Banyak perusahaan kesulitan karena kebutuhan modal kerja yang membengkak dan ketergantungan utang jangka pendek, diperparah oleh penumpukan persediaan usang (dead stock) menyebabkan inefisiensi operasional yang signifikan. Isu-isu ini secara langsung menggerogoti profitabilitas dan memicu krisis arus kas yang parah. Akibatnya, perusahaan harus menanggung biaya bunga dan gudang yang tinggi.
Masalah tersebut dapat diatasi dengan memperpendek cash conversion cycle. CCC adalah metrik diagnostik yang mengukur berapa hari waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk mengubah investasi menjadi arus kas. Dengan memperpendek siklus ini, perusahaan dapat mengurangi biaya bunga, mengoptimasi level inventory, hingga menyediakan alternatif kas untuk pertumbuhan berkelanjutan perusahaan.
Memahami tiga komponen (DIO, DSO, DPO), CCC dapat menunjukkan di mana letak masalah spesifik operasional bisnis baik itu di tim collection, purchasing, atau gudang. Artikel ini akan menjelaskan apa itu CCC, mulai dari pengertian, komponen, cara perhitungan, hingga strategi spesifik untuk optimalisasi.
- Cash Conversion Cycle (CCC) adalah metrik yang mengukur waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk mengubah investasi menjadi arus kas dari penjualan.
- Pentingnya CCC karena ia berperan sebagai indikator kemampuan perusahaan dalam merubah investasi atau modal jadi arus kas dalam waktu ssesingkat mungkin.
- Rumus utama siklus konversi kas adalah penjumlahan hari inventaris (DIO) dan hari piutang (DSO) dikurangi hari hutang (DPO).
- Interpretasi hasil CCC yang ideal adalah CCC yang pendek atau negatif, menandakan perusahaan dapat membiayai operasinya menggunakan kas dari pemasok.
- Software akuntansi ScaleOcean dapat membantu perpendek CCC dengan memastikan penagihan dan pembayaran piutang tepat waktu serta mencegah overstock di gudang.
1. Apa Itu Cash Conversion Cycle (CCC)?
Cash Conversion Cycle (CCC) adalah sebuah metrik akuntansi yang mengukur lamanya waktu (dalam hari) yang dibutuhkan sebuah perusahaan untuk mengubah investasinya pada persediaan dan sumber daya lainnya menjadi arus kas dari penjualan. CCC melacak perjalanan uang Anda, mulai dari saat Anda membayar pemasok untuk bahan baku hingga saat Anda menerima pembayaran dari pelanggan atas produk jadi.
Siklus konversi kas berpusat pada tiga aktivitas operasional utama yaitu, pengelolaan persediaan, pengumpulan piutang, dan pembayaran utang. CCC menggabungkan ketiga metrik ini menjadi satu angka tunggal yang menunjukkan seberapa cepat perusahaan dapat menghasilkan kembali kas yang telah diinvestasikan.
Tidak ada peraturan khusus yang mengatur CCC secara langsung, karena ini adalah metrik internal perusahaan. Namun, OJK No.15 Tahun 2024 mengatur aspek keuangan di sektor jasa keuangan termasuk pelaporan keuangan perusahaan yang secara tidak langsung memengaruhi cash conversion cycle perusahaan yang diawasinya, misalnya melalui peraturan tentang modal kerja, pelaporan keuangan, dan transparansi pasar modal.
Baca juga: Manajemen Piutang: Pengertian, Contoh & Tujuannya
2. Mengapa CCC Penting bagi Investor dan Manajemen?
Bagi perusahaan, metrik ini adalah cerminan dari kesehatan operasional dan finansial sebuah perusahaan. Memahami CCC secara mendalam memungkinkan perusahaan untuk membuat keputusan strategis dan mengidentifikasi potensi masalah. Analisis CCC memberikan wawasan dalam aspek bisnis, mulai dari efisiensi operasional hingga risiko likuiditas, manajemen inventaris, kebijakan kredit, maupun hubungan dengan pemasok.
Berikut beberapa alassan mengapa CCC penting bagi bisnis Anda:
a. Mengukur Efisiensi Operasional
CCC berfungsi sebagai barometer untuk efisiensi operasional perusahaan. Siklus yang pendek menunjukkan bahwa manajemen sangat efektif dalam mengubah aset menjadi kas. Ini berarti produk tidak terlalu lama berada di gudang, dan piutang dari pelanggan ditagih dengan cepat, yang semuanya berkontribusi pada arus kas yang lebih sehat.
Sebaliknya, CCC yang panjang bisa menjadi tanda bahaya yang mengindikasikan adanya inefisiensi. Mungkin perusahaan menyimpan terlalu banyak inventaris yang lambat terjual, atau tim penagihan piutang tidak bekerja secara optimal. Dengan memantau CCC secara berkala, manajemen dapat mengidentifikasi hambatan operasional dan mengambil tindakan korektif yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja.
b. Menilai Kebutuhan Modal Kerja
Panjangnya cash conversion cycle secara langsung berkaitan dengan jumlah modal kerja yang dibutuhkan untuk mendanai operasi sehari-hari. Semakin lama siklusnya, semakin banyak kas yang terikat dalam inventaris dan piutang, yang berarti perusahaan membutuhkan lebih banyak modal kerja untuk menutupi biaya operasionalnya. Ini adalah aspek krusial dalam manajemen keuangan yang baik.
Dengan memahami CCC, perusahaan dapat memproyeksikan kebutuhan modal kerja dengan lebih akurat. Hal ini membantu dalam perencanaan keuangan, seperti menentukan apakah perusahaan perlu mencari pendanaan eksternal atau dapat mendanai pertumbuhannya secara internal. Analisis ini mencegah perusahaan dari kekurangan kas yang dapat mengganggu operasional dan merusak reputasi.
c. Indikator Risiko Likuiditas dan Kesehatan Arus Kas
CCC adalah indikator utama kesehatan arus kas dan risiko likuiditas. CCC yang terus memanjang dari periode ke periode dapat menjadi sinyal bahwa perusahaan sedang menuju masalah likuiditas. Ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas dari operasinya sedang menurun, yang dapat menyulitkan pembayaran kewajiban jangka pendek seperti gaji karyawan dan tagihan pemasok.
Investor sangat memperhatikan tren CCC karena metrik ini memberikan gambaran yang lebih dinamis tentang kesehatan keuangan daripada sekadar melihat neraca. CCC yang stabil dan pendek menunjukkan bahwa perusahaan memiliki manajemen likuiditas yang solid dan risiko gagal bayar yang lebih rendah. Oleh karena itu, menjaga CCC tetap optimal adalah kunci untuk mempertahankan kepercayaan para pemangku kepentingan.
d. Membantu Pengelolaan Inventaris
Salah satu komponen utama CCC adalah Days Inventory Outstanding (DIO), yang secara langsung mengukur efisiensi manajemen inventaris. CCC yang tinggi sering kali disebabkan oleh DIO yang tinggi, yang berarti inventaris menumpuk di gudang dan tidak terjual dengan cepat. Hal ini tidak hanya mengikat kas, tetapi juga meningkatkan biaya penyimpanan dan risiko keusangan produk.
Dengan menganalisis CCC, manajemen dipaksa untuk memperhatikan tingkat perputaran persediaan. Ini dapat mendorong implementasi strategi yang lebih baik, seperti sistem inventaris just-in-time (JIT), analisis permintaan yang lebih akurat, atau promosi untuk membersihkan stok yang bergerak lambat. Pengelolaan inventaris yang efektif adalah langkah pertama menuju CCC yang lebih pendek.
e. Bahan Pertimbangan untuk Mengambil Tindakan Penyeimbang
Analisis CCC yang mendalam dapat mengungkapkan secara spesifik di mana letak masalah dalam siklus operasional. Apakah masalahnya ada pada penjualan yang lambat (DIO tinggi), penagihan yang tidak efektif (DSO tinggi), atau syarat pembayaran pemasok yang terlalu ketat (DPO rendah)? Dengan membedah setiap komponen, manajemen dapat mengambil tindakan yang tepat sasaran.
Misalnya, jika DSO menjadi penyebab utama CCC yang panjang, perusahaan dapat fokus pada perbaikan kebijakan kredit dan proses penagihan. Jika DIO yang menjadi masalah, fokusnya adalah pada optimisasi rantai pasok dan manajemen gudang. Kemampuan untuk mendiagnosis masalah secara presisi ini membuat CCC menjadi alat yang sangat berharga untuk perbaikan berkelanjutan.
f. Alat Perbandingan Kinerja Antar Industri
CCC adalah metrik yang sangat berguna untuk melakukan benchmarking atau membandingkan kinerja perusahaan dengan pesaingnya di industri yang sama. Penting untuk dicatat bahwa nilai CCC yang baik sangat bervariasi antar industri. Perusahaan ritel mungkin memiliki CCC yang pendek, sementara perusahaan manufaktur alat berat secara alami akan memiliki siklus yang lebih panjang karena kompleksitas produksinya.
Oleh karena itu, membandingkan CCC perusahaan Anda dengan rata-rata industri memberikan konteks yang sangat dibutuhkan. Jika CCC Anda jauh lebih tinggi daripada pesaing, ini adalah indikasi kuat bahwa ada inefisiensi operasional yang perlu segera diatasi. Ini memberikan perspektif yang berbeda dibandingkan metrik lain seperti rasio profitabilitas yang mungkin tidak secara langsung mencerminkan efisiensi operasional.
3. Komponen Utama Cash Conversion Cycle
Untuk memahami cash conversion cycle, kita harus membedah tiga komponen fundamental yang menyusunnya. Ketiga komponen ini yaitu, Days Inventory Outstanding (DIO), Days Sales Outstanding (DSO), dan Days Payable Outstanding (DPO) masing-masing mewakili satu tahap kunci dalam siklus operasional dan arus kas perusahaan.
Berikut penjelasan dari ketiga komponen utama CCC:
a. Days Inventory Outstanding (DIO) / Hari Persediaan Beredar
Days Inventory Outstanding (DIO) mengukur jumlah hari rata-rata yang dibutuhkan perusahaan untuk mengubah persediaannya menjadi penjualan. Ini mencakup seluruh proses, mulai dari pembelian bahan baku hingga penjualan produk jadi. DIO yang lebih rendah umumnya lebih baik, karena ini menandakan bahwa perusahaan menjual produknya dengan cepat dan efisien.
DIO yang tinggi dapat mengindikasikan beberapa masalah, seperti penjualan yang lemah, kelebihan persediaan, atau produk yang usang. Kondisi ini mengikat sejumlah besar modal dalam aset yang tidak produktif dan meningkatkan biaya penyimpanan. Oleh karena itu, memantau dan mengurangi DIO adalah prioritas utama dalam manajemen rantai pasok dan inventaris.
b. Days Sales Outstanding (DSO) / Piutang Dagang
Days Sales Outstanding (DSO) adalah metrik yang mengukur jumlah hari rata-rata yang dibutuhkan perusahaan untuk menagih piutang setelah penjualan dilakukan. Dengan kata lain, ini adalah waktu yang dibutuhkan pelanggan untuk membayar tagihan mereka. DSO yang rendah sangat diinginkan karena berarti perusahaan menerima kas dari penjualannya dengan cepat.
DSO yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan mungkin memiliki kebijakan kredit yang terlalu longgar, proses penagihan yang tidak efisien, atau pelanggan yang memiliki masalah keuangan. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menagih piutang, semakin besar risiko kredit macet dan semakin besar tekanan pada arus kas. Mengelola DSO secara efektif sering kali melibatkan optimalisasi proses accounts receivable turnover.
c. Days Payable Outstanding (DPO) / Hari Pembayaran Luar Biasa (Hutang Dagang)
Days Payable Outstanding (DPO) mengukur jumlah hari rata-rata yang dibutuhkan perusahaan untuk membayar tagihan kepada pemasoknya. Berbeda dengan DIO dan DSO, DPO yang lebih tinggi umumnya dianggap lebih baik, tentu saja dalam batas-batas yang wajar. DPO yang tinggi berarti perusahaan secara efektif menggunakan kredit dari pemasoknya untuk mendanai operasinya.
Dengan memperpanjang periode pembayaran kepada pemasok, perusahaan dapat menahan kasnya lebih lama, yang dapat digunakan untuk investasi lain atau untuk menutupi biaya operasional. Penting untuk menyeimbangkan ini dengan menjaga hubungan baik dengan pemasok dan menghindari denda keterlambatan. Analisis accounts payable turnover dapat memberikan wawasan tentang efisiensi pembayaran utang.
4. Rumus Utama Cash Conversion Cycle
Setelah memahami ketiga komponen utamanya, kita dapat menggabungkannya ke dalam rumus cash conversion cycle yang utama. Rumus ini menggambarkan total waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk siklus kasnya. Formula CCC sangat sederhana dan intuitif, menjadikannya alat yang mudah diakses bagi para manajer dan analis.
Rumus untuk menghitung cash conversion cycle adalah sebagai berikut:
CCC = DIO + DSO – DPO
DIO dan DSO adalah periode waktu di mana kas perusahaan terikat dalam aset, sehingga keduanya dijumlahkan. Sementara itu, DPO adalah periode waktu di mana perusahaan menggunakan pembiayaan dari pemasoknya, yang secara efektif mengurangi jumlah waktu kas perusahaan sendiri perlu diinvestasikan. Hasil akhirnya adalah jumlah hari bersih yang dibutuhkan perusahaan untuk mendanai siklus operasionalnya dengan kas sendiri.
5. Cara Menghitung Cash Conversion Cycle dan Contohnya
Proses menghitung cash conversion cycle melibatkan beberapa langkah, dimulai dengan perhitungan masing-masing komponennya DIO, DSO, dan DPO. Untuk melakukan ini, Anda akan memerlukan data dari laporan laba rugi dan neraca perusahaan. Berikut adalah langkah-langkah menghitung CCC menggunakan contoh kasus perusahaan fiktif PT. Samudra Jaya:
- Days inventory outstanding (DIO): Jika DIO adalah 61 hari, artinya butuh 61 hari bagi produk untuk bergerak dari pembelian hingga penjualan.
- Days sales outstanding (DSO): Jika DSO adalah 55 hari, artinya dibutuhkan 55 hari sejak penjualan dilakukan hingga kas diterima.
- Days payable outstanding (DPO): Jika DPO adalah 49 hari, artinya pembayaran kepada pemasok ditahan rata-rata selama 30 hari.
- Hitung CCC: Dengan angka di atas, CCC = 61 + 55 – 49 = 67 hari. PT. Samudra Jaya memerlukan 75 hari untuk mengonversi stok kembali menjadi uang tunai.
Berikut adalah cara menghitung CCC dan contohnya:
a. Menghitung Nilai DIO
Langkah pertama adalah menghitung DIO. Formula ini menunjukkan berapa hari rata-rata persediaan disimpan sebelum terjual. Rumus untuk DIO adalah:
DIO = (Rata-rata Persediaan / Harga Pokok Penjualan) x 365 hari
Contoh perhitungannya adalah, rata-rata persediaan PT. Samudra Jaya senilai Rp. 1.000.000.000 dan HPP senilai Rp. 6.000.000.000, maka perhitungannya menjadi berikut, (Rp1.000.000.000 / Rp6.000.000.000) x 365 = 0,1667 x 365 = 60,8 hari. Jadi, DIO PT. Samudra Jaya adalah sekitar 61 hari, yang berarti perusahaan membutuhkan waktu rata-rata dua bulan untuk menjual seluruh persediaannya.
b. Menghitung Nilai DSO
Langkah kedua adalah menghitung DSO. Formula ini mengukur berapa hari rata-rata yang dibutuhkan untuk menagih pembayaran dari pelanggan. Rumus untuk DSO adalah:
DSO = (Rata-rata Piutang Usaha / Penjualan Kredit Tahunan) x 365 hari
Untuk PT. Samudra Jaya, perhitungannya adalah (Rp1.500.000.000 / Rp10.000.000.000) x 365 = 0,15 x 365 = 54,75 hari. Dengan demikian, DSO PT. Samudra Jaya adalah sekitar 55 hari, menunjukkan bahwa perusahaan rata-rata menunggu hampir dua bulan untuk menerima pembayaran setelah penjualan.
c. Menghitung Nilai DPO
Langkah ketiga adalah menghitung DPO. Pembaginya adalah HPP/COGS, karena utang usaha umumnya terkait langsung dengan pembelian persediaan. Rumus untuk DPO adalah:
DPO = (Rata-rata Utang Usaha / Harga Pokok Penjualan) x 365 hari
Berdasarkan data PT. Samudra Jaya, perhitungannya adalah (Rp800.000.000 / Rp6.000.000.000) x 365 = 0,1333 x 365 = 48,6 hari. Jadi, DPO PT. Samudra Jaya adalah sekitar 49 hari, yang berarti perusahaan rata-rata membutuhkan waktu satu setengah bulan untuk membayar pemasoknya.
d. Menghitung Cash to Cash Cycle Time
Langkah terakhir adalah menggabungkan ketiga komponen tersebut untuk menghitung cash conversion cycle atau yang sering disebut juga cash to cycle time. Rumusnya adalah: CCC = DIO + DSO – DPO. Ini adalah momen di mana kita melihat gambaran lengkapnya.
Dengan memasukkan nilai DIO, DSO, dan DPO yang telah kita hitung untuk PT. Samudra Jaya, CCC = 61 hari + 55 hari – 49 hari = 67 hari. Hasil akhirnya menunjukkan bahwa PT. Samudra Jaya membutuhkan waktu 67 hari untuk mengubah investasinya dalam modal kerja menjadi kas. Ini adalah periode waktu di mana perusahaan harus mendanai operasinya dari kantongnya sendiri atau melalui pinjaman.
6. Interpretasi Hasil Perhitungan CCC
Setelah berhasil menghitung cash conversion cycle ratio, langkah selanjutnya yang tidak kalah penting adalah menginterpretasikan hasilnya. Secara umum, hasil CCC dapat dikategorikan menjadi tiga skenario utama pendek (baik), negatif (ideal), dan panjang (bermasalah). Interpretasi yang benar akan membantu manajemen mengidentifikasi apakah kinerja operasional mereka sehat, memburuk, atau membaik.
Berikut adalah penjelasan dari tiga komponen interpretasi hasil perhitungan CCC:
a. CCC yang Lebih Pendek (Lebih Baik)
CCC yang lebih pendek selalu lebih baik. Ini menunjukkan bahwa perusahaan sangat efisien dalam mengelola modal kerjanya. Kas tidak terikat terlalu lama dalam persediaan dan piutang, yang berarti perusahaan memiliki likuiditas yang lebih kuat dan fleksibilitas finansial yang lebih besar.
Perusahaan dengan CCC yang pendek dapat dengan cepat menginvestasikan kembali kas yang dihasilkan ke dalam operasi bisnis, seperti ekspansi, penelitian dan pengembangan, atau pembayaran dividen. Hal ini juga mengurangi ketergantungan pada pendanaan eksternal, yang pada gilirannya dapat menurunkan biaya bunga dan meningkatkan profitabilitas.
b. CCC Negatif (Ideal)
Skenario yang paling ideal adalah ketika sebuah perusahaan berhasil mencapai CCC negatif. Ini adalah situasi di mana DPO lebih besar dari jumlah DIO dan DSO. Secara praktis, ini berarti perusahaan menjual produknya dan menerima pembayaran dari pelanggan bahkan sebelum perusahaan tersebut membayar pemasoknya untuk bahan baku.
Model bisnis ini secara efektif didanai oleh pemasok, menciptakan arus kas yang sangat kuat. Perusahaan-perusahaan besar dengan daya tawar yang signifikan terhadap pemasok dan perputaran persediaan yang sangat cepat, seperti Amazon atau Dell, sering kali memiliki CCC negatif. Mencapai CCC negatif adalah tujuan utama bagi banyak perusahaan yang berfokus pada efisiensi operasional tingkat tinggi.
c. CCC yang Panjang (Indikasi Masalah)
CCC yang panjang atau terus meningkat adalah sinyal peringatan yang jelas. Ini menunjukkan bahwa kas perusahaan terperangkap dalam siklus operasional untuk waktu yang lama. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk manajemen inventaris yang buruk, kebijakan kredit yang terlalu longgar, atau proses penagihan yang tidak efektif.
CCC yang panjang meningkatkan kebutuhan akan modal kerja dan bergantung pada pinjaman jangka pendek untuk mendanai operasinya. Hal ini tidak hanya meningkatkan biaya keuangan tetapi juga meningkatkan risiko likuiditas. Jika kondisi ini tidak ditangani, perusahaan bisa menghadapi kesulitan dalam memenuhi kewajiban keuangannya.
7. Strategi Meningkatkan Efisiensi (Memperpendek) CCC
Memperpendek cash conversion cycle adalah tujuan strategis yang dapat secara signifikan meningkatkan kesehatan keuangan dan keunggulan kompetitif perusahaan. Upaya ini bukanlah tugas satu departemen saja, melainkan memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan koordinasi antara tim penjualan, pengadaan, produksi, dan keuangan.
Optimalisasi CCC berfokus pada tiga pilar utama, yaitu mempercepat perputaran inventaris (menurunkan DIO), mempercepat penagihan piutang (menurunkan DSO), dan mengelola pembayaran utang secara strategis (meningkatkan DPO). Dengan memanfaatkan data dan teknologi, perusahaan dapat membuat keputusan yang lebih cerdas untuk setiap komponen siklus.
Berikut adalah beberapa strategi konkret yang dapat diterapkan untuk memperpendek siklus konversi kas Anda:
a. Kurangi Waktu Penyimpanan Inventaris (Menurunkan DIO)
Langkah pertama untuk memperpendek CCC adalah dengan menyerang komponen DIO. Manajemen inventaris yang efisien adalah kuncinya. Salah satu strategi yang paling efektif adalah menerapkan sistem inventaris just-in-time (JIT), di mana bahan baku diterima dari pemasok hanya saat dibutuhkan untuk produksi, sehingga meminimalkan stok yang disimpan.
Selain itu, perusahaan harus secara teratur menganalisis data penjualan untuk mengidentifikasi produk yang bergerak lambat (slow-moving) dan mengambil tindakan, seperti memberikan diskon atau promosi untuk menghabiskannya. Meningkatkan akurasi peramalan permintaan (demand forecasting) juga sangat penting untuk menghindari penumpukan stok yang tidak perlu.
b. Mempercepat Piutang (Menurunkan DSO)
Mempercepat pengumpulan kas dari pelanggan adalah cara langsung untuk menurunkan DSO dan menyuntikkan likuiditas ke dalam bisnis. Kebijakan kredit dan penagihan yang proaktif sangat penting. Perusahaan dapat menawarkan diskon untuk pembayaran lebih awal (misalnya, diskon 2% jika dibayar dalam 10 hari) untuk mendorong pelanggan membayar lebih cepat.
Proses penagihan juga harus dioptimalkan, misalnya dengan mengirimkan faktur secara elektronik segera setelah penjualan dan menggunakan sistem pengingat pembayaran otomatis. Menetapkan syarat kredit yang jelas dan melakukan pemeriksaan kredit yang teliti pada pelanggan baru dapat mencegah piutang macet di kemudian hari.
c. Perpanjang Hutang Usaha (Meningkatkan DPO)
Sementara kita ingin mempercepat penerimaan kas, kita ingin memperlambat pengeluaran kas. Meningkatkan DPO berarti perusahaan mengambil waktu lebih lama untuk membayar pemasoknya, secara efektif menggunakan uang mereka sebagai sumber pembiayaan tanpa bunga. Negosiasi ulang syarat pembayaran dengan pemasok adalah strategi utama di sini.
Namun, pendekatan ini harus dilakukan dengan hati-hati. Sangat penting untuk menjaga hubungan baik dengan pemasok dan tidak merusak reputasi perusahaan dengan membayar terlambat di luar kesepakatan. Komunikasikan dengan jelas dan bangun kemitraan yang kuat, yang mungkin memungkinkan Anda mendapatkan syarat pembayaran yang lebih fleksibel tanpa merusak hubungan bisnis jangka panjang.
d. Tingkatkan Efisiensi dengan Teknologi
Di era digital saat ini, teknologi memainkan peran penting dalam mengoptimalkan setiap aspek CCC. Mengadopsi software akuntansi modern dapat mengotomatiskan banyak proses manual yang memakan waktu, seperti pembuatan faktur, pengingat pembayaran, dan pelacakan inventaris. Ini tidak hanya mengurangi risiko kesalahan manusia tetapi juga membebaskan waktu tim Anda untuk fokus pada tugas-tugas yang lebih strategis.
Salah satu adopsi teknologi yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan CCC adalah software akuntansi ScaleOcean. Dengan fitur accounts receivable dapat memperpendek DSO melalui pencatatan dan peningkatan kepatuhan penagihan. Di sisi utang, fitur accounts payable membantu mengelola dan memperpanjang DPO. Melalui modul inventory management secara efektif mengurangi DIO dan mencegah overstocking.
8. Kesimpulan
Cash Conversion Cycle (CCC) adalah metrik yang mengukur waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk mengubah investasi menjadi arus kas dari penjualan. Dengan mengelola komponennya (DIO, DSO, DPO), perusahaan dapat membuka potensi likuiditas yang dan mengurangi ketergantungan pada utang. Upaya untuk memperpendek CCC adalah proses perbaikan berkelanjutan untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.
Software akuntansi ScaleOcean dapat membantu otomatisasi aktivitas keuangan yang diperlukan sehingga memberikan wawasan real-time dari setiap upaya perbaikan. Fitur seperti accounts receivable dan accounts payable akan mengelola ketiga komponen CCC. Terakhir, fitur cash flow forecasting akhirnya memberikan visibilitas menyeluruh dan peramalan arus kas.
Solusi akuntansi ScaleOcean sejak awal telah dirancang sesuai dengan kebutuhan spesifik tiap perusahaan, termasuk untuk memperpendek CCC perusahaan. Untuk melihat apa saja fitur lain dan cara kerjanya, Scaleocean mengundang Anda untuk menjadwalkan demo gratis dan konsultasi dengan tim ahli kami sekarang.
FAQ:
1. Apa itu siklus konversi kas?
Salah satu alat yang dapat Anda gunakan untuk mengukur efisiensi perusahaan adalah siklus konversi kas atau cash conversion cycle (CCC). Siklus ini memperkirakan seberapa cepat perusahaan dapat mengubah inventarisnya menjadi uang tunai.
2. Apa manfaat mengurangi cash conversion cycle (CCC)?
Memperpendek CCC dapat membantu mengurangi risiko kekurangan kas dan meningkatkan stabilitas keuangan. Hal ini juga memungkinkan perusahaan untuk membandingkan efisiensi konversi kasnya dengan pesaing di industri yang sama.
3. Bagaimana menganalisis siklus konversi kas?
Rumus untuk menghitung siklus konversi kas sama dengan jumlah hari persediaan beredar (DIO) dan hari penjualan beredar (DSO), dikurangi hari utang usaha beredar (DPO) . Siklus konversi kas (CCC) adalah jumlah hari yang dibutuhkan perusahaan untuk mengubah persediaannya menjadi kas setelah penjualan.


