Pemberitahuan Impor Barang (PIB) adalah dokumen resmi penting dalam proses impor ke Indonesia. Lebih dari 60% transaksi impor mengalami keterlambatan akibat masalah administrasi PIB, yang menghambat pengiriman barang di pelabuhan.
Perusahaan perlu memahami prosedur PIB untuk mencegah masalah yang dapat mengganggu kelancaran operasional. Dengan banyaknya pilihan yang tersedia, bagaimana perusahaan memastikan bahwa proses impor dan dokumen PIB telah sesuai ketentuan yang berlaku?
Artikel ini memberikan informasi lengkap mengenai PIB, termasuk pengertian, fungsi, dan cara mempersiapkannya. Informasi ini akan membantu perusahaan mengoptimalkan proses bisnis logistik dan menghindari masalah hukum yang mungkin timbul terkait dokumen impor.

- Pemberitahuan Impor Barang (PIB) adalah dokumen yang digunakan untuk memberi tahu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) tentang proses impor barang.
- Jenis PIB yang umum digunakan: PIB Biasa, PIB Berkala, dan PIB Penyelesaian.
- Fungsi PIB (Pemberitahuan Impor Barang), antara lain bukti legalitas impor, penghitungan dan pembayaran pajak, serta pemantauan barang.
- Software Logistik ScaleOcean membantu kelancaran proses PIB dengan otomatisasi penyiapan dokumen impor, integrasi data pabean, dan visibilitas status pengajuan.

1. Apa itu Pemberitahuan Impor Barang (PIB)?
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) adalah dokumen pemberitahuan yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) tentang proses impor barang. Dokumen ini mencakup rincian barang yang diimpor serta jumlah pajak dan bea masuk yang harus dibayar oleh importir kepada Bea Cukai.
Pemberitahuan Impor Barang disusun oleh importir dengan merujuk pada dokumen pelengkap pabean dan dokumen pemesanan pita cukai. Dalam proses ini, importir bertanggung jawab untuk menghitung sendiri bea masuk, cukai, serta PDRI yang harus dibayar kepada Bea Cukai.
Selain berfungsi sebagai bukti transaksi impor, PIB juga memiliki peranan penting bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), di mana dokumen ini menjadi dasar untuk pelunasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selain itu, PIB juga menjadi acuan bagi kredit pajak masukan.
Aturan terkait Pemberitahuan Impor Barang diatur dalam Undang-Undang Kepabeanan Nomor 10 Tahun 1995 serta Peraturan Menteri Keuangan dan Direktur Jenderal Bea Cukai. PIB penting untuk memperlancar prosedur custom clearance karena dokumen ini digunakan dalam pengeluaran barang dari kawasan pabean.
Kesalahan pengisian Pemberitahuan Impor Barang bisa menyebabkan keterlambatan, denda, atau penyitaan barang, sehingga akurasi dan kelengkapan data sangat krusial untuk mendukung kelancaran pengiriman.
Baca juga: Panduan Dokumen Ekspor Impor untuk Pengiriman Logistik
2. Dasar Hukum Pemberlakuan Dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
Dasar hukum untuk penerapan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) di Indonesia diatur oleh beberapa peraturan penting. Pertama, Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 yang mengatur tentang kepabeanan, yang kemudian mengalami perubahan melalui UU No. 17 Tahun 2006.
Selain itu, regulasi mengenai deklarasi bea cukai juga telah mengalami beberapa pembaruan. Misalnya, Peraturan Dirjen Bea dan Cukai No. P-22/BC/2009 tentang Pabean Impor yang mengatur prosedur pengajuan deklarasi barang impor.
Peraturan ini juga telah diperbaharui beberapa kali, dengan pembaruan terakhir pada PER 20/BC/2016, yang memastikan bahwa aturan tersebut tetap relevan dengan praktik perdagangan internasional dan kebutuhan nasional yang terus berkembang.
Dalam hal pengawasan keuangan, Peraturan Menteri Keuangan No. 155/PMK.04/2008 mengatur tentang prosedur pengajuan formulir pemberitahuan impor barang. Seperti halnya peraturan sebelumnya, regulasi ini telah beberapa kali direvisi, dan yang terbaru adalah PMK.04/2015.
Pembaruan ini mencerminkan kebutuhan untuk menjaga efisiensi dan keselarasan dengan standar internasional. Dengan demikian, kerangka hukum ini memastikan bahwa proses impor barang di Indonesia dapat dilakukan dengan tertib dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Jenis-Jenis Pemberitahuan Impor Barang
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) merupakan dokumen penting dalam prosedur kepabeanan Indonesia, berfungsi sebagai deklarasi atas barang impor yang masuk ke wilayah pabean. Ketahui berbagai jenis PIB yang umum digunakan sebagai berikut.
a. PIB Biasa
PIB Biasa merupakan deklarasi impor tunggal yang disampaikan untuk satu kali proses pemasukan barang. Pengajuannya bisa dilakukan sebelum kedatangan barang (prenotifikasi) atau sesudah barang tiba di area pabean.
Skema pembayarannya bervariasi, dapat tunai, sebagian, ditanggung pemerintah, atau bahkan dibebaskan, bergantung pada kebijakan kepabeanan yang berlaku.
b. PIB Berkala
PIB Berkala dirancang untuk importir dengan volume pemasukan barang yang tinggi atau untuk jenis barang tertentu yang diizinkan untuk dikirimkan secara berulang dalam suatu periode.
Dokumen ini mencakup beberapa kali impor dalam jangka waktu yang telah ditentukan, dengan penyelesaian kewajiban pembayaran yang dapat dilakukan secara periodik, sesuai fasilitas yang diperoleh.
c. PIB Penyelesaian
PIB Penyelesaian adalah dokumen yang diajukan setelah barang impor telah dilepaskan dari pengawasan pabean. Jenis PIB ini umumnya diterapkan untuk barang-barang yang pengeluarannya memerlukan penyerahan jaminan di awal.
Pembayaran bea masuk dan pajak lainnya dilakukan setelah proses pengeluaran barang selesai, dengan memanfaatkan jaminan yang telah diberikan sebelumnya.
4. Apa Fungsi PIB bagi Bisnis Logistik?
Hampir sama seperti faktur, dokumen PIB berfungsi sebagai bukti resmi transaksi impor yang dilakukan, yang terkait dengan kewajiban perpajakan. Dokumen ini disertakan untuk mengatur dan memperlancar proses impor dalam bisnis logistik.
Jika dijabarkan lebih detail, fungsi dokumen ini meliputi aspek legal, pajak, dan manajemen barang. Berikut akan dibahas lebih lanjut terkait fungsi Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
a. Legalitas Impor
Dokumen ini memuat semua informasi yang dibutuhkan pemerintah untuk memverifikasi barang yang diimpor. Dengan ini, bisa dipastikan barang tersebut tidak termasuk dalam kategori barang larangan.
Penyertaan Pemberitahuan Impor Barang juga menunjukkan bahwa importir patuh terhadap hukum sehingga terhindar dari risiko sanksi seperti penyitaan atau denda. Dokumen ini juga mendukung importir untuk mendapatkan klaim asuransi pengiriman barang dan pembelaan di pengadilan jika terjadi perselisihan terkait impor.
b. Penghitungan & Pembayaran Pajak
Fungsi kedua adalah sebagai dasar penghitungan dan pembayaran pajak serta bea masuk yang terkait dengan barang impor. Pemberitahuan Impor Barang berisi detail yang diperlukan untuk menilai barang, termasuk jenis barang, jumlah, dan harga transaksi.
Informasi ini digunakan oleh otoritas bea cukai untuk menentukan tarif pajak dan bea masuk yang harus dibayar oleh importir. Proses ini diperlukan agar dapat dipastikan negara menerima pendapatan yang layak dari aktivitas impor, dan juga membantu pihak-pihak dalam bisnis logistik untuk merencanakan biaya freight secara lebih efisien.
c. Pemantauan Barang
Dengan menggunakan informasi yang tercatat dalam Pemberitahuan Impor Barang, otoritas bea dan cukai dapat melacak lokasi fisik barang, memastikan bahwa barang tersebut tidak disalahgunakan atau dialihkan selama proses pengiriman.
Selain itu, implementasi aplikasi logistik yang tepat dapat meningkatkan akurasi pemantauan barang, yang membantu mengoptimalkan operasional logistik. Dengan demikian, aplikasi tersebut mampu mengurangi waktu tunggu di pelabuhan dan mempercepat distribusi barang ke penerima akhir, meningkatkan efisiensi secara keseluruhan.
5. Dokumen Pelengkap untuk Pembuatan PIB
Proses Pemberitahuan Impor Barang (PIB) memerlukan berbagai dokumen pendukung untuk memenuhi regulasi bea cukai. Kelengkapan dan keabsahan dokumen-dokumen ini menjadi faktor utama agar barang impor dapat segera diproses dan dikeluarkan dari kawasan pabean.
Berikut adalah dokumen-dokumen yang perlu dilampirkan sebagai pelengkap pembuatan PIB.
a. Invoice
Invoice adalah dokumen tagihan resmi dari penjual di luar negeri kepada pembeli (importir) di Indonesia. Dokumen ini memuat detail penting seperti jenis barang, jumlah, harga satuan, total nilai barang, dan syarat pembayaran.
Invoice menjadi dasar perhitungan bea masuk dan pajak dalam rangka impor, serta merupakan bukti transaksi jual beli yang sah secara internasional.
b. Packing List
Packing list adalah daftar rinci mengenai isi kemasan atau peti kemas yang dikirim. Dokumen ini merinci jumlah kemasan, berat bersih dan kotor setiap kemasan, dimensi, serta tanda atau nomor pengenal pada kemasan.
Packing list sangat penting untuk memverifikasi kesesuaian antara barang yang dikirim dengan dokumen, memudahkan proses bongkar muat, serta pemeriksaan oleh pihak bea cukai.
c. Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB)
Bill of Lading (untuk angkutan laut) atau Airway Bill (untuk angkutan udara) adalah dokumen kepemilikan barang dan kontrak pengangkutan antara pengirim dan pengangkut.
Dokumen ini berfungsi sebagai bukti penerimaan barang oleh pengangkut, rincian pengiriman, dan instruksi penyerahan barang kepada penerima di tempat tujuan. B/L atau AWB sangat vital untuk klaim kepemilikan barang impor.
d. Polis Asuransi (jika diasuransikan)
Polis asuransi adalah dokumen bukti perjanjian pertanggungan antara importir dengan perusahaan asuransi. Dokumen ini menjamin ganti rugi atas kehilangan atau kerusakan barang selama perjalanan impor.
Meskipun tidak selalu wajib, polis asuransi sangat disarankan untuk melindungi nilai barang impor dari risiko yang tidak terduga, memberikan rasa aman dan mengurangi potensi kerugian finansial bagi importir.
e. Surat Izin Impor (jika ada)
Surat izin impor adalah dokumen persetujuan dari instansi terkait yang diperlukan untuk impor barang tertentu. Contohnya adalah izin dari Kementerian Perdagangan untuk produk tertentu atau izin dari BPOM untuk makanan dan obat-obatan.
Dokumen ini memastikan bahwa barang yang diimpor memenuhi standar dan regulasi yang berlaku di Indonesia, menjaga keamanan dan kesehatan masyarakat.
Baca juga: 10 Freight Forwarding Software Terbaik di Indonesia Tahun 2025
6. Contoh Dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang)
Contoh Pemberitahuan Impor Barang di bawah ini adalah bentuk sederhana yang bisa Anda perhatikan untuk mengetahui apa saja informasi-informasi yang ditulis di dalamnya. Dengan memahami contoh dokumen PIB berikut ini, Anda jadi bisa merencanakan berbagai informasi yang harus disiapkan saat melakukan impor barang.
Informasi penting pertama yang harus dicantumkan adalah identitas importir. Informasi ini mencakup nama lengkap, alamat, dan nomor identifikasi NPWP dari perusahaan bisnis logistik atau individu yang melakukan impor.
Identitas ini diperlukan untuk pertanggungjawaban dalam transaksi impor dan untuk keperluan audit oleh otoritas terkait. Identitas yang jelas dan akurat memudahkan proses verifikasi dan penelusuran oleh bea dan cukai.
Berikutnya, ada informasi pemasok atau pengirim barang dari luar negeri. Ini termasuk nama perusahaan, alamat, dan negara asal pengirim.
Data ini digunakan untuk menilai apakah barang aman dan proses impor telah mematuhi regulasi perdagangan internasional yang ditetapkan, serta untuk melakukan pengecekan terhadap embargo atau sanksi perdagangan yang mungkin berlaku terhadap negara pengirim.
Ketiga, deskripsi detail tentang barang yang diimpor. Informasi ini meliputi jenis barang, kuantitas, harga per unit, dan nilai total barang. Deskripsi harus ditulis cukup rinci untuk memudahkan otoritas bea cukai menilai apakah barang tersebut memenuhi kriteria impor serta untuk menentukan tarif bea masuk yang sesuai dengan nilai barang.
Deskripsi yang akurat juga penting untuk mencegah kesalahan dalam klasifikasi barang yang dapat mengakibatkan pemberlakuan tarif yang salah atau penahanan barang.
Berikutnya, contoh dokumen PIB juga harus mencakup rincian pengiriman. Ini termasuk mode pengangkutan yang digunakan seperti udara, laut, atau darat, nama angkutan, nomor penerbangan atau voyage, serta port of discharge atau bandara pemasukan.
Informasi ini digunakan untuk melacak perjalanan barang dan untuk mengatur jadwal pengawasan oleh pihak bea cukai di titik masuk. Informasi pokok lainnya yang harus ada dalam contoh PIB adalah estimasi waktu kedatangan barang. Waktu ini penting untuk koordinasi dengan otoritas pelabuhan dan bea cukai untuk persiapan inspeksi dan penerimaan barang.
Informasi ini juga membantu importir dalam mengelola logistik dan persiapan distribusi barang lebih lanjut. Dengan mencatat waktu kedatangan, maka risiko keterlambatan pengiriman dapat diminimalisir dan potensi biaya tambahan akibat penundaan dapat dihemat.
Selanjutnya, sangat penting untuk mencantumkan informasi mengenai kode tarif harmonisasi sistem (HS) dari barang yang diimpor dalam contoh dokumen PIB. Kode HS adalah standar internasional untuk mengklasifikasikan produk dagang yang digunakan oleh negara-negara supaya penentuan tarif bea masuk lebih akurat.
Untuk memastikan kelancaran setiap tahapan, memahami proses impor barang secara menyeluruh akan membantu importir dan pihak terkait mempersiapkan dokumen dan persyaratan yang diperlukan dengan lebih baik.
Dengan dukungan Software Logistik ScaleOcean, semua informasi dan dokumen impor dapat dikelola secara terpusat dan real-time, memudahkan koordinasi antar pihak serta mengurangi risiko kesalahan administrasi. Hal ini membuat proses impor berjalan lebih efisien dan transparan.
Baca juga: Apa Perbedaan FCL dan LCL dalam Bisnis Logistik?
7. Optimalkan Proses Impor Barang dengan Software Logistik ScaleOcean
Mengurus dokumen PIB sering kali menjadi tantangan bagi importir karena banyaknya detail yang harus diperhatikan, mulai dari data barang, perhitungan bea masuk, hingga kelengkapan pajak. Kesalahan kecil saja dapat berakibat pada keterlambatan atau denda dari bea cukai.
Dengan menggunakan software logistik ScaleOcean, perusahaan dapat mengurangi risiko tersebut melalui otomatisasi dokumen dan integrasi data yang lebih akurat. Selain itu, ScaleOcean juga menyediakan demo gratis yang memungkinkan bisnis mencoba langsung bagaimana sistem ini mendukung proses impor.
Dengan demo ini, Anda dapat melihat bagaimana penyusunan dokumen PIB menjadi lebih cepat, transparan, dan sesuai ketentuan pabean, sehingga proses clearance berjalan lebih lancar tanpa menghambat arus barang masuk. Beberapa fitur utama yang membantu proses impor Anda adalah:
- Otomatisasi Dokumen PIB: Data impor terisi otomatis dari sistem, mengurangi input manual.
- Integrasi CEISA 4.0: Sinkronisasi langsung dengan sistem kepabeanan untuk mempercepat clearance.
- Tracking Status Pengajuan: Pantau posisi dokumen PIB mulai dari pengajuan hingga persetujuan.
- Template Compliance: Format dokumen sesuai regulasi DJBC, mengurangi risiko kesalahan administrasi.
- Dashboard Analitik: Laporan lengkap untuk memantau biaya impor, pajak, dan kinerja operasional.
8. Kesimpulan
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) bukan sekadar formalitas, melainkan fondasi utama bagi kelancaran dan legalitas setiap kegiatan impor di Indonesia. Dokumen ini bertujuan untuk menunjukkan transparansi dan akuntabilitas antara importir dan Bea Cukai, serta menjembatani masuknya barang impor sesuai regulasi yang berlaku.
Untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan logistik, ScaleOcean menawarkan solusi software logistik yang terintegrasi. Dengan fitur unggulan yang mempermudah pelacakan barang dan manajemen inventaris, ScaleOcean dapat membantu perusahaan Anda mengoptimalkan seluruh proses logistik, dari impor hingga distribusi, secara lebih cepat dan akurat.
FAQ:
1. Apa yang dimaksud PIB?
Pelatihan Bea Cukai – Pemberitahuan Impor Barang (PIB) adalah dokumen krusial dalam proses impor barang ke Indonesia. Dokumen ini berfungsi untuk memberi tahu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mengenai aktivitas impor barang yang dilakukan oleh importir.
2. Siapa yang membayar PIB?
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dibayar pembeli atas transaksi jual beli Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP). PPN tersebut kemudian disetorkan ke kas negara oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bertindak sebagai penjual.
3. Apakah PIB harus dilaporkan?
PIB adalah dokumen pemberitahuan yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan impor barang. Dokumen ini ditujukan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), namun karena melibatkan pajak seperti PPh dan PPN, PIB juga harus dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP).