Tahukah Anda bahwa perhitungan PPN yang salah bisa berakibat pada denda dan masalah pajak yang rumit? Jangan biarkan hal itu terjadi! Penting bagi Anda untuk menghitung PPN dengan tepat dan pastikan bisnis Anda selalu sesuai dengan peraturan pajak.
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak yang dikenakan atas setiap transaksi jual beli barang atau jasa di Indonesia. Menghitung PPN dengan benar sangat penting bagi setiap bisnis untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan pajak dan menghindari denda.
Di artikel ini akan dibahas secara lengkap mengenai cara menghitung PPN 11%, dan bagaimana rumus, langkah menghitung, serta contohnya untuk memudahkan Anda untuk menghitung PPN, serta cara penerapannya dalam transaksi bisnis sehari-hari. Pahami selengkapnya di sini!
- Tarif PPN di Indonesia terbaru naik menjadi 12% untuk barang dan jasa mewah, sementara untuk barang non-mewah, tarif efektifnya tetap 11%.
- Objek PPN meliputi penyerahan barang dan jasa kena pajak, impor barang, pemanfaatan barang atau jasa di daerah pabean, serta ekspor dan transaksi lain yang ditetapkan pemerintah.
- Cara menghitung PPN melibatkan penentuan dasar pengenaan pajak (DPP), perhitungan PPN terutang, pembuatan faktur, rekonsiliasi, serta penyetoran dan pelaporan.
- Software akuntansi terbaik ScaleOcean dapat mempermudah seluruh proses perhitungan, pencatatan, dan pelaporan PPN secara otomatis, mengurangi kesalahan dan meningkatkan efisiensi.
Tarif Terbaru PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 2025
Mulai 1 Januari 2025, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia mengalami kenaikan. Tarif umum PPN meningkat dari 11% menjadi 12%, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024.
Akan tetapi, perubahan tarif Pajak Penambahan Nilai (PPN) ini tidak langsung mempengaruhi semua barang dan jasa. PPN 12% diberlakukan hanya dikenakan pada barang dan jasa yang tergolong mewah, contohnya seperti kendaraan bermotor mewah, rumah mewah, kapal pesiar, dan pesawat pribadi.
Untuk barang dan jasa non-mewah, meskipun tarif nominal PPN ditetapkan sebesar 12%, dasar pengenaan pajaknya dihitung dengan mengalikan 11/12 dari harga jual, nilai impor, atau penggantian. Dengan demikian, tarif efektif PPN untuk barang dan jasa non-mewah tetap sebesar 11%.
Baca juga: Billing System: Manfaat, Jenis, dan 6 Rekomendasi Terbaiknya
Objek PPN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas transaksi jual beli barang dan jasa di Indonesia. Sebagai bagian penting dalam sistem perpajakan Indonesia, ada beberapa objek yang dikenakan PPN, mulai dari penyerahan barang dan jasa hingga transaksi tertentu yang diatur oleh pemerintah.
Memahami objek PPN sangat penting agar bisnis dapat memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar dan menghindari masalah hukum di kemudian hari. Berikut penjelasannya!
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
BKP mencakup semua jenis barang yang dijual atau diserahkan oleh pengusaha kepada konsumen. Ini termasuk barang konsumsi sehari-hari, barang modal, serta barang yang digunakan untuk produksi atau usaha.
PPN dikenakan pada saat barang tersebut dipindahtangankan, baik melalui jual beli, hibah, atau transaksi lainnya. Penyerahan barang impor juga masuk dalam kategori ini, yang akan dikenakan PPN harus disertai dengan faktur pajak pada saat barang memasuki wilayah Indonesia.
2. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP)
Jasa yang diberikan oleh penyedia jasa yang terdaftar sebagai PKP akan dikenakan PPN. JKP meliputi berbagai jenis layanan, seperti jasa konsultasi, pendidikan, kesehatan, perhotelan, konstruksi, dan jasa transportasi.
Objek pajak ini juga diterapkan atas biaya yang dibebankan kepada penerima jasa. Sebagai contoh, apabila sebuah perusahaan konsultan memberikan layanan kepada klien, maka PPN akan dikenakan atas biaya jasa yang disepakati.
3. Impor Barang Kena Pajak
Impor barang kena pajak merujuk pada barang yang dibawa masuk ke Indonesia dari luar negeri dan dikenakan PPN pada saat barang tersebut masuk ke wilayah pabean Indonesia. PPN ini dihitung berdasarkan harga impor barang yang mencakup nilai barang, biaya pengiriman, dan biaya lainnya.
Pengusaha yang melakukan impor wajib membayar PPN kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan bisa mengkreditkan PPN tersebut jika terdaftar sebagai PKP.
4. Pemanfaatan BKP atau JKP di dalam Daerah Pabean
Pemanfaatan BKP atau JKP di dalam negeri, meskipun tidak ada transaksi jual beli langsung, juga dikenakan PPN. Ini terjadi ketika barang atau jasa yang diterima oleh perusahaan atau individu digunakan untuk kepentingan sendiri, bukan untuk dijual kembali.
Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan menggunakan barang yang telah dibeli untuk operasional internal, maka pemanfaatan tersebut dikenakan PPN berdasarkan harga beli barang atau biaya jasa yang dimanfaatkan.
Untuk memastikan kewajiban pajak terkait dengan pemanfaatan ini tercatat dengan benar, perusahaan perlu melakukan ekualisasi pajak yang dapat membantu menyesuaikan perhitungan pajak yang terutang dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.
5. Ekspor Barang Kena Pajak
Ekspor barang juga merupakan objek PPN, namun biasanya tidak dikenakan PPN, melainkan mendapatkan fasilitas pembebasan atau tarif 0%. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mendorong ekspor dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar internasional.
Meskipun demikian, barang yang diekspor tetap harus tercatat dalam laporan PPN dan diadministrasikan dengan baik agar memenuhi ketentuan pajak yang berlaku.
Pemahaman yang tepat tentang PPN masukan dan keluaran sangat penting dalam hal ini, karena meskipun ekspor dibebaskan dari PPN, perusahaan tetap harus mencatat transaksi dengan benar dan memastikan semua kewajiban pajak terkait tercatat dalam laporan PPN dengan akurat.
6. Transaksi Lain yang Ditentukan oleh Pemerintah
Selain transaksi yang sudah disebutkan, ada jenis transaksi tertentu yang juga dapat dikenakan PPN dan menjadi objek jika ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan.
Ini termasuk transaksi yang melibatkan barang atau jasa tertentu yang tidak biasa, misalnya pemberian barang atau jasa sebagai bagian dari kegiatan yang berkaitan dengan promosi atau transaksi lainnya yang tidak langsung melibatkan penjualan.
Cara Menghitung PPN dan Contohnya

Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah langkah penting dalam setiap transaksi bisnis di Indonesia, baik untuk barang maupun jasa. PPN dikenakan pada penjualan barang atau jasa dan dihitung berdasarkan harga jual (Dasar Pengenaan Pajak/DPP) sebelum PPN ditambahkan.
Dalam menghitung PPN, tarif yang berlaku dapat bervariasi, seperti tarif 11% atau 12%. Di sini akan dijelaskan cara menghitung PPN serta memberikan contoh perhitungan untuk tarif 11% dan 12%, agar Anda dapat memahami proses perhitungan yang tepat dalam praktik bisnis sehari-hari. Pahami selengkapnya di sini!
1. Menentukan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah nilai atau harga barang atau jasa sebelum dikenakan PPN. DPP dihitung berdasarkan nilai transaksi penjualan atau penerimaan. Sebagai contoh, jika sebuah barang dijual seharga Rp1.000.000, maka DPP adalah Rp1.000.000.
DPP harus dihitung dengan cermat berdasarkan laporan pajak perusahaan karena seluruh perhitungan PPN akan bergantung pada nilai ini. Oleh karena itu, DPP mencakup harga jual barang atau jasa yang diserahkan kepada pembeli.
2. Menghitung PPN Terutang
Untuk menghitung PPN terutang, Anda bisa menggunakan rumus berikut:
DPP × Tarif PPN
Dengan rumus ini, Anda bisa menghitung PPN dengan tarif 11% atau 12%.
- Untuk tarif PPN 11%, jika DPP barang adalah Rp1.000.000, maka PPN = 11% × Rp1.000.000 = Rp110.000.
- Untuk tarif PPN 12%, PPN yang terutang adalah 12% × Rp1.000.000 = Rp120.000.
Menghitung PPN terutang sangat penting agar bisnis dapat menyetor jumlah yang benar kepada negara sesuai dengan tarif yang berlaku, dan menghindari masalah pajak di kemudian hari.
3. Membuat Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah dokumen resmi yang digunakan sebagai bukti pemungutan PPN. Faktur ini wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk setiap transaksi penjualan atau jasa yang dikenakan PPN.
Faktur pajak memuat informasi mengenai DPP, tarif PPN, jumlah PPN yang terutang, serta data penjual dan pembeli. Setiap transaksi penjualan yang dikenakan PPN harus disertai dengan faktur pajak lainnya, seperti pajak PPh agar dapat tercatat dengan baik di sistem perpajakan dan dapat digunakan untuk rekonsiliasi.
4. Rekonsiliasi dan Pelaporan
Setelah menghitung dan membuat faktur pajak, langkah selanjutnya adalah rekonsiliasi antara PPN keluaran (dari penjualan) dan PPN masukan (dari pembelian). Rekonsiliasi ini penting untuk memastikan apakah ada PPN lebih bayar atau kurang bayar.
Jika PPN keluaran lebih besar, selisihnya harus disetorkan ke negara. Perhitungan ini dapat dilakukan dengan rumus pendekatan produksi, dan hasilnya harus dilaporkan melalui SPT Masa PPN tepat waktu untuk menghindari sanksi.
5. Menyetor dan Melaporkan PPN
Setelah menghitung PPN yang terutang dan melakukan rekonsiliasi, langkah terakhir adalah menyetor PPN ke kas negara dan melaporkan kewajiban PPN tersebut melalui SPT Masa PPN.
Setoran dilakukan maksimal H+1 bulan setelah periode pajak berakhir, atau paling lambat pada tanggal 30 atau 31 bulan berikutnya, tergantung pada periode transaksi. Penting untuk melakukan rekonsiliasi PPN, serta melaporkan dan menyetor tepat waktu untuk menghindari denda dan sanksi dari otoritas pajak, serta menjaga kepatuhan pajak yang baik.
Hitung Pajak Otomatis dengan Software Akuntansi ScaleOcean
Menghitung PPN dengan menggunakan software akuntansi ScaleOcean memberikan solusi terbaik untuk perusahaan yang ingin memastikan akurasi dan kepatuhan dalam setiap transaksi pajak.
ScaleOcean mampu mengintegrasikan transaksi penjualan dan pembelian langsung dengan modul akuntansi, sehingga setiap transaksi yang melibatkan PPN dihitung dan dicatat secara otomatis.
Selain itu, penggunaan ScaleOcean menjadikan perhitungan PPN tidak hanya lebih cepat dan efisien, tetapi juga lebih aman dan dapat diandalkan, memberikan kontrol penuh atas kewajiban pajak perusahaan. Anda bisa melakukan demo gratis dan konsultasi dengan tim profesional ScaleOcean untuk dapatkan solusi unggulan dan terkustomisasi ini!
Terdapat beberapa fitur khusus yang ditawarkan ScaleOcean untuk mengelola pajak bisnis Anda, diantaranya sebagai berikut:
- Penghitungan Pajak Otomatis: Fitur ini memungkinkan perhitungan PPN secara otomatis sesuai dengan aturan yang berlaku, mengurangi risiko kesalahan dalam perhitungan pajak.
- Pelaporan Real-Time: Pemantauan transaksi dan status pajak secara langsung. Setiap transaksi yang melibatkan PPN akan tercatat dan dapat dilihat dalam waktu nyata, yang memudahkan pengambilan keputusan dan kepatuhan pajak.
- Integrasi Modul Lain: Software ini mengintegrasikan berbagai modul bisnis seperti penjualan, pembelian, dan pengelolaan inventaris, yang memastikan bahwa semua transaksi terkait PPN otomatis tercatat dengan benar, mengurangi kesalahan manual.
- Pembuatan Laporan Pajak: Mempermudah pembuatan laporan perpajakan yang sesuai dengan regulasi yang berlaku, baik untuk PPN maupun pajak lainnya. Laporan ini dapat disesuaikan dan langsung siap untuk diajukan ke otoritas pajak.
- Manajemen Faktur Pajak: Sistem ini mengelola faktur pajak secara otomatis, memungkinkan pembuatan dan pencatatan faktur yang sesuai dengan ketentuan PPN, serta meminimalkan risiko kesalahan dalam pengeluaran faktur.
- Pengelolaan Pembayaran dan Penerimaan Pajak: Mengelola transaksi pajak baik yang diterima maupun yang dibayarkan, memastikan pencatatan yang akurat dan memastikan pembayaran pajak dilakukan tepat waktu.
- Customizable Tax Rates: Menyediakan fleksibilitas untuk menyesuaikan tarif pajak sesuai dengan kebutuhan spesifik perusahaan dan regulasi pajak di berbagai lokasi atau sektor industri.
Dengan fitur-fitur ini, ScaleOcean membantu perusahaan untuk mempermudah proses perhitungan, pencatatan, dan pelaporan PPN, yang pada gilirannya mengurangi potensi kesalahan dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi perpajakan.
Kesimpulan
Dalam menghitung PPN, penting untuk memastikan bahwa perhitungan dilakukan dengan tepat sesuai dengan tarif yang berlaku, baik itu 11% atau 12%. Proses ini melibatkan penentuan Dasar Pengenaan Pajak (DPP), menghitung PPN terutang, serta membuat faktur pajak dan melakukan rekonsiliasi.
Untuk mempermudah proses ini, perusahaan dapat menggunakan Software Akuntansi ScaleOcean, yang menawarkan fitur otomatisasi perhitungan PPN, pembuatan faktur pajak, serta integrasi dengan modul lain, memastikan kepatuhan pajak dan efisiensi operasional.
Cobalah demo gratis untuk melihat bagaimana ScaleOcean dapat mendukung manajemen pajak dan keuangan bisnis Anda.
FAQ:
1. Apa itu PPN?
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang atau jasa di dalam negeri. Pajak ini dibebankan pada setiap tahapan produksi dan distribusi, tetapi ditanggung oleh konsumen akhir.
2. Bagaimana cara menghitung PPN?
Pada dasarnya, perhitungan PPN sangat sederhana, yaitu dengan mengalikan harga jual barang atau jasa dengan tarif PPN yang berlaku. Di Indonesia, tarif PPN saat ini adalah 11%.
PPN yang Terutang = Dasar Pengenaan Pajak (DPP) × Tarif PPN
Di mana Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah harga jual atau nilai penggantian.
Contoh: Jika sebuah barang memiliki harga jual Rp 100.000, maka:
PPN = Rp100.000 × 11% = Rp11.000
Sehingga, total harga yang harus dibayar oleh konsumen adalah Rp 100.000 + Rp 11.000 = Rp 111.000.
3. Apa perbedaan PPN Masukan dan PPN Keluaran?
Dalam konteks bisnis, ada dua jenis PPN yang perlu dipertimbangkan:
1. PPN Keluaran: PPN yang dipungut oleh perusahaan saat menjual barang atau jasa. PPN ini adalah utang perusahaan kepada pemerintah.
2. PPN Masukan: PPN yang dibayar oleh perusahaan saat membeli barang atau jasa dari pemasok. PPN ini dapat dikreditkan untuk mengurangi PPN Keluaran.
Di akhir periode, perusahaan hanya perlu membayar selisihnya:
PPN yang harus diseto r= PPN Keluaran − PPN Masukan
Jika PPN Keluaran lebih besar dari PPN Masukan, perusahaan harus menyetorkan selisihnya. Jika PPN Masukan lebih besar, perusahaan bisa mengajukan restitusi atau mengkreditkannya untuk periode pajak berikutnya.



