Banyak perusahaan manufaktur menghadapi tantangan dalam mengelola biaya yang terus berubah seiring dengan volume produksi. Tanpa pemahaman yang tepat, biaya yang tidak terkendali dapat merugikan margin keuntungan dan menghambat pertumbuhan. Di sinilah peran penting manajemen biaya melalui penerapan variable cost untuk menjaga kelangsungan bisnis dan meningkatkan profitabilitas.
Selain variable costing, perusahaan dapat menerapkan metode lain seperti job costing untuk melacak biaya secara spesifik per proyek atau pesanan. Untuk industri dengan produksi massal yang seragam, process costing menjadi pilihan yang lebih tepat dalam mengelola biaya secara efisien dan terukur.
Pemilihan metode ini sangat bergantung pada struktur chart of account yang relevan untuk melacak dan mengelompokkan biaya secara efektif. Dalam artikel ini akan dijelaskan lebih lanjut apa itu variable cost untuk membantu Anda memahami konsepnya. Dijelaskan juga karakteristik, kelebihan, dan kekurangannya supaya Anda punya gambaran sebelum memutuskan untuk mengimplementasikan metode perhitungan biaya satu ini. Perhatikan pembahasannya langsung di bawah ini!
- Variable costing adalah metode perhitungan biaya variabel per unit yang digunakan untuk menentukan harga pokok produksi dalam sebuah perusahaan.
- Contoh variable cost meliputi biaya bahan baku, upah tenaga kerja langsung, biaya distribusi, komisi penjualan, kemasan, dan biaya utilitas, yang semua meningkat dengan volume produksi.
- Kekurangan metode ini termasuk risiko penetapan harga yang terlalu rendah, tidak sesuai untuk laporan keuangan eksternal, dan lebih cocok untuk keputusan jangka pendek.
- ScaleOcean adalah solusi ERP yang membantu bisnis manufaktur mengelola biaya produksi dengan lebih efisien, menyediakan visibilitas real-time dan analisis data untuk pengambilan keputusan.
1. Apa itu Variable Costing?
Variable costing adalah metode perhitungan harga pokok produksi yang hanya mencakup biaya variabel seperti bahan baku dan tenaga kerja langsung, yang berfluktuasi dengan volume produksi. Sedangkan di sisi lain, biaya tetap tidak dimasukkan dalam harga pokok produk, melainkan dianggap sebagai biaya periode dan langsung dibebankan pada laporan laba rugi.
Singkatnya, metode ini hanya berfluktuasi seiring volume produksi dimasukkan ke dalam perhitungan harga pokok produksi. Berbeda dengan metode full costing yang mengalokasikan semua biaya produksi, metode ini hanya mempertimbangkan biaya yang secara langsung berubah sesuai jumlah unit yang diproduksi.
Dengan menerapkan metode ini, perusahaan manufaktur akan memisahkan biaya tetap dan variabel, sehingga memudahkan analisis margin dan pengambilan keputusan jangka pendek, yang pada akhirnya dapat memengaruhi biaya manufaktur secara keseluruhan. Secara lebih luas, Anda menjadi lebih mudah memahami bagaimana keuntungan akan berubah sesuai fluktuasi volume penjualan.
Strategi ini diperlukan untuk penentuan harga jual produk, analisis break-even point, dan memantau bagaimana pertumbuhan laba. Namun, karena tidak mempertimbangkan biaya tetap, variable cost adalah metode yang dinilai kurang sesuai untuk laporan keuangan eksternal atau penilaian persediaan berdasarkan standar akuntansi.
2. Tujuan Variable Costing
Penggunaan metode perhitungan variable costing menjadi aspek yang dapat membantu perusahaan mengambil keputusan lebih tepat, terutama dalam perencanaan jangka pendek. Tujuan utama perhitungan ini adalah untuk menentukan harga produk dan menganalisis keuntungan. Berikut beberapa tujuan lainnya dari penerapan metode ini:
a. Menentukan Harga Produk
Perhitungan ini dilakukan dengan tujuan mempermudah dalam penetapan harga jual produksi. Salah satunya adalah dengan memahami cara menghitung average cost, yang memungkinkan Anda untuk menetapkan harga yang mencakup biaya dan memberikan margin keuntungan yang wajar.
Proses ini juga penting untuk menjaga perusahaan tetap kompetitif di pasar dinamis, dan memastikan bahwa harga produk mereka tetap menarik bagi konsumen sekaligus menguntungkan bagi bisnis.
b. Menganalisis Hubungan Cost-Volume-Profit (CVP)
Variable costing juga dilakukan untuk menganalisis CVP dengan lebih efisien, dan perusahaan akan lebih mudah dalam memahami bagaimana perubahan volume produksi yang dapat mempengaruhi keuntungan.
Dengan analisis CVP ini, perusahaan dapat merencanakan produksi dan menentukan titik impas lebih efisien, sehingga akan lebih mudah dalam mengoptimalkan strategi pemasaran dan produksi berdasarkan permintaan pasar.
c. Mengontrol Kegiatan Operasional
Tujuan berikutnya adalah untuk mengendalikan dan memastikan efisiensi operasional perusahaan manufaktur. Perhiutngan ini akan memperhitungkan harga pokok produksi, di mana perusahaan harus fokus pada pengurangan biaya langsung yang dapat mempengaruhi profitabilitas.
Perhitungan ini juga akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang pengaruh perubahan biaya langsung, seperti bahan baku dan tenaga kerja langsung, terhadap laba perusahaan.
d. Menyederhanakan Proses Perencanaan Anggaran
Dengan memperhitungkan aspek ini, akan lebih mudah bagi perusahaan merencanakan anggaran dengan lebih efektif. Perhitungan ini akan mempertimbangkan perhitungan harga pokok, dan Anda akan lebih mudah memperkirakan anggaran yang dibutuhkan untuk berbagai level produksi.
Pengelolaan biaya dengan perhitungan variable costing menjadi solusi bagi perusahaan manufaktur. Apalagi menurut data Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur Indonesia, menyatakan bahwa terdapat peningkatan di sektor manufaktur sebesar 0,7 poin menjadi 51,9 pada Januari 2025, yang merupakan level tertinggi sejak Mei 2024.
Dilakukannya pemisahan antara biaya variabel dan biaya tetap yang dalam hal ini menjadi proses variable costing, membuat perusahaan dapat lebih efektif dalam mengelola pengeluaran langsung yang berhubungan dengan volume produksi. Dengan ini, perusahaan juga akan mudah untuk fokus pada efisiensi biaya variabel, yang tercatat dalam siklus akuntansi perusahaan dan kunci dalam menjaga profitabilitas saat permintaan meningkat.
3. Karakteristik Variable Cost
Karakteristik utama dari variable costing adalah sifatnya yang berubah-ubah. Artinya, biaya ini akan meningkat atau menurun sebanding dengan volume produksi atau penjualan. Contohnya termasuk bahan baku, tenaga kerja langsung, biaya overhead variabel seperti biaya energi yang digunakan dalam produksi, dan biaya lain yang berkaitan langsung dengan operasi produksi.
Variable costing adalah metode perhitungan biaya yang juga erat kaitannya dengan efisiensi produksi. Anda dapat mengoptimalkan profitabilitas dengan mengelola biaya variabel, misalnya melalui negosiasi harga bahan baku atau penggunaan teknik produksi yang lebih efisien sehingga mengurangi limbah pabrik. Dengan mengelola variable costs, perusahaan manufaktur mampu meningkatkan margin laba secara maksimal.
Karakteristik berikutnya adalah dapat digunakan untuk analisis break-even dan pengambilan keputusan jangka pendek. Analisis break-even menggunakan biaya variabel untuk menentukan jumlah unit yang harus dijual agar perusahaan manufaktur mampu menutup semua biaya operasional, termasuk biaya tetap. Dalam jangka pendek, keputusan seperti menambah atau mengurangi volume produksi, memasuki pasar baru, serta penetapan strategi harga produk sering didasarkan pada analisis biaya variabel.
4. Jenis Variable Cost
Variable cost adalah biaya yang berubah seiring dengan volume produksi atau tingkat aktivitas perusahaan. Biaya ini dapat mencakup berbagai elemen, tergantung pada karakteristik operasional masing-masing perusahaan. Berikut jenis-jenis variable cost membantu perusahaan dalam perencanaan keuangan dan pengendalian biaya yang lebih efektif.
a. Engineered Variable Cost
Engineered variable cost merupakan biaya yang dihitung berdasarkan perhitungan matematis atau rumus yang terkait langsung dengan tingkat produksi atau volume output. Biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung sering masuk kategori ini, karena biaya meningkat atau menurun seiring dengan perubahan jumlah barang yang diproduksi.
b. Discretionary Variable Cost
Discretionary variable cost adalah biaya yang dapat dikendalikan atau diputuskan oleh manajemen dalam jangka pendek. Misalnya, biaya iklan atau pelatihan karyawan. Biaya ini tidak langsung terkait dengan volume produksi, namun tetap mempengaruhi operasional perusahaan secara keseluruhan.
c. Semi Variable Cost
Semi-variable cost mengandung elemen biaya tetap dan biaya variabel. Sebagian dari biaya ini tetap konstan, sementara sebagian lainnya berubah sesuai dengan tingkat produksi atau aktivitas. Contoh semi-variable cost adalah biaya pemeliharaan alat yang memiliki komponen biaya tetap dan biaya tambahan berdasarkan frekuensi perawatan.
d. Variable Overhead Cost
Variable overhead cost adalah biaya overhead yang berubah sesuai dengan tingkat produksi atau aktivitas yang dilakukan. Contoh biaya ini adalah biaya energi untuk menjalankan mesin produksi, biaya bahan bakar, atau biaya utilitas lainnya yang naik seiring dengan peningkatan output produksi.
e. Direct Cost
Direct cost adalah biaya yang dapat langsung diatribusikan kepada produk atau layanan yang dihasilkan. Biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung termasuk dalam kategori ini. Setiap peningkatan atau penurunan produksi akan mempengaruhi secara langsung biaya ini, menjadikannya sebagai variable cost yang signifikan.
f. Rasio Variable Cost
Rasio variable cost menunjukkan proporsi biaya variabel terhadap total biaya atau pendapatan perusahaan. Rasio ini penting untuk menganalisis efisiensi dan profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi rasio variable cost, semakin besar ketergantungan perusahaan pada biaya variabel yang berfluktuasi dengan volume produksi atau penjualan.
5. Contoh Variable Cost
Seperti pembahasan sebelumnya, biaya variabel adalah biaya yang selalu berubah tergantung volume produksi atau penjualan. Artinya, semakin banyak produk yang diproduksi atau dijual, semakin tinggi pula biaya variabel yang ditanggung perusahaan. Berikut ini beberapa contoh variable cost yang sering dijumpai dalam operasional perusahaan manufaktur.
a. Biaya Bahan Baku
Biaya bahan baku adalah contoh variable cost dalam proses produksi. Biaya ini berupa pengeluaran untuk membeli bahan yang langsung digunakan dalam pembuatan produk. Misalnya untuk sebuah pabrik kursi kayu, biaya bahan baku mencakup kayu, lem, dan bahan lain dalam membuat kursi.
Jumlah biaya ini akan meningkat secara proporsional dengan jumlah kursi yang diproduksi. Manajemen biaya bahan baku yang efektif diperlukan agar proses produksi tetap berlangsung dengan baik sekaligus menghasilkan keuntungan perusahaan.
b. Upah Tenaga Kerja Langsung
Upah ini merupakan biaya yang dibayarkan kepada pekerja yang terlibat langsung dalam proses produksi, seperti pekerja pabrik yang merakit produk. Biaya ini akan meningkat seiring dengan volume produksi, karena semakin banyak tenaga kerja yang dibutuhkan, semakin besar juga kemungkinan perusahaan untuk memenuhi target produksi dan permintaan pasar.
c. Biaya Distribusi
Pengeluaran untuk mengirimkan produk ke pelanggan atau distributor, termasuk biaya transportasi, bahan bakar, dan pengemasan juga termasuk kedalam biaya ini. Seiring dengan volume penjualan yang meningkat, biaya distribusi akan ikut naik, sehingga perlu diperhitungkan dalam perencanaan anggaran dan strategi pengiriman produk.
d. Komisi Penjualan
Ini merupakan contoh variable cost yang terkait langsung dengan volume penjualan. Biasanya, komisi diberikan kepada tim sales atau distributor sebagai insentif untuk meningkatkan penjualan. Jumlah komisi umumnya dihitung dari persentase nilai penjualan atau jumlah tertentu dari setiap unit produk yang terjual. Sehingga semakin banyak produk yang berhasil dijual, maka semakin besar pula komisi yang dibayarkan.
Aturan komisi yang baik menjadi strategi yang diperlukan untuk memotivasi tim sales untuk meningkatkan performa. Tapi juga harus tetap dikelola dengan hati-hati agar tidak memakan margin keuntungan secara signifikan.
e. Biaya Kemasan
Biaya kemasan adalah contoh variable cost karena jumlahnya berubah sesuai dengan banyaknya produk dikemas. Biaya ini mencakup pengeluaran untuk bahan kemasan, seperti plastik, kardus, atau bahan lainnya, serta biaya cetak untuk desain kemasan. Dalam beberapa perusahaan manufaktur, biaya ini bisa bernilai besar terutama untuk produk yang perlu kemasan khusus untuk menjaga kualitas atau menarik minat pembeli.
f. Biaya Promosi & Pemasaran
Selanjutnya, biaya promosi dan pemasaran mencakup iklan, penyelenggaraan event, distribusi sampel gratis, dan kegiatan digital marketing juga merupakan contoh variable cost. Biaya promosi dan pemasaran sering kali dianggarkan sebagai persentase dari penjualan atau berdasarkan strategi marketing yang ditetapkan, dan bisa saja bertambah ketika perusahaan berkeinginan untuk ekspansi pasar, meningkatkan kapasitas produksi, atau meluncurkan produk baru.
g. Biaya Pemeliharaan
Dengan volume produksi yang tinggi, frekuensi pemeliharaan juga meningkat. Biaya pemeliharaan ini mencakup pengeluaran untuk memperbaiki atau mengganti mesin yang rusak akibat pemakaian dalam proses produksi. Pengelolaan pemeliharaan yang proaktif dapat membantu mengurangi downtime, menghindari biaya tak terduga, dan menjaga kelancaran operasional dalam jangka panjang.
h. Biaya Utilitas
Biaya utilitas, yang meliputi listrik, air, dan gas, adalah salah satu biaya variabel yang terkait erat dengan volume produksi. Semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk menjalankan proses produksi, semakin tinggi biaya utilitasnya. Untuk mengurangi biaya ini, pebisnis harus mengadopsi teknologi efisien energi yang dapat menekan pengeluaran tanpa mengorbankan kapasitas produksi.
6. Kelebihan Penerapan Variable Costing
Implementasi variable costing dalam perusahaan manufaktur memiliki berbagai kelebihan yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengambilan keputusan. Berikut pembahasan lebih lanjut mengenai kelebihan dari penerapan variable costing.
a. Sederhana dan Mudah Dipahami
Metode ini hanya mempertimbangkan biaya variabel yang berubah secara langsung seiring dengan volume produksi, sehingga perhitungannya menjadi lebih mudah. Dengan ini, pihak manajemen perusahaan juga bisa memahami secara sederhana bagaimana biaya tersebut mempengaruhi profitabilitas.
b. Analisis Break-even yang Mudah
Variable costing juga memudahkan perhitungan titik break-even, yaitu ketika total pendapatan sama dengan total biaya. Penentuan titik break-even ini diperlukan untuk perencanaan strategis karena berisi informasi penting tentang volume penjualan minimum yang diperlukan untuk mencapai stabilitas finansial.
c. Menghindari Masalah Alokasi Overhead
Dalam metode full costing, biaya overhead tetap harus dialokasikan ke setiap unit produk, sehingga bisa menyebabkan kerancuan nilai biaya produk dan margin keuntungan, terutama jika dasar alokasinya tidak akurat atau tidak relevan. Nah, dengan mengabaikan biaya overhead tetap dalam perhitungan biaya produk, variable costing adalah strategi yang cocok untuk mencapai transparansi setiap produk terhadap keseluruhan profitabilitas.
d. Manajemen Cash Flow Lebih Baik
Karena biaya variabel yang harus dibayar sesuai dengan volume produksi, maka perusahaan dapat merencanakan dan mengelola cash flow dengan lebih efektif. Dari sini, perusahaan manufaktur bisa membuat keputusan yang lebih tepat tentang investasi ke aspek persediaan, manajemen waktu untuk melakukan pembelian bahan baku, dan pengelolaan kredit pelanggan. Dampaknya likuiditas keuangan bisa dioptimalkan dan risiko kekurangan kas bisa diminalisir.
Baca juga: 5 Cara Software ERP Manufaktur Capai Efisiensi Biaya
7. Kekurangan Penerapan Variable Costing
Sama halnya dengan metode perhitungan biaya produksi lainnya, variable cost juga punya beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan. Kekurangan ini dapat mempengaruhi cara perusahaan menetapkan harga, melaporkan keuangan eksternal, membuat keputusan jangka panjang, dan mempertahankan kualitas produk. Beberapa kekurangan tersebut yaitu:
a. Berisiko pada Penetapan Harga
Karena variable costing tidak memperhitungkan biaya tetap dalam perhitungan biaya per unit, ada kemungkinan perusahaan menetapkan harga jual yang terlalu rendah. Ini bisa terjadi karena perhitungannya tidak mencakup biaya tetap sehingga hanya memberikan margin keuntungan yang sangat tipis. Hal ini dapat menyebabkan perusahaan manufaktur kesulitan untuk menutupi biaya operasional secara keseluruhan.
b. Tidak Sesuai untuk Laporan Keuangan Eksternal
Standar akuntansi umumnya meminta perusahaan untuk menggunakan full costing, yang mengalokasikan baik biaya tetap maupun variabel, dalam laporan keuangan yang diterbitkan. Artinya, perusahaan harus menjalankan sistem akuntansi paralel jika ingin menggunakan variable costing untuk analisis internal, yang bisa jadi menambah kompleksitas dan biaya administratif.
c. Hanya Cocok untuk Keputusan Jangka Pendek
Variable costing adalah metode perhitungan biaya produksi yang cocok untuk pengambilan keputusan jangka pendek karena fokusnya hanya pada biaya yang berubah seiring dengan volume produksi. Dalam strategi dan perencanaan jangka panjang, pendekatan ini mungkin kurang cocok karena biaya overhead tetap merupakan aspek penting dari biaya keseluruhan operasional perusahaan yang sebenarnya tidak boleh diabaikan.
d. Berdampak Adanya Pengurangan Kualitas
Ada kalanya perusahaan ingin meningkatkan margin keuntungan dengan mengurangi biaya variabel. Untuk mencapai ini, bisa jadi perusahaan mengambil keputusan untuk memilih bahan baku yang lebih murah atau mengurangi jam kerja yang dialokasikan untuk kontrol kualitas. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap kualitas produk akhir dan reputasi merek dalam jangka panjang, yang pada akhirnya dapat merugikan profitabilitas perusahaan.
8. Rumus Variable Cost dan Contoh Hitungnya
Cara mencari variable cost bisa dilakukan dengan menggunakan rumus tertentu. Secara umum rumus ini adalah dengan mengalikan biaya per unit dengan jumlah barang yang diproduksi. Dalam matematis ditulis sebagai berikut.
Total Biaya Variabel = Biaya Variabel per Unit × Jumlah Produksi
Pada variable cost rumus di atas, biaya per unit adalah total biaya variabel yang diperlukan untuk memproduksi satu unit produk, mencakup semua elemen seperti bahan baku, tenaga kerja langsung, dan biaya operasional yang berkaitan langsung dengan produksi. Dengan ini, Anda jadi punya gambaran yang jelas bagaimana biaya variabel berubah seiring dengan perubahan volume produksi.
Supaya paham bagaimana cara mencari variable cost, perhatikan skenario berikut ini. Misalkan sebuah perusahaan manufaktur memproduksi botol kaca. Biaya untuk memproduksi satu botol kaca, termasuk bahan baku, biaya untuk tenaga kerja langsung, dan biaya utilitas yang berkaitan dengan produksi adalah Rp1.500 per botol. Pabrik berencana memproduksi 10.000 botol kaca dalam satu bulan. Gunakan variable cost rumus untuk menghitung total biaya variabel yang dikeluarkan oleh pabrik selama bulan tersebut.
Rumus variable cost = Rp1.500 x 10.000 = Rp15.000.000
Cara mencari variable cost yang ditunjukkan di atas memudahkan perusahaan manufaktur untuk tahu berapa banyak biaya yang harus disiapkan oleh pabrik untuk memproduksi botol kaca tersebut dalam satu bulan, berdasarkan biaya variabel per unit dan jumlah produksi yang direncanakan. Dengan ini, perusahaan juga bisa merencanakan keuangan dengan lebih baik dan membuat keputusan yang tepat terkait produksi dan penetapan harga pokok penjualan perusahaan manufaktur.
Dari contoh cara mencari variable cost di atas, maka pabrik harus menetapkan harga jual per botol kaca lebih tinggi dari Rp1.500 agar mencapai break-even point dan menghasilkan keuntungan. Pabrik pun juga harus mempertimbangkan biaya tetap, seperti sewa dan gaji karyawan yang tidak berubah terlepas dari jumlah produksi, dalam menetapkan harga jual.
Untuk keputusan investasi jangka panjang, analisis seperti menggunakan rumus NPV (Net Present Value) juga penting untuk mengevaluasi kelayakan proyek dengan memperhitungkan nilai waktu uang dan arus kas di masa depan.
Selain itu, hasil hitung tersebut juga bisa digunakan untuk proses analisis marginal. Artinya, perusahaan bisa membuat keputusan tentang menambah atau mengurangi volume produksi berdasarkan perhitungan di atas. Perusahaan mampu menilai apakah peningkatan produksi akan menghasilkan peningkatan profit margin yang cukup untuk menutupi biaya variabel tambahan atau tidak.
Bahkan dengan memahami biaya produksi, Anda juga dapat mengembangkan strategi penjualan dan pemasaran yang lebih efektif. Misalnya, setelah analisis lebih lanjut ternyata ditemukan fakta bahwa menjual dalam volume tinggi ke distributor dengan margin keuntungan yang lebih rendah justru lebih menguntungkan daripada menjual langsung ke konsumen akhir dengan margin yang lebih tinggi.
9. Tingkatkan Efisiensi Bisnis Manufaktur Anda dengan Software Manufaktur ScaleOcean
ScaleOcean Manufacture Software adalah perangkat lunak yang membantu perusahaan manufaktur mengelola biaya produksi dengan lebih efisien. Dengan visibilitas real-time dan analisis data yang mendalam, sistem ini mempermudah pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat. Dirancang untuk mempermudah seluruh proses produksi, ScaleOcean memberikan cara baru bagi perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya operasional.
Selain memudahkan pengelolaan rantai pasok dan produksi, ScaleOcean juga membantu perusahaan mengontrol biaya dengan lebih baik. Sistem ini memungkinkan pemantauan yang lebih akurat terhadap biaya bahan baku, tenaga kerja, dan overhead, sehingga perusahaan dapat mengoptimalkan alokasi anggaran dan meningkatkan profitabilitas.
Dengan automasi proses dan integrasi data, ScaleOcean mengurangi human error yang sering terjadi pada pengelolaan manual, memastikan operasional yang lebih lancar dan hasil yang lebih optimal.
Fitur ScaleOcean Software Manufaktur
- Smart MRP (Material Requirement Planning): Mengotomatiskan perhitungan bahan baku dan pemesanan ulang untuk mencegah kekurangan atau pemborosan material.
- Cost Management: Memantau dan menghitung harga pokok produksi dengan akurat, memperhitungkan semua komponen biaya secara rinci.
- Order Management: Mengotomatisasi penerimaan, pemenuhan, dan pemrosesan pesanan untuk meningkatkan efisiensi operasional.
- Integrated SCM (Supply Chain Management): Mengelola alur produksi dari pengadaan bahan baku hingga pengiriman produk jadi secara terintegrasi.
- Warehouse Management: Memastikan stok bahan baku dan produk jadi selalu terkelola dengan baik, menghindari overstocking atau kekurangan bahan.
10. Kesimpulan
Variable cost adalah metode perhitungan biaya produksi yang hanya fokus pada biaya variabel. Dengan memisahkan biaya tetap dari perhitungan biaya produk, cara ini memberikan gambaran yang lebih transparan tentang kontribusi produk terhadap profitabilitas keseluruhan.
Akan tetapi, metode ini punya beberapa kekurangan. Di antaranya tidak cukup baik untuk penetapan harga, tidak sesuai untuk laporan keuangan eksternal, lebih cocok untuk keputusan jangka pendek, dan dalam beberapa kasus, dapat mengurangi kualitas produk karena adanya keinginan dari perusahaan untuk meningkatkan margin keuntungan.
Untuk mendukung implementasi yang lebih efisien, Anda bisa mencoba ScaleOcean Software untuk manajemen manufaktur dan melihat langsung bagaimana solusi kami dapat membantu melalui demo gratis yang kami tawarkan.
FAQ:
1. Apa yang dimaksud dengan metode variable costing?
Variable costing adalah metode penentuan harga produksi yang hanya memasukkan biaya produksi variabel (bahan baku, tenaga kerja langsung, dan overhead variabel) ke dalam perhitungan harga pokok produksi.
2. Apa contoh item biaya variabel?
Contoh biaya variabel mencakup biaya barang yang dijual (COGS), bahan baku, input produksi, pengemasan, upah, komisi, serta utilitas tertentu, seperti biaya listrik atau gas yang meningkat seiring dengan meningkatnya kapasitas produksi.
3. Apa perbedaan dari full costing dan variable costing?
Perbedaan utama antara full costing dan variable costing terletak pada cara memperlakukan biaya tetap produksi. Pada full costing, semua biaya produksi, baik tetap maupun variabel, dihitung dalam harga pokok produksi. Sementara itu, variable costing hanya menghitung biaya variabel dalam harga pokok produksi.
4. Bagaimana cara menghitung variabel costing?
Untuk menghitung variable costing, Anda dapat menggunakan rumus Total Biaya Variabel = Biaya Variabel per Unit x Jumlah Unit Produksi. Prosesnya melibatkan penjumlahan semua biaya produksi yang berubah seiring dengan volume produksi, seperti bahan baku dan tenaga kerja langsung, kemudian mengalikan total biaya tersebut dengan jumlah unit yang diproduksi.







