Mengenal Transfer Pricing dalam Dunia Pajak

ScaleOcean Team
Posted on
Share artikel ini

Perusahaan multinasional dengan cabang di berbagai negara sering menggunakan transfer pricing untuk menetapkan harga transaksi antar cabang yang memiliki hubungan afiliasi. Meskipun sah, mekanisme ini sering menjadi perhatian pemerintah dan otoritas pajak karena dapat mempengaruhi pembayaran pajak dan distribusi keuntungan.

Praktik transfer pricing dapat mengoptimalkan pajak, namun juga berisiko digunakan untuk menghindari pajak dengan memindahkan laba ke negara ber tarif pajak rendah. Penyalahgunaannya dapat merugikan negara dan mengarah pada penghindaran pajak yang tidak sah, serta berpotensi menimbulkan denda atau sanksi hukum.

Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai apa itu transfer pricing, alasan praktik ini dilakukan, serta bagaimana peraturan perpajakan Indonesia mengaturnya. Artikel ini juga akan menjelaskan pentingnya prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam transfer pricing, serta kewajiban perusahaan untuk menyusun dokumentasi yang sesuai dengan regulasi yang ada.

starsKey Takeaways
  • Transfer pricing adalah kebijakan harga dalam transaksi antar pihak yang memiliki hubungan istimewa, yang tidak selalu ilegal namun berisiko disalahgunakan untuk penghindaran pajak.
  • Cara kerja transfer pricing meliputi: penetapan harga antar entitas, menggunakan prinsip arm’s length, pengaruh pada pajak dan laba, pengawasan dan regulasi
  • Ada dua alasan terjadinya transfer pricing yaitu untuk tujuan komersial dan tujuan pajak.
  • Software Akuntansi ScaleOcean menyediakan solusi untuk mengoptimalkan proses transfer pricing dengan fitur yang memungkinkan perusahaan untuk memantau dan mengelola transaksi antar perusahaan secara efisien dan akurat.

Coba Demo Gratis!

requestDemo

Apa Itu Transfer Pricing?

Transfer pricing adalah kebijakan harga yang diterapkan dalam transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan khusus. Definisi ini pada dasarnya bersifat netral. Aspek ini juga merupakan harga yang ditetapkan untuk transaksi antar cabang atau anak perusahaan dalam grup yang sama.

Contohnya, jika perusahaan A di Indonesia menjual barang ke anak perusahaan B di Singapura, harga yang ditentukan antara keduanya disebut sebagai transfer pricing. Dalam praktiknya, harga ini bisa berbeda dengan harga pasar yang berlaku antara dua perusahaan yang tidak memiliki hubungan afiliasi.

Praktik ini menjadi sangat relevan bagi perusahaan multinasional yang memiliki anak perusahaan di berbagai negara dengan yurisdiksi pajak yang berbeda. Harga yang ditetapkan akan memengaruhi besarnya laba yang dilaporkan oleh masing-masing entitas.

Hal ini secara langsung berdampak pada laporan akuntansi keuangan bisnis dan kewajiban pajak di setiap negara. Namun, meskipun sah, transfer pricing sering kali menjadi perhatian utama otoritas pajak.

Praktik ini bisa disalahgunakan untuk menghindari kewajiban pajak yang adil. Oleh karena itu, regulasi transfer pricing dibuat untuk memastikan bahwa harga yang ditetapkan antar perusahaan dalam grup tersebut wajar dan tidak digunakan untuk tujuan penghindaran pajak yang merugikan negara.

Cara Kerja Transfer Pricing

Cara kerja Transfer Pricing mengacu pada penetapan harga untuk barang, jasa, atau hak kekayaan intelektual yang diperdagangkan antar entitas dalam perusahaan yang memiliki hubungan istimewa. Berikut penjelasan lebih rinci tentang cara kerja transfer pricing di perusahaan:

1. Penetapan Harga Antar Entitas

Transfer pricing bekerja dengan menetapkan harga jual atau biaya untuk transaksi internal antara cabang atau anak perusahaan dalam satu grup perusahaan. Harga ini digunakan untuk menghitung net profit margin dan biaya pada tiap entitas yang terlibat.

2. Menggunakan Prinsip Arm’s Length

Prinsip arm’s length adalah aturan yang digunakan untuk memastikan bahwa harga yang ditetapkan antara perusahaan terkait sama dengan harga yang akan disetujui oleh perusahaan yang tidak memiliki hubungan istimewa. Tujuannya adalah menghindari manipulasi harga untuk mengalihkan laba.

3. Pengaruh pada Pajak dan Laba

Transfer pricing mempengaruhi pengalokasian laba antar entitas yang berbeda negara, yang dapat mempengaruhi pajak yang harus dibayar. Misalnya, sebuah perusahaan dapat menetapkan harga yang lebih rendah untuk transaksi dengan anak perusahaan di negara dengan pajak lebih rendah untuk mengurangi kewajiban pajak di negara asal.

4. Pengawasan dan Regulasi

Untuk mencegah penyalahgunaan, banyak negara memiliki peraturan ketat mengenai transfer pricing. Perusahaan harus melaporkan metode dan kebijakan transfer pricing mereka kepada otoritas pajak dan dapat diaudit untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan internasional dan domestik.

Dengan memahami cara kerja transfer pricing, perusahaan dapat memastikan bahwa mereka mengikuti aturan yang berlaku sambil mengoptimalkan struktur biaya dan pajak mereka.

Mengapa Terjadi Transfer Pricing?

Terdapat dua alasan utama mengapa perusahaan menerapkan transfer pricing, yaitu untuk tujuan komersial dan tujuan pajak. Dari sisi komersial, harga transfer digunakan sebagai alat ukur kinerja manajerial setiap divisi atau anak perusahaan.

Dengan menetapkan harga internal, manajemen puncak dapat menghitung valuasi perusahaan dan mengevaluasi profitabilitas ssetiap unit seolah-olah mereka adalah entitas yang independen. Selain itu, penetapan harga transfer membantu dalam pengambilan keputusan strategis terkait alokasi sumber daya internal.

Misalnya, perusahaan dapat mengarahkan produksi ke anak perusahaan dengan biaya operasional terendah. Praktik ini memastikan efisiensi dan optimalisasi sumber daya di seluruh grup.

Namun, dari sisi pajak, transfer pricing dapat disalahgunakan untuk meminimalkan beban pajak global perusahaan. Praktik ini dikenal sebagai tax avoidance (penghindaran pajak), di mana laba sengaja digeser dari negara dengan tarif pajak tinggi ke negara dengan tarif pajak rendah (tax haven). Inilah aspek yang paling diawasi ketat oleh otoritas pajak di seluruh dunia.

Transfer Pricing dalam Peraturan Perpajakan Indonesia

Transfer pricing dalam perpajakan Indonesia, diatur oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 213/PMK.03/2016. Regulasi ini mengharuskan perusahaan untuk menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam menetapkan harga transaksi antar perusahaan dalam grup.

Prinsip ini dikenal dengan sebutan arm’s length principle, yang mengharuskan harga yang digunakan untuk transaksi antar entitas dalam grup sama dengan harga yang berlaku di pasar bebas.

1. Regulasi Utama yang Mengatur Transfer Pricing di Indonesia

Salah satu regulasi utama yang mengatur transfer pricing adalah Peraturan Menteri Keuangan No. 213/PMK.03/2016. Regulasi ini mengatur secara rinci kewajiban perusahaan untuk menerapkan arm’s length principle dalam transaksi antar cabang atau anak perusahaan.

Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak juga menetapkan aturan terkait dokumentasi yang harus disusun oleh perusahaan guna memastikan transparansi dan kewajaran harga yang digunakan.

2. Prinsip Arm’s Length dalam Transfer Pricing

Prinsip arm’s length yang digunakan dalam transfer pricing diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). Pasal ini menyebutkan bahwa transaksi antar pihak yang memiliki hubungan istimewa harus memenuhi ketentuan kewajaran yang tidak dipengaruhi oleh hubungan tersebut.

Harga yang digunakan harus setara dengan harga yang berlaku dalam transaksi antara pihak yang independen. Regulasi ini bertujuan untuk mencegah manipulasi harga yang bisa merugikan pendapatan negara.

Selain itu, Pasal 18 ayat (3) UU PPh juga menyatakan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan kena pajak jika transaksi antar pihak afiliasi tidak mencerminkan harga pasar.

Apabila harga yang diterapkan tidak sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang berlaku di pasar bebas, maka DJP dapat melakukan koreksi terhadap penghasilan kena pajak yang dilaporkan oleh perusahaan.

c. Kewajiban Dokumentasi Transfer Pricing (TP Doc)

Kewajiban untuk menyusun dokumentasi transfer pricing diatur dalam Pasal 28A UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). Pasal ini mengharuskan perusahaan untuk menyusun dan menyimpan dokumentasi yang membuktikan bahwa transaksi antar entitas yang memiliki hubungan afiliasi sudah dilakukan sesuai dengan prinsip arm’s length.

Dokumentasi ini harus mencakup metode yang digunakan dalam penetapan harga, analisis pasar, serta data dan informasi yang mendukung kebijakan harga tersebut. Kepatuhan terhadap peraturan ini sangat penting, karena ketidakpatuhan dapat mengakibatkan koreksi pajak yang signifikan, denda, bahkan sanksi pidana.

Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang berbagai jenis akuntansi dan regulasi perpajakan menjadi krusial. Perusahaan harus dapat membuktikan bahwa harga transfer mereka wajar dan tidak bertujuan untuk menghindari pajak.

ERP

Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transfer Pricing

Prinsip kewajaran dalam transfer pricing mengacu pada penetapan harga yang mencerminkan nilai wajar dalam transaksi antar pihak yang terlibat. Harga yang ditetapkan antara anak perusahaan atau cabang dalam grup harus setara dengan harga yang berlaku dalam transaksi antara perusahaan yang tidak memiliki hubungan afiliasi.

Dengan demikian, harga antar perusahaan afiliasi harus mencerminkan kondisi pasar yang berlaku antara perusahaan independen. Selain itu, prinsip kelaziman usaha sangat penting dalam transfer pricing.

Hal ini berarti bahwa harga yang ditetapkan harus sesuai dengan praktik pasar yang umum, baik dari sisi barang yang diperdagangkan maupun dari struktur biaya yang terlibat.

Jika perusahaan menjual barang ke anak perusahaan dengan harga lebih tinggi dari harga pasar, transaksi tersebut dapat dianggap tidak wajar dan melanggar aturan pajak. Penerapan prinsip ini memastikan bahwa transaksi antar afiliasi tidak digunakan untuk penghindaran pajak dan menjaga keadilan dalam alokasi keuntungan antar cabang.

Setiap transaksi harus didokumentasikan dengan baik, termasuk dalam contoh jurnal akuntansi perusahaan. Tujuan utama dari penerapan ALP adalah untuk menempatkan perusahaan yang terafiliasi pada posisi pajak yang sama dengan perusahaan independen, sehingga mencegah distorsi persaingan dan kehilangan potensi penerimaan negara.

Hubungan Istimewa Transfer Pricing

Konsep “Hubungan Istimewa” adalah fondasi dari penerapan aturan transfer pricing. Tanpa adanya hubungan istimewa, kewenangan otoritas pajak untuk melakukan koreksi harga transfer tidak berlaku. Menurut UU PPh Indonesia, hubungan istimewa pada transfer pricing dianggap ada jika memenuhi salah satu dari tiga kondisi utama.

Kondisi pertama adalah hubungan kepemilikan, yaitu jika Wajib Pajak memiliki penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada Wajib Pajak lain. Kondisi kedua adalah hubungan penguasaan, yang terjadi melalui manajemen atau penggunaan teknologi.

Artinya, meskipun tidak ada kepemilikan saham, satu pihak dapat mengendalikan pihak lain dalam pengambilan keputusan. Kondisi ketiga adalah hubungan keluarga, baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

Keberadaan salah satu dari hubungan ini secara otomatis membuat transaksi antara pihak-pihak tersebut menjadi subjek pengawasan transfer pricing. Oleh karena itu, identifikasi hubungan istimewa adalah langkah pertama yang krusial dalam manajemen risiko pajak.

Contoh Sederhana Abuse of Transfer Pricing

Contoh-contoh penggunaan transfer pricing yang salah

Untuk memahami bagaimana penyalahgunaan transfer pricing bekerja, mari kita lihat beberapa skenario sederhana. Praktik ini umumnya bertujuan untuk memindahkan laba kena pajak ke yurisdiksi dengan tarif pajak yang lebih rendah. Berikut adalah tiga contoh umum yang sering terjadi.

1. Contoh Pertama: Mark-Up

PT A di Indonesia (tarif pajak 22%) membeli bahan baku dari Perusahaan B di Singapura (tarif pajak 17%), di mana keduanya adalah bagian dari grup yang sama. Harga pasar wajar untuk bahan baku tersebut adalah Rp1.000 per unit.

Namun, Perusahaan B menjualnya ke PT A dengan harga Rp1.500 per unit, atau melakukan markup harga yang tidak wajar. Akibatnya, biaya PT A menjadi lebih tinggi, sehingga laba kena pajaknya di Indonesia menjadi lebih kecil.

Sebaliknya, laba Perusahaan B di Singapura menjadi lebih besar, dan grup perusahaan secara keseluruhan membayar pajak yang lebih rendah. Ini adalah contoh klasik pengalihan laba melalui manipulasi harga pembelian.

2. Contoh Kedua: Penghindaran

PT C di Indonesia memiliki hak atas merek dagang yang berharga dan memberikan lisensinya kepada Perusahaan D di negara tax haven (tarif pajak 0%). Perusahaan D kemudian memberikan sub-lisensi kembali ke PT C dengan biaya royalti yang sangat tinggi.

Padahal, seharusnya PT C yang menerima royalti, bukan membayarnya. Dengan skema ini, PT C mencatatkan beban royalti yang besar, yang mengurangi laba kena pajaknya di Indonesia secara signifikan.

Sementara itu, Perusahaan D menerima pendapatan royalti yang tidak dikenai pajak. Ini adalah bentuk penghindaran pajak yang kompleks dengan memanfaatkan properti tidak berwujud.

3. Contoh Ketiga: Mark-Down

PT E di Indonesia memproduksi barang jadi dan menjualnya ke distributor afiliasinya, Perusahaan F, di Hong Kong (tarif pajak rendah). Harga jual wajar ke pihak independen dalam invoice adalah Rp5.000 per unit.

Namun, PT E menjualnya ke Perusahaan F hanya seharga Rp3.000 per unit, atau melakukan mark-down harga jual. Laba PT E di Indonesia menjadi sangat kecil karena harga jual yang rendah.

Sebaliknya, Perusahaan F dapat menjual kembali produk tersebut dengan harga pasar dan mencatatkan margin keuntungan yang sangat besar di Hong Kong. Laba telah berhasil dipindahkan dari Indonesia ke yurisdiksi dengan pajak yang lebih rendah.

Apakah Perusahaan Wajib Membuat Transfer Pricing Doc?

Dokumentasi Penentuan Harga Transfer, atau yang lebih dikenal sebagai TP Doc (Transfer Pricing Documentation), adalah dokumen yang wajib disusun oleh Wajib Pajak untuk membuktikan bahwa transaksi afiliasinya telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.

TP Doc ini menjadi bukti utama saat terjadi pemeriksaan pajak. Dokumen ini terdiri dari Dokumen Induk (Master File), Dokumen Lokal (Local File), dan Laporan per Negara (Country-by-Country Report/CbCR).

Namun, tidak semua perusahaan yang memiliki transaksi afiliasi diwajibkan untuk membuat TP Doc. Kewajiban ini berlaku bagi Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu sesuai PMK-213/PMK.03/2016. Kriteria tersebut mencakup Wajib Pajak dengan peredaran bruto lebih dari Rp50 miliar pada tahun pajak sebelumnya.

Selain itu, kewajiban juga berlaku jika nilai transaksi afiliasi melebihi Rp20 miliar untuk transaksi barang berwujud atau melebihi Rp5 miliar untuk transaksi jasa, bunga, royalti, atau transaksi lainnya. Dengan memenuhi kewajiban ini, perusahaan dapat memitigasi risiko sanksi dan menunjukkan itikad baik dalam mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku.

Pantau Real-Time Tranfer Pricing dengan Software Akuntansi ScaleOcean

Pantau Real-Time Tranfer Pricing dengan Software Akuntansi ScaleOcean

Pengusaha sering kesulitan menetapkan harga transfer yang wajar dan sesuai ketentuan perpajakan karena hubungan istimewa antar entitas. Pengusaha juga harus mematuhi regulasi kompleks dan menghindari manipulasi harga, terutama saat beroperasi di negara dengan kebijakan pajak berbeda.

ScaleOcean software akuntansi yang fleksibel dan dapat disesuaikan untuk mendukung penerapan transfer pricing. Dengan kustomisasi tinggi, perusahaan dapat menyesuaikan harga transfer sesuai regulasi perpajakan internasional, sambil memastikan skalabilitas, keamanan data, dan dukungan after-sales responsif.

ScaleOcean menawarkan fitur untuk mendukung transfer pricing, termasuk modul akuntansi terintegrasi, pelaporan keuangan real-time, dan integrasi antar cabang. Sistem ini juga mengurangi kesalahan melalui automasi dan workflow terintegrasi.

Vendor ini menyediakan demo gratis dan konsultasi gratis jika Anda tertarik untuk mempelajari kemampuan software ini lebih dalam. Berikut ini adalah penjelasan fiturnya lebih detail:

  1. Perhitungan Pajak Otomatis (Automatic Tax Calculation): Fitur ini membantu dalam perhitungan pajak yang sesuai dengan peraturan yang berlaku, mengurangi risiko kesalahan perhitungan dan membantu kepatuhan terhadap regulasi pajak.
  2. Kontrol Anggaran: Mengontrol perbandingan antara anggaran dan realisasi untuk membantu manajer keuangan memonitor pengeluaran dan meminimalkan pemborosan biaya. Ini berhubungan dengan optimasi alokasi biaya dalam pengaturan harga transfer antar perusahaan.
  3. Rekonsiliasi Bank Otomatis: Proses ini memastikan kesesuaian antara data keuangan perusahaan dan saldo yang tercatat di bank, penting untuk transparansi dalam transaksi antar perusahaan dalam grup yang terlibat dalam transfer pricing.
  4. Manajemen Pendapatan dan Pengeluaran: Fitur-fitur terkait manajemen pendapatan dan pengeluaran, serta pelaporan keuangan yang akurat dapat membantu dalam analisis harga transfer dengan memberikan data yang jelas terkait biaya dan keuntungan dari transaksi antar perusahaan.

Dengan fitur dan kemampuan ini, ScaleOcean accounting system dapat mendukung analisis dan dokumentasi yang diperlukan dalam konteks pengaturan harga transfer antar perusahaan.

Kesimpulan

Transfer pricing memainkan peran penting dalam pengelolaan keuangan antar entitas dalam sebuah grup perusahaan, terutama terkait dengan penghindaran pajak dan alokasi laba. Namun, untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan mengelola kebijakan harga secara efisien, perusahaan memerlukan sistem yang terintegrasi.

Anda bisa menggunakan Software Akuntansi Terbaik ScaleOcean yang menyediakan solusi otomatis dan terintegrasi yang dapat mempermudah proses pengelolaan transfer pricing, memberikan visibilitas real-time, serta memastikan kepatuhan terhadap peraturan pajak yang berlaku.

Dengan fitur-fitur yang lengkap dan kemudahan dalam pengelolaan transaksi antar entitas, ScaleOcean adalah pilihan tepat untuk perusahaan yang ingin mengoptimalkan kebijakan transfer pricing mereka. Segera lakukan demo gratisnya untuk dapatkan solusi terbaik ini!

FAQ:

1. Apa yang dimaksud dengan harga transfer?

Harga transfer adalah harga yang ditetapkan untuk transaksi antar cabang atau anak perusahaan dalam satu grup perusahaan. Harga ini digunakan ketika satu entitas dalam grup menjual barang atau jasa kepada entitas lain dalam organisasi yang sama. Harga ini bisa berbeda dari harga pasar yang berlaku antara perusahaan independen.

2. Apa contoh terbaik dari transfer pricing?

Contoh terbaik dari transfer pricing adalah ketika perusahaan di Indonesia menjual barang kepada anak perusahaan di Singapura. Harga yang ditetapkan untuk transaksi ini, yang mungkin berbeda dari harga pasar, dianggap sebagai harga transfer. Ini adalah contoh umum untuk perusahaan multinasional, di mana anak perusahaan di negara berbeda menggunakan transfer pricing untuk mengalokasikan laba antar entitas.

3. Apa tujuan utama dari transfer pricing?

Tujuan utama dari transfer pricing adalah untuk mengalokasikan laba dan biaya secara efisien di dalam grup perusahaan. Transfer pricing digunakan untuk tujuan komersial, seperti evaluasi kinerja setiap anak perusahaan, serta untuk optimasi pajak dengan memindahkan laba dari negara dengan pajak tinggi ke negara dengan pajak rendah, meskipun harus mematuhi regulasi yang ada untuk menghindari penghindaran pajak.

4. Apa masalah dengan transfer pricing?

Salah satu masalah utama dengan transfer pricing adalah potensi penyalahgunaannya untuk memanipulasi harga dan menggeser laba ke negara dengan tarif pajak rendah, yang dapat mengarah pada penghindaran pajak. Hal ini dapat menyebabkan masalah kepatuhan dan berisiko menimbulkan denda atau konsekuensi hukum jika harga yang ditetapkan dianggap tidak wajar atau tidak sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku.

Jadwalkan Demo Gratis

Error message
Error message
Error message
Error message
Error message
Error message

Rekomendasi Artikel Terkait

Temukan Artikel Serupa untuk Solusi Bisnis Lebih Lengkap