaan dengan lebih dari 40% saham diperdagangkan dan lebih dari 300 pemegang saham dapat menikmati tarif preferensial ini.

Subjek Pajak Penghasilan Badan

Subjek Pajak Badan atau Subjek PPh Badan adalah setiap badan usaha yang diberikan kewajiban untuk membayar pajak, baik bulanan maupun tahunan, dan disetorkan ke kas negara. Subjek pajak ini dibedakan menjadi dua kategori utama: subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Berikut ini penjelasan lebih lengkapnya:

1. Subjek Pajak Dalam Negeri

Subjek pajak dalam negeri mencakup semua badan usaha yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, seperti PT, CV, koperasi, yayasan, dan BUMN. Badan ini wajib membayar PPh Badan sesuai ketentuan yang berlaku, baik per bulan maupun per tahun, dan menyetorkannya ke kas negara.

Beberapa unit pemerintah juga termasuk subjek pajak jika memenuhi kriteria tertentu. Contohnya seperti pembentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan, pendanaan dari APBN/APBD, penerimaan dimasukkan ke anggaran pemerintah, dan pembukuannya diawasi aparat pengawasan fungsional negara.

Subjek pajak dalam negeri wajib mencatat seluruh penghasilan yang diperoleh dan melaporkan pajaknya secara kooperatif. Kepatuhan terhadap ketentuan ini menjadi dasar penghitungan PPh Badan, serta mencegah sanksi administratif dan risiko hukum dari otoritas pajak.

2. Subjek Pajak Luar Negeri

Subjek pajak luar negeri mencakup badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, tetapi memperoleh penghasilan dari Indonesia. Mereka wajib membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh melalui Badan Usaha Tetap (BUT) atau sumber penghasilan lain yang diterima di Indonesia.

Badan luar negeri yang menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT di Indonesia juga termasuk subjek pajak. Bentuk BUT dapat berupa cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, gudang, proyek konstruksi, pertambangan, perkebunan, perikanan, peternakan, atau instalasi jasa tertentu yang berlangsung lebih dari 60 hari dalam 12 bulan.

Subjek pajak luar negeri yang menerima penghasilan dari Indonesia tanpa menjalankan usaha melalui BUT tetap termasuk subjek pajak. Mereka wajib memenuhi kewajiban perpajakan sesuai ketentuan, termasuk mendaftar, melaporkan, dan menyetor pajak atas penghasilan yang diterima.

3. Badan Usaha Tetap (BUT)

Badan Usaha Tetap (BUT) adalah sarana yang digunakan oleh badan luar negeri untuk menjalankan usaha di Indonesia. BUT dapat berbentuk kantor perwakilan, cabang perusahaan, pabrik, gudang, proyek konstruksi, pertambangan, perikanan, perkebunan, atau instalasi dan pemberian jasa lebih dari 60 hari dalam jangka 12 bulan.

BUT juga mencakup agen atau pegawai yang tidak bebas, agen perusahaan asuransi yang menerima premi atau menanggung risiko di Indonesia, serta komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang digunakan penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

4. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Badan

Wajib Pajak Badan memiliki hak seperti mengajukan restitusi kelebihan pembayaran, perlindungan kerahasiaan data, pengembalian pendahuluan pajak, fasilitas Ditanggung Pemerintah (DTP), serta mendapatkan insentif perpajakan. Hak ini membantu WP Badan dalam pengelolaan pajak yang efisien.

Kewajiban WP Badan meliputi mendaftar sebagai wajib pajak, membayar dan melaporkan pajak secara tepat waktu, serta berlaku kooperatif saat pemeriksaan pajak. Kepatuhan terhadap hak dan kewajiban ini mendukung transparansi, akurasi laporan keuangan, serta meminimalkan risiko sanksi dan masalah hukum terkait pajak.

Objek PPh Badan (Objek Pajak Badan)

Objek PPh Badan adalah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh badan. Bagi subjek pajak dalam negeri, objek PPh Badan mencakup penghasilan dari sumber dalam negeri maupun luar negeri. Berikut ini beberapa objek dari pajak penghasilan badan:

1. Penghasilan dari Pekerjaan atau Jasa

Penghasilan berupa imbalan atas pekerjaan atau jasa menjadi objek PPh Badan, termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, maupun imbalan lain dalam bentuk natura atau kenikmatan. Semua jenis imbalan ini dikenai pajak, kecuali ditentukan lain dalam UU HPP No. 7 Tahun 2021.

Pengadaan barang dan jasa perusahaan juga termasuk objek PPh Badan, terutama ketika melibatkan transaksi pembelian dari pemasok. Semua transaksi terkait pengadaan yang melibatkan pembayaran kepada penyedia barang atau jasa, seperti pembayaran untuk material, peralatan, atau jasa lainnya, harus dihitung dan dilaporkan sebagai bagian dari kewajiban pajak perusahaan.

2. Hadiah, Laba Usaha, dan Keuntungan Pengalihan Harta

Hadiah dari undian pekerjaan atau kegiatan, penghargaan, serta laba usaha menjadi objek pajak. Selain itu, keuntungan dari penjualan atau pengalihan harta, termasuk penerimaan kembali pembayaran pajak yang dibebankan sebagai biaya, juga termasuk dalam penghitungan PPh Badan.

3. Bunga, Dividen, Royalti, dan Sewa

Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan utang, menjadi objek pajak. Dividen dalam bentuk apapun, royalti atas penggunaan hak, serta sewa atau penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta juga wajib dilaporkan dan dikenakan PPh Badan.

4. Penghasilan Lain dan Keuntungan Finansial

Selain itu, objek PPh Badan juga meliputi keuntungan karena pembebasan utang (dengan ketentuan tertentu), selisih kurs valuta asing, selisih lebih penilaian kembali aktiva, premi asuransi, iuran dari anggota perkumpulan, tambahan kekayaan neto, penghasilan usaha berbasis Syariah, imbalan bunga sesuai UU KUP, dan surplus Bank Indonesia.

Memahami objek PPh Badan membantu badan usaha mencatat seluruh penghasilan dengan akurat, melaporkan pajak secara tepat, dan mematuhi peraturan perpajakan. Setiap penghasilan yang termasuk objek pajak wajib disertakan dalam SPT Masa dan SPT Tahunan untuk menghindari sanksi dan mendukung transparansi laporan keuangan.

Kenapa Pengusaha Wajib PPh Badan

Pelaku usaha harus menaati pajak

Sebagai wajib pajak badan, kewajiban untuk membayar pajak tidak hanya soal memenuhi peraturan, tetapi juga terkait dengan kelangsungan dan kesehatan bisnis itu sendiri. Keterlambatan atau kesalahan dalam pelaporan pajak dapat memberikan dampak jangka panjang yang merugikan perusahaan.

Salah satu risiko utama yang perlu diwaspadai adalah sanksi dan denda yang dapat dikenakan oleh otoritas pajak. Berikut beberapa alasan mengapa pengusaha wajib PPh Badan, diantaranya:

1. Sanksi dan Denda

Sebagai contoh, jika terdapat keterlambatan dalam pembayaran atau kesalahan dalam pelaporan pajak, perusahaan dapat dikenakan denda yang cukup signifikan. Hal ini bisa mengganggu stabilitas keuangan perusahaan dan memperburuk cash flow yang sudah terbatas.

Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, terdapat ketentuan mengenai sanksi administratif dan pidana yang dapat dikenakan jika wajib pajak badan tidak memenuhi kewajiban perpajakan mereka dengan benar dan tepat waktu.

Selain itu, perusahaan juga harus memperhatikan aspek penyusutan fiskal yang merupakan bagian dari biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak (PKP). Penyusutan fiskal ini mengacu pada proses alokasi biaya aset tetap yang dimiliki perusahaan, yang dapat dikurangkan dari penghasilan perusahaan untuk tujuan pajak.

Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak

Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) UU No. 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), apabila wajib pajak tidak membayar pajak sesuai batas waktu yang ditentukan, maka akan dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang terutang. Denda ini dihitung mulai dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran dilakukan.

Sanksi Administratif atas Kesalahan Pelaporan

Jika terdapat kesalahan dalam faktur pajak dan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan, sesuai Pasal 13 ayat (1) KUP, wajib pajak akan dikenakan denda administratif sebesar 2% dari jumlah pajak yang kurang dibayar akibat kesalahan tersebut.

Kesalahan administratif ini dapat mencakup pengurangan penghasilan yang tidak sah atau pengakuan biaya yang tidak sesuai ketentuan perpajakan.

Sanksi Pidana

Jika kesalahan dalam pelaporan atau pembayaran pajak terjadi akibat penyalahgunaan atau penghindaran pajak, maka sesuai dengan Pasal 39 UU No. 28/2007, dapat dikenakan sanksi pidana. Sanksi pidana ini mencakup hukuman penjara hingga 6 tahun dan denda yang dapat mencapai 4 kali jumlah pajak yang tidak dibayar atau tidak dilaporkan dengan benar.

Denda atas Ketidaksesuaian Laporan

Jika wajib pajak tidak mengajukan SPT atau memberikan laporan yang tidak sesuai, sesuai Pasal 8 ayat (3) KUP, denda administrasi sebesar Rp500.000,00 akan dikenakan untuk setiap laporan yang tidak disampaikan tepat waktu. Jika terdapat informasi yang tidak lengkap atau tidak jelas dalam laporan SPT, denda sebesar Rp100.000,00 akan dikenakan.

2. Cashflow dan Beban Pajak

Menjaga cash flow perusahaan sangat krusial untuk kelancaran operasional. Kesalahan dalam perhitungan dan angsuran pajak dapat mengganggu dana operasional lainnya.

Oleh karena itu, perusahaan harus memastikan perhitungan PPh Badan tepat dan angsuran pajak sesuai dengan estimasi penghasilan. Pengelolaan pajak yang baik dapat menghindari beban berlebih dan menjaga stabilitas likuiditas perusahaan.

3. Kepatuhan Fiskal

Memenuhi kewajiban pajak tepat waktu meningkatkan reputasi perusahaan dan membuka akses ke insentif pajak, seperti transfer pricing dan tax holiday. Kepatuhan fiskal membantu mengurangi biaya dan meningkatkan daya saing, serta mendukung kontribusi perusahaan pada pembangunan ekonomi nasional.

ERP

Insentif dan Fasilitas PPh Badan Usaha

Dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang terdampak, pemerintah Indonesia telah memperkenalkan berbagai insentif dan fasilitas pajak. Insentif ini dirancang untuk membantu badan usaha, baik yang besar maupun kecil, dalam mengelola kewajiban perpajakan mereka secara lebih efisien.

Fasilitas-fasilitas ini tidak hanya memberikan pengurangan tarif pajak, tetapi juga memberikan dukungan bagi perusahaan yang beroperasi di sektor-sektor strategis. Dengan memahami berbagai fasilitas ini, badan usaha bisa lebih optimal dalam merencanakan pajak dan menjaga kelangsungan usahanya.

Salah satu hal yang perlu dipahami oleh setiap perusahaan adalah penerapan sistem perpajakan yang efisien. Salah satunya dengan menggunakan core tax system, yang membantu menyederhanakan pengelolaan kewajiban perpajakan dengan menerapkan dasar yang lebih transparan dan terintegrasi.

1. Skema Pengurangan Tarif

Salah satu insentif utama yang diberikan pemerintah adalah pengurangan tarif pajak untuk jenis-jenis badan usaha tertentu. Misalnya, berdasarkan Pasal 31E, perusahaan dengan omzet di bawah Rp50 miliar dapat menikmati tarif pajak yang lebih rendah.

Skema ini memberikan kesempatan bagi bisnis kecil dan menengah untuk mengurangi beban pajak mereka. Selain itu, perusahaan publik juga mendapatkan tarif pajak yang lebih rendah, yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi mereka di pasar modal.

2. Fasilitas Pajak Terkait COVID-19

Seiring dengan pandemi COVID-19, pemerintah juga memberikan insentif tambahan melalui pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dan kebijakan pemotongan pajak lainnya untuk membantu bisnis yang terdampak.

Perusahaan di sektor-sektor tertentu, seperti sektor kesehatan, pendidikan, dan jasa angkutan, bisa mendapatkan pengurangan kewajiban pajak untuk menjaga kelangsungan operasional mereka.

Selain itu, program insentif yang dikeluarkan juga mencakup fasilitas PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi karyawan yang bekerja pada sektor-sektor tertentu, serta penghapusan PPh Pasal 22 untuk perusahaan di sektor yang terdampak langsung oleh pandemi.

Ha ini juga dapat memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk mengelola kewajiban pajak mereka dengan lebih mudah, tanpa menambah beban biaya.

3. Tarif Preferensial 19% bagi Perusahaan Publik

Pemerintah Indonesia memberikan tarif pajak penghasilan badan yang lebih rendah bagi perusahaan publik yang memenuhi kriteria tertentu. Berdasarkan PP No. 77 Tahun 2013, perusahaan publik dengan lebih dari 40% saham diperdagangkan di bursa efek dan minimal 300 pemegang saham yang memiliki lebih dari 5% saham berhak mendapatkan tarif PPh Badan sebesar 19%.

Fasilitas ini bertujuan mendorong transparansi dan partisipasi publik di pasar modal Indonesia serta meningkatkan jumlah perseroan terbuka. Tarif preferensial pajak adalah aspek penting bagi investor, mendorong investasi, dan membantu pengembangan usaha perusahaan. Perusahaan yang memenuhi kriteria harus melampirkan bukti saat pelaporan pajak tahunan untuk memanfaatkan tarif pajak yang lebih rendah.

Dampak Kebijakan PPh Badan terhadap Investasi dan Ekonomi

Perubahan kebijakan PPh Badan yang dilakukan pemerintah berdampak signifikan terhadap iklim investasi dan ekonomi negara. Penurunan tarif pajak diharapkan meningkatkan daya saing perusahaan domestik dan menarik lebih banyak investasi.

Kebijakan ini juga menjadi langkah strategis untuk memperbaiki kinerja ekonomi pasca-pandemi, dengan memberikan insentif kepada sektor yang terdampak.

1. Penurunan Tarif Pajak

Penurunan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% merupakan kebijakan yang dirancang untuk memberikan ruang lebih bagi perusahaan untuk berkembang. Dengan penurunan ini, perusahaan dapat menikmati peningkatan laba bersih karena pengurangan beban pajak, yang pada akhirnya dapat mendorong lebih banyak investasi dan inovasi dalam sektor-sektor yang strategis.

2. Persaingan Global

Meskipun penurunan tarif PPh Badan tersebut memberikan keuntungan bagi perusahaan Indonesia. Namun, tarif pajak Indonesia tetap lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Misalnya, negara seperti Vietnam (15-17%), Singapura (17%), dan Thailand (20%) memiliki tarif pajak badan yang lebih rendah.

Dengan demikian, penurunan tarif pajak di Indonesia masih perlu diimbangi dengan kebijakan lain untuk meningkatkan daya tarik investasi, agar dapat bersaing lebih baik dengan negara-negara tetangga yang menawarkan tarif lebih rendah dan berbagai insentif fiskal.

3. Insentif Pajak

Untuk menarik lebih banyak investasi asing, pemerintah Indonesia juga menawarkan Insentif Pajak, seperti tax holiday dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Insentif ini memberi perusahaan kesempatan untuk bebas dari kewajiban PPh Badan selama jangka waktu tertentu, tergantung pada sektor dan lokasi investasi.

Tax holiday memberikan pembebasan pajak untuk investasi di sektor strategis dan daerah berkembang, sementara KEK menawarkan kemudahan fiskal dan non-fiskal untuk mendorong investasi asing. Kedua kebijakan ini bertujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.

Cara Penghitungan PPh Badan dan Contohnya

Rumus menghitung PPh Badan

Menghitung Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) dengan tepat sangat penting untuk memastikan kewajiban perpajakan perusahaan dipenuhi dengan benar. Proses perhitungan PPh Badan dimulai dengan mengetahui penghasilan kena pajak (PKP), yang akan dihitung berdasarkan pendapatan dan biaya yang dikeluarkan.

Ini cara menghitung PPh Badan dan contohnya untuk memudahkan pemahamannya secara menyeluruh, yaitu sebagai berikut:

1. Langkah Penghitungan PPh Badan

Proses penghitungan PPh Badan dimulai dengan menentukan Penghasilan Kena Pajak (PKP), yang dihitung dengan mengurangkan Pendapatan Bruto dengan Biaya yang dikeluarkan dan kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan.

Setelah PKP dihitung, PPh terutang dihitung berdasarkan tarif yang berlaku, seperti tarif PPh Final, tarif pengurangan, atau tarif umum.

Setelah menghitung pajak terutang, wajib pajak dapat mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar dengan kredit pajak yang sudah dibayarkan atau dipotong oleh pihak ketiga, seperti PPh Pasal 21 atau 23. Sisa pajak yang masih terutang setelah pengurangan kredit pajak ini dapat dicicil melalui angsuran PPh Pasal 25.

2. Contoh Penghitungan

Berikut adalah tiga contoh simulasi penghitungan PPh Badan berdasarkan tarif yang berbeda:

Contoh 1:

PT X memiliki penghasilan kena pajak sebesar Rp10 miliar dan dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan tarif sesuai Pasal 31E. Dengan tarif 50% dari 22%, perhitungan PPh yang harus dibayar adalah:

Pajak yang Harus Dibayar = (Rasio Pengurang Tarif × Tarif Normal) × Penghasilan Kena Pajak

PPh yang harus dibayar = (50% x 22%) x Rp10.000.000.000

PPh yang harus dibayar = 11%×Rp10.000.000.000

PPh yang harus dibayar = Rp1.100.000.000

Setelah dikurangi pajak yang sudah dibayar sebelumnya, yaitu Rp150 juta (PPh 21) dan Rp200 juta (PPh 23), pajak terutang PT X adalah:Ini

Pajak Terutang = PPh Badan PPh 21 PPh 23

Pajak terutang = Rp1.100.000.000 Rp150.000.000 Rp200.000.000

Pajak terutang = Rp750.000.000

Pajak yang terutang ini dapat dicicil dalam 12 bulan.

Angsuran per Bulan = Pajak Terutang : 12

Angsuran per Bulan Rp750.000.000 : 12

Angsuran per Bulan = Rp62.500.000

Contoh 2:

PT XYZ memiliki Penghasilan Kotor sebesar Rp100 miliar. Menggunakan tarif PPh Badan biasa sebesar 22%, pajak terutang dihitung sebagai berikut:

PPh Badan Terutang = (Rasio Pengurangan Tarif × Tarif Normal) × Penghasilan Kena Pajak

PPh Badan Terutang = 50% x 22% x Rp100.000.000.000

PPh Badan Terutang = Rp11.000.000.000

Setelah dikurangi PPh 21 yang sudah dibayar Rp1 miliar dan PPh 23 sebesar Rp2 miliar, pajak yang masih harus dibayar adalah:

Pajak yang Masih Harus Dibayar = PPh Badan Terutang PPh 21 PPh 23

Pajak yang Masih Harus Dibayar = 11.000.000.000 1.000.000.000 2.000.000.000

Pajak yang Masih Harus Dibayar = Rp8.000.000.000

PT XYZ dapat mencicil Rp8.000.000.000 melalui angsuran pajak bulanan setelah memperoleh persetujuan dari kantor pajak setempat.

Contoh 3:

Dalam konteks pengadaan, perusahaan juga perlu mengetahui cara menghitung PPh pengadaan barang dan jasa. Pajak ini biasanya berkaitan dengan pembayaran kepada vendor atau penyedia jasa. Berikut adalah contoh penghitungan PPh yang berlaku dalam transaksi pengadaan:

PT ABC melakukan pengadaan barang dari supplier dengan nilai kontrak sebesar Rp5 miliar. Supplier mengenakan tarif PPh 23 sebesar 2% untuk transaksi pengadaan ini. Penghitungan PPh yang harus dipotong adalah:

PPh yang Dipotong = Nilai Kontrak × Tarif PPh

PPh yang Dipotong = Rp5.000.000.000 × 2%

PPh yang Dipotong = Rp100.000.000

Pajak yang dipotong ini harus dibayarkan kepada negara dan disetor melalui mekanisme yang sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku. Dalam hal ini, PT ABC dapat memotong dan menyetorkan PPh 23 sebesar Rp100 juta kepada pihak pajak. Sisa pembayaran kepada supplier setelah pemotongan pajak adalah:

Pembayaran kepada Supplier = Nilai Kontrak – PPh yang Dipotong

Pembayaran kepada Supplier = Rp5.000.000.000 – Rp100.000.000

Pembayaran kepada Supplier = Rp4.900.000.000

Ini menunjukkan pentingnya perusahaan untuk selalu mematuhi kewajiban perpajakan dalam transaksi pengadaan, termasuk memahami cara menghitung PPh dan PPN dalam pengadaan, untuk menjaga transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi perpajakan.

Selain memahami perhitungan pajak PPh, penting juga untuk memahami cara menghitung PPN, di mana kedua jenis pajak ini saling terkait dan mempengaruhi kewajiban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan. PPN dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa yang dilakukan oleh perusahaan, baik itu penjualan domestik maupun impor.

Pelaporan dan Kepatuhan PPh Badan

Setiap badan usaha harus memastikan pembayaran pajak tepat waktu dan pelaporan kewajiban perpajakan secara akurat. Pelaporan yang tepat mencegah sanksi dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi perpajakan. Badan usaha dapat memenuhi kewajiban ini melalui pelaporan tahunan maupun angsuran bulanan.

1. SPT Tahunan (Formulir 1771)

Setiap badan usaha yang dikenakan PPh Badan wajib mengisi dan melaporkan SPT Tahunan PPh Badan melalui Formulir 1771. Formulir ini harus disampaikan kepada DJP paling lambat tanggal 30 April setiap tahunnya. Laporan pajak perusahaan mencakup seluruh penghasilan, pengurangan, dan pajak terutang badan usaha selama satu tahun pajak.

2. Angsuran PPh Pasal 25

Selain pelaporan tahunan, badan usaha juga wajib membayar angsuran pajak penghasilan setiap bulannya berdasarkan estimasi Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dihasilkan. Pembayaran angsuran ini dilakukan sesuai dengan PPh Pasal 25, di mana jumlah angsuran dihitung berdasarkan proyeksi penghasilan yang diharapkan selama tahun pajak.

Angsuran ini harus dibayar tepat waktu agar tidak dikenakan sanksi atau denda. Angsuran ini juga mempermudah perusahaan untuk memenuhi kewajiban pajak secara bertahap sepanjang tahun.

3. Metode Bayar dan Lapor Modern

Untuk mempermudah proses pelaporan dan pembayaran pajak, kini pemerintah Indonesia menyediakan sistem e-Filing dan e-Billing melalui portal DJP Online. Dengan sistem ini, wajib pajak dapat melaporkan SPT dan membayar angsuran pajak secara online, mengurangi kerumitan dan meningkatkan efisiensi.

Sistem ini memastikan laporan dan pembayaran dilakukan tepat waktu tanpa perlu mengunjungi kantor pajak, mempercepat dan memperjelas proses. Bagi perusahaan dengan transaksi dengan term of payment tertentu, penting memastikan kesepakatan pembayaran dijalankan dengan baik untuk menjaga kelancaran operasional dan kewajiban pajak yang tepat waktu.

Strategi Optimalisasi PPh Badan

Untuk memaksimalkan efisiensi perpajakan dan meminimalkan beban pajak, perusahaan perlu memiliki strategi yang tepat. Strategi optimalisasi PPh Badan melibatkan perencanaan pajak cermat, pemanfaatan teknologi seperti SSE Pajak, insentif pajak, audit rutin, dan integrasi sistem manajemen pajak dengan akuntansi.

1. Perencanaan Pajak

Salah satu langkah awal dalam strategi optimalisasi PPh Badan adalah perencanaan pajak yang matang. Perusahaan dapat memanfaatkan insentif dan fasilitas pengurangan tarif yang tersedia, seperti yang diatur dalam Pasal 31E untuk pengurangan tarif bagi badan usaha dengan omzet tertentu.

Selain itu, tarif 19% yang berlaku untuk perusahaan publik yang memenuhi kriteria juga dapat membantu mengurangi beban pajak. Perencanaan yang baik akan memastikan bahwa perusahaan dapat memanfaatkan seluruh fasilitas perpajakan yang ada dengan cara yang optimal, mengurangi kewajiban pajak yang terutang, dan menjaga likuiditas perusahaan.

Untuk memastikan data pajak yang akurat, perusahaan juga harus melakukan rekonsiliasi PPN secara teratur, guna menghindari kesalahan dalam perhitungan dan pelaporan yang dapat berdampak pada kewajiban pajak.

2. Audit dan Compliance

Audit dan review kepatuhan adalah kunci untuk memastikan penggunaan insentif dan fasilitas pajak sesuai peraturan. Perusahaan perlu melakukan ekualisasi pajak dan audit rutin untuk memastikan perhitungan dan pelaporan pajak yang benar. Audit berkala membantu mendeteksi kesalahan lebih awal dan menghindari sanksi atau denda akibat ketidakpatuhan.

3. Integrasi Sistem Manajemen Pajak

Integrasi manajemen pajak dengan software akuntansi mempermudah penghitungan dan pelaporan pajak secara otomatis, mengurangi kesalahan, dan memberikan visibilitas real-time terhadap kewajiban perpajakan. Hal ini juga membantu perusahaan memantau pengeluaran pajak dan memastikan kepatuhan.

Namun, meskipun integrasi sistem sangat membantu, perusahaan juga membutuhkan solusi otomatisasi yang lebih menyeluruh untuk mempercepat proses dan meningkatkan akurasi dalam pengelolaan PPh Badan. Ini adalah tempat di mana solusi perangkat lunak seperti ScaleOcean dapat memberikan nilai tambah yang besar bagi perusahaan.

Otomatis Hitung PPh Badan dengan Software Akuntansi ScaleOcean

Mengelola Pajak Penghasilan (PPh) Badan bisa menjadi tantangan yang rumit, terutama bagi perusahaan dengan volume transaksi yang besar dan beragam. Selain PPh Badan, perusahaan juga perlu memperhatikan kewajiban Pajak PPN yang terkait dengan transaksi barang dan jasa.

Kesalahan dalam perhitungan pajak atau ketidaktepatan dalam pelaporan bisa menyebabkan sanksi dan denda yang merugikan. Tanpa sistem yang tepat, proses ini cenderung memakan waktu dan rentan terhadap kesalahan manual, yang dapat mempengaruhi kelancaran operasi bisnis.

Jika Anda ingin mengelola Pajak Penghasilan Badan dengan lebih efisien dan akurat, ScaleOcean menawarkan solusi ERP Akuntansi yang terintegrasi dan otomatis. Dengan sistem yang mengotomatiskan perhitungan pajak dan pelaporan keuangan real-time, software ini akan membantu mempercepat pengelolaan pajak, memastikan akurasi data, dan meminimalkan kesalahan.

Software ERP ini memudahkan pengelolaan PPh Badan dengan otomatisasi pajak, meningkatkan akurasi, dan mengurangi risiko kesalahan. Mereka juga menawarkan konsultasi dan demo gratis untuk menunjukkan keunggulan ERP Akuntansi. Berikut fitur-fitur yang mendukung otomatisasi pajak dengan software ScaleOcean:

  1. Pencatatan Transaksi Pajak dengan Detail: Sistem ini memungkinkan pencatatan transaksi pajak secara rinci, termasuk pemotongan dan penyetoran pajak, untuk memastikan kewajiban pajak terkelola dengan baik. Dengan template pelaporan yang terintegrasi, pembuatan laporan pajak jadi lebih cepat dan akurat, serta sesuai dengan format CORE TAX untuk kepatuhan yang tepat waktu.
  2. Integrasi Laporan Keuangan: Semua transaksi keuangan, baik pendapatan, pengeluaran, dan pajak, terintegrasi dalam satu sistem. Ini memastikan konsistensi data dan mengurangi risiko kesalahan dalam perhitungan pajak.
  3. Perhitungan Pajak Otomatis: Fitur ini secara otomatis menghitung PPh Badan berdasarkan data transaksi yang tercatat dalam sistem, memastikan perhitungan yang akurat dan tepat waktu.
  4. Rekonsiliasi Pajak dan Pembayaran: Modul ini mendukung rekonsiliasi pembayaran pajak, termasuk PPh Badan, dengan transaksi keuangan yang tercatat di sistem. Fitur ini sangat membantu dalam memastikan bahwa kewajiban pajak sesuai dengan pembukuan keuangan yang ada.
  5. Pembayaran Pajak Otomatis: Fitur ini memungkinkan pembayaran pajak yang lebih efisien dan tepat waktu melalui integrasi dengan sistem bank atau layanan pembayaran pajak.

Dengan menggunakan ScaleOcean revenue software, perhitungan dan pengelolaan PPh Badan dapat lebih akurat dan terkontrol secara otomatis dalam satu sistem terintegrasi. Ini juga dapat menghemat waktu dan tenaga dalam proses pelaporan pajak tahunan, serta meminimalisir potensi sanksi akibat ketidaksesuaian dalam pelaporan PPh Badan.

Kesimpulan

PPh Badan adalah kewajiban yang harus dipahami dengan baik oleh setiap perusahaan, mulai dari pengertian dasar, jenis dan tarif pajaknya, hingga cara penghitungan dan pelaporan yang tepat. Memahami setiap aspek dari PPh Badan sangat penting agar perusahaan dapat mengelola kewajiban perpajakannya dengan benar.

Software akuntansi ScaleOcean menjadi solusi terbaik yang dapat membantu perusahaan memastikan proses penghitungan pajak dilakukan dengan lebih cepat, akurat, dan bebas dari risiko kesalahan. Dengan solusi yang terintegrasi dan otomatis, perusahaan dapat fokus pada pengembangan bisnis tanpa khawatir mengenai masalah perpajakan.

Lakukan demo gratis dengan konsultan terbaik ScaleOcean untuk dapatkan solusi unggulan ini!

FAQ:

1. Tarif PPh badan 22% mulai kapan?

Tarif PPh Badan sebesar 22% mulai berlaku pada Tahun Pajak 2020, berdasarkan UU No. 2 Tahun 2020 Pasal 5 ayat (1). Tarif ini kemudian ditetapkan kembali melalui UU HPP No. 7/2021 untuk berlaku mulai Tahun Pajak 2022 dan seterusnya.

2. Apa itu PPh 21 badan?

PPh 21 Badan adalah pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Pemotongan ini dilakukan oleh pemberi kerja, badan, atau perusahaan sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk pajak yang terkait dengan pekerjaan atau jasa.

3. PPh Pasal 25 badan itu apa?

PPh Pasal 25 adalah pembayaran pajak penghasilan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak setiap bulan secara angsuran. Sistem ini dirancang untuk meringankan beban Wajib Pajak dengan menghindari pembayaran pajak sekaligus pada saat penyampaian SPT Tahunan, dengan cara membayar angsuran bulanan.

Jadwalkan Demo Gratis

Error message
Error message
Error message
Error message
Error message
Error message

Rekomendasi Artikel Terkait

Temukan Artikel Serupa untuk Solusi Bisnis Lebih Lengkap