Masa simpan adalah bagian penting dari setiap produk, baik makanan, obat, kosmetik, hingga barang konsumsi lainnya. Beberapa produk mampu bertahan dalam waktu lama, sementara lainnya harus segera digunakan agar tetap aman dan efektif. Dalam konteks ini, istilah expired menjadi penanda penting yang tidak bisa diabaikan.
Namun, pemahaman tentang expired artinya batas waktu aman penggunaan produk sering kali masih keliru dan kerap disamakan dengan label lain seperti best before atau use by. Padahal, masing-masing memiliki makna serta implikasi yang berbeda, terutama terkait aspek keamanan dan kualitas. Bagi pelaku usaha, kesalahan dalam mengelola produk expired tidak hanya memengaruhi mutu, tetapi juga dapat menimbulkan kerugian bisnis secara langsung.
Artikel ini akan membahas pengertian expired, perbedaannya dengan istilah lain, serta bagaimana risiko produk kadaluarsa dapat dicegah dengan strategi yang tepat.
- Expired adalah batas aman penggunaan produk yang ditetapkan produsen untuk menjaga kualitas dan keamanan konsumsi.
- Produk kadaluarsa dapat menimbulkan risiko kesehatan, kerugian finansial, dan kerusakan reputasi bisnis jika tidak ditangani dengan benar.
- Penerapan strategi rotasi stok dan sistem inventaris berbasis teknologi membantu mencegah akumulasi barang expired dan menjaga efisiensi operasional.
1. Apa Itu Expired (Kadaluarsa)?
Expired adalah batas akhir penggunaan suatu produk yang produsen tetapkan untuk menjamin keamanan dan efektivitas produk. Ketika produk melewati tanggal tersebut, konsumen menganggapnya tidak lagi layak dikonsumsi atau digunakan karena kualitasnya telah menurun drastis dan bahkan bisa membahayakan kesehatan.
Produsen adalah pihak yang mencantumkan label expired pada produk seperti makanan, obat-obatan, kosmetik, hingga fast or slow moving stock lainnya. Mereka juga memastikan informasi ini tersedia secara jelas agar konsumen dapat mengambil keputusan penggunaan dengan aman. Tanggal kadaluwarsa adalah bagian dari upaya produsen dalam menjalankan perlindungan konsumen dan pengendalian mutu produk.
2. Tujuan Pemberian Tanggal Kadaluarsa
Produsen tidak hanya mencantumkan tanggal kedaluwarsa sebagai informasi pelengkap di kemasan, tetapi juga menjadikannya bagian penting dari sistem jaminan mutu. Mereka menetapkan tanggal ini untuk memastikan produk tetap berada dalam kondisi aman dan berkualitas selama periode penggunaan yang telah ditentukan.
Selain memberikan panduan kepada konsumen, produsen juga menggunakan tanggal tersebut sebagai alat kontrol dalam rantai pasok. Dengan informasi ini, pelaku usaha dapat mengatur stok dan distribusi secara lebih efisien guna meminimalkan risiko kerusakan atau penurunan mutu produk.
a. Menjamin Produk Masih Layak Pakai
Produsen mencantumkan tanggal kadaluwarsa untuk memberikan kepastian bahwa produk masih aman dikonsumsi atau digunakan dalam kurun waktu tertentu. Mereka menetapkan batas ini berdasarkan hasil uji stabilitas atau masa simpan produk selama proses pengembangan.
Ketika konsumen mengikuti batas waktu tersebut, mereka tetap mendapatkan produk dengan kualitas yang sesuai standar. Anda bisa menggunakan sistem dengan fungsi data warehouse untuk membantu memberikan data real-time dan akurat agar dapat meminimalkan risiko penggunaan barang yang sudah rusak.
Selain itu, konsumen dapat menggunakan produk dengan lebih tenang karena mengetahui masa berlakunya secara pasti.
b. Melindungi Konsumen dari Risiko Kesehatan
Produk yang telah melewati expiry date berisiko mengalami penurunan kualitas secara signifikan. Dalam kasus makanan dan obat-obatan, kondisi ini dapat memicu berbagai gangguan kesehatan seperti mual, keracunan, atau reaksi alergi. Sementara itu, kosmetik yang sudah kadaluarsa berpotensi menyebabkan iritasi, ruam, hingga infeksi kulit karena terjadi perubahan komposisi bahan aktif di dalamnya.
Oleh karena itu, produsen mencantumkan tanggal kadaluwarsa sebagai acuan penting agar konsumen dapat menghindari risiko-risiko tersebut. Informasi ini berperan sebagai bentuk perlindungan awal terhadap bahaya yang tidak selalu terlihat secara fisik. Dengan adanya informasi masa berlaku yang jelas, konsumen dapat menggunakan produk dengan lebih aman dan bertanggung jawab.
c. Bentuk Tanggung Jawab Produsen
Produsen mencantumkan tanggal kadaluarsa sebagai wujud tanggung jawab atas kualitas dan keamanan produk yang mereka edarkan. Penetapan masa simpan ini didasarkan pada hasil uji stabilitas untuk memastikan produk tetap memenuhi standar mutu selama periode tertentu. Melalui tindakan ini, produsen menunjukkan komitmen nyata terhadap perlindungan konsumen dan kepatuhan mutu.
Selain itu, produsen juga mematuhi regulasi industri dengan menyampaikan informasi kadaluarsa secara transparan. Tindakan ini membangun kepercayaan konsumen dan menciptakan citra merek yang bertanggung jawab. Dalam jangka panjang, transparansi tersebut memperkuat reputasi perusahaan dan meningkatkan daya saing di pasar.
3. Perbedaan Antara Expired dan Best Before

Masih banyak orang yang mengira label expired dan best before memiliki arti yang sama. Padahal, keduanya menunjukkan dua hal yang sangat berbeda, terutama terkait keamanan dan kualitas produk. Jika salah dalam memahami istilah ini, konsumen bisa saja membuang produk yang sebenarnya masih layak konsumsi, atau sebaliknya, menggunakan produk yang sudah berisiko.
Mengetahui perbedaan keduanya sangat penting, baik bagi konsumen maupun pelaku usaha. Hal ini tidak hanya memengaruhi keputusan pembelian dan penggunaan produk, tapi juga berdampak pada cara penyimpanan, penjualan, hingga strategi manajemen stok yang digunakan dalam bisnis. Berikut perbedaan Best Before dan Expired
a. Best Before
Label best before adalah penanda yang produsen gunakan untuk menunjukkan tanggal optimal dari segi rasa, aroma, tekstur, atau kandungan nutrisi suatu produk. Setelah tanggal ini terlewati, produk masih dapat dikonsumsi selama tidak menunjukkan kerusakan fisik atau kontaminasi. Produsen biasanya mencantumkan label ini pada makanan kering, kopi, teh, dan produk bumbu dapur.
Konsumen tetap bisa menggunakan produk setelah melewati tanggal best before, namun kualitas sensorialnya mungkin tidak lagi maksimal. Label ini lebih menekankan pada penurunan mutu, bukan aspek keamanan, sehingga penggunaannya relatif fleksibel dalam konteks konsumsi. Contohnya, Produk biskuit yang melewati tanggal best before mungkin terasa kurang renyah, tetapi masih aman dikonsumsi selama tidak berjamur atau berbau tengik.
b. Expired
Produsen menetapkan label expired sebagai batas waktu aman penggunaan produk, berdasarkan hasil uji stabilitas dan penilaian risiko terhadap kesehatan. Setelah melewati tanggal tersebut, konsumen sebaiknya tidak menggunakan produk tersebut karena berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan. Produsen mencantumkan label ini terutama pada obat-obatan, suplemen, produk medis, dan kosmetik cair.
Produk expired berisiko mengalami perubahan kimia atau biologis yang tidak kasat mata, namun berbahaya bila tetap digunakan. Oleh karena itu, banyak regulasi yang melarang penjualan atau distribusi produk yang telah melewati tanggal expired sebagai bagian dari perlindungan konsumen. Contohnya, Paracetamol yang sudah melewati tanggal expired bisa mengalami degradasi kandungan, sehingga efektivitasnya menurun atau bahkan menimbulkan efek samping tertentu.
4. Risiko Penggunaan Barang Expired
Permasalahan terkait produk expired tidak hanya berdampak pada mutu, tetapi juga menjadi ancaman serius terhadap kelangsungan bisnis. Dalam pasar yang sangat kompetitif, kelalaian dalam pengelolaan masa simpan dapat memicu konsekuensi hukum, reputasional, dan finansial.
Risiko ini bisa muncul di berbagai titik rantai pasok dari gudang hingga penjualan. Oleh karena itu, perusahaan perlu memahami secara komprehensif dampak barang kadaluarsa dan memasukkannya ke dalam kebijakan manajemen risiko, mutu, dan kepatuhan operasional.
a. Risiko terhadap Kesehatan Konsumen
Produk yang telah melewati tanggal kadaluwarsa berisiko mengalami perubahan fisik, kimia, atau biologis yang tidak selalu terlihat secara kasat mata. Konsumsi produk tersebut dapat menyebabkan berbagai reaksi merugikan, mulai dari keracunan ringan hingga gangguan kesehatan serius, tergantung pada jenis dan sensitivitas pengguna. Dalam industri makanan dan farmasi, risiko ini menjadi sangat signifikan karena dapat langsung memengaruhi keselamatan konsumen.
Ketika perusahaan gagal menjamin keamanan produk yang mereka distribusikan, hal ini dapat mengarah pada pelanggaran terhadap standar keamanan dan menimbulkan konsekuensi hukum. Risiko semacam ini tidak hanya berdampak pada kesehatan pengguna, tetapi juga membuka peluang gugatan hukum dan penarikan produk secara massal. Oleh karena itu, pengawasan terhadap masa simpan produk harus menjadi prioritas dalam sistem jaminan mutu perusahaan.
b. Risiko Hukum dan Kepatuhan Regulasi
Perusahaan yang menjual atau mendistribusikan produk expired melanggar ketentuan perlindungan konsumen dan regulasi industri. Di Indonesia, otoritas berwenang dapat menjatuhkan sanksi administratif hingga pidana, tergantung pada sektor usaha yang terlibat. Regulator juga dapat mencabut izin edar, menjatuhkan denda, atau memproses tuntutan hukum dari pihak ketiga.
Untuk mencegah risiko tersebut, perusahaan perlu menjalankan pengendalian mutu internal, melakukan audit secara berkala, serta menerapkan sistem pelacakan tanggal kadaluwarsa yang terintegrasi dan menyeluruh.
c. Penurunan Kepercayaan terhadap Merek
Insiden produk kadaluarsa yang beredar di pasar dapat merusak kepercayaan konsumen terhadap merek secara menyeluruh. Dalam era digital, informasi menyebar sangat cepat, dan satu ulasan negatif atau keluhan publik dapat menciptakan persepsi buruk yang bertahan lama. Sekalipun kesalahan terjadi di level operasional, konsumen cenderung menyalahkan merek secara keseluruhan.
Untuk mencegah dampak jangka panjang, perusahaan perlu memastikan kualitas produk tetap terjaga hingga titik distribusi akhir. Dengan konsistensi mutu, perusahaan dapat membangun reputasi yang kredibel dan mempertahankan daya saing di pasar yang sensitif terhadap isu kepercayaan. Pengabaian terhadap manajemen stok yang buruk juga dapat menciptakan dead stock yang mencerminkan ketidakefisienan sistem dan memperkuat persepsi negatif dari pelanggan.
5. Risiko Bisnis Akibat Kadarluasa
Barang kadaluarsa bukan hanya menciptakan beban fisik di gudang, tetapi juga menjadi indikator lemahnya efisiensi dalam sistem manajemen rantai pasok. Stok yang tidak bergerak dengan cepat akan menyulitkan operasional dan menyebabkan pemborosan aset.
Kondisi ini tentu menurunkan efisiensi logistik dan mengurangi pemanfaatan ruang pergudangan yang seharusnya digunakan untuk barang dengan nilai putar tinggi. Maka dari itu, pemahaman menyeluruh terhadap risiko bisnis dari barang kadaluarsa sangat diperlukan dalam menyusun strategi pengendalian biaya dan efisiensi operasional.
a. Kerugian Finansial dari Produk Tidak Terjual
Perusahaan tidak dapat menjual produk yang melewati masa simpan dengan harga normal, dan dalam banyak kasus, harus memusnahkannya. Kondisi ini langsung menurunkan margin keuntungan, terutama jika terjadi secara berulang dalam volume besar.
Selain itu, perusahaan harus menanggung biaya tambahan untuk proses disposal yang sering kali tidak tercantum dalam anggaran operasional. Tanpa penerapan sistem rotasi stok yang efektif, risiko akumulasi barang kadaluarsa akan terus berulang dan menggerus pendapatan.
Dalam jangka panjang, kerugian finansial ini dapat menghambat pertumbuhan dan memperlambat ekspansi bisnis. Salah satu aspek yang perlu diperhitungkan dalam pengelolaan ini adalah stock out cost, yang mengukur dampak finansial dari kehilangan peluang penjualan akibat ketidaktersediaan stok yang tepat waktu.
b. Meningkatnya Biaya Penyimpanan (Holding Cost)
Produk yang tidak bergerak dan mendekati masa kadaluwarsa akan menambah beban biaya penyimpanan secara signifikan. Biaya tersebut mencakup utilitas, tenaga kerja, pendinginan (jika diperlukan), serta pemeliharaan ruang gudang. Semakin lama barang mengendap di rak tanpa rotasi, semakin besar potensi holding cost yang tidak memberikan kontribusi langsung terhadap pendapatan perusahaan.
Perusahaan kehilangan efisiensi logistik ketika ruang penyimpanan yang seharusnya digunakan untuk produk dengan rotasi tinggi justru terisi oleh barang yang tidak produktif. Kondisi ini turut menurunkan indikator performa seperti inventory turnover ratio. Jika perusahaan membiarkan backlog menumpuk, proses distribusi akan terhambat dan arus barang menjadi lebih lambat, sehingga operasional tidak berjalan optimal dan biaya logistik terus meningkat.
c. Ruang Gudang Terpakai Secara Tidak Efisien
Perusahaan gagal memanfaatkan ruang penyimpanan secara optimal ketika membiarkan stok kadaluarsa menumpuk, padahal ruang tersebut seharusnya mereka alokasikan untuk produk dengan perputaran tinggi. Kondisi ini sering kali berawal dari kelalaian dalam memahami cara membaca tanggal expired yang benar, sehingga produk tidak terdistribusi sesuai prioritas masa simpan. Jika perusahaan tidak segera menangani kondisi ini, proses logistik akan melambat dan operasional pun terganggu secara menyeluruh.
Selain itu, gudang yang padat dan tidak tertata rapi meningkatkan risiko human error, seperti kesalahan saat picking dan pengiriman. Dalam jangka panjang, perusahaan mungkin terpaksa melakukan ekspansi gudang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, yang justru meningkatkan biaya logistik tanpa kontribusi nyata terhadap produktivitas.
d. Potensi Pelanggaran Regulasi dan Risiko Reputasi
Menjual atau mendistribusikan produk yang telah melewati masa kadaluwarsa dapat menimbulkan konsekuensi hukum yang serius, khususnya dalam industri dengan regulasi ketat seperti makanan, farmasi, dan kosmetik. Ketika pelanggaran terjadi, perusahaan tidak hanya menghadapi denda administratif, tetapi juga risiko penarikan produk (recall) secara besar-besaran yang dapat mengganggu stabilitas operasional dan merusak hubungan dengan mitra distribusi.
Selain aspek hukum, isu ini juga sangat berpotensi menciptakan krisis reputasi, terlebih di era media sosial dan transparansi digital saat ini. Publikasi negatif atau keluhan konsumen yang tersebar luas dapat membentuk persepsi buruk terhadap perusahaan dalam waktu singkat. Jika tidak ditangani secara cepat dan tepat, dampaknya bisa berlangsung lama dan menghambat kelangsungan kerja sama bisnis. Pemulihan reputasi yang telah tercoreng membutuhkan waktu, biaya, dan upaya strategis yang tidak sedikit.
6. Strategi Mengatasi Barang Expired dalam Bisnis

Perusahaan tidak cukup hanya membuang produk kadaluarsa, tetapi juga harus mengelola barang tersebut sebagai bagian dari strategi efisiensi operasional dan perlindungan aset. Tanpa sistem manajemen stok yang terstruktur, perusahaan akan terus menanggung kerugian akibat produk expired yang tidak terkendali. Oleh karena itu, penting bagi bisnis untuk memiliki langkah penanganan barang expired yang terstruktur agar tidak berdampak pada performa rantai pasok.
Untuk mencegah akumulasi stok berisiko, perusahaan harus mengadopsi pendekatan strategis berbasis data dan proses yang terukur. Dengan menerapkan sistem yang tepat dan kebijakan yang terstruktur, perusahaan dapat menekan risiko barang kadaluarsa secara signifikan tanpa harus mengorbankan produktivitas atau profitabilitas.
a. Terapkan Sistem FEFO (First Expired, First Out)
Strategi FEFO memastikan bahwa barang dengan tanggal kadaluwarsa paling dekat akan didistribusikan atau dijual terlebih dahulu. Pendekatan ini mendorong rotasi stok yang lebih sehat dan mengurangi kemungkinan produk tertinggal terlalu lama di gudang hingga melewati masa simpan. Sistem ini sangat relevan untuk bisnis yang menangani produk dengan shelf life terbatas, seperti makanan, obat-obatan, dan kosmetik.
Untuk menerapkan metode FEFO secara efektif, perusahaan perlu membangun sistem pelacakan yang akurat, termasuk penggunaan batch code atau lot number. Selain memudahkan pengelolaan stok, penerapan FEFO juga berdampak langsung pada peningkatan inventory turnover dan efisiensi logistik. Dengan rotasi barang yang terkendali, perusahaan dapat menjaga kualitas produk sekaligus menekan potensi kerugian akibat barang expired.
b. Gunakan Label atau Penanda Khusus pada Stok Mendekati Expired
Perusahaan sebaiknya memberikan penanda visual pada produk yang mendekati tanggal kadaluwarsa, seperti label berwarna atau tag khusus. Tindakan ini membantu tim operasional melakukan picking, pemeriksaan kualitas, dan perencanaan distribusi secara lebih efisien.
Selain itu, perusahaan dapat mengintegrasikan penanda tersebut ke dalam sistem inventaris untuk memicu notifikasi otomatis saat produk mendekati masa simpan. Penggunaan sistem batch tracking akan memperkuat akurasi dalam identifikasi dan pelacakan status barang dalam stok.
c. Berikan Diskon atau Promo untuk Percepatan Penjualan
Perusahaan dapat meningkatkan efisiensi perputaran stok dengan memberikan diskon pada produk yang mendekati tanggal kadaluwarsa. Perusahaan dapat mengurangi potensi kerugian akibat pemusnahan produk dan sekaligus mendorong penjualan jangka pendek melalui tindakan ini. Namun, walaupun memberikan diskon, perusahaan tetap harus memperhatikan agar tidak terjadi out of stock, yang dapat mengganggu ketersediaan produk untuk pelanggan yang membutuhkan.
Untuk menjalankannya secara efektif, perusahaan perlu memastikan transparansi informasi masa berlaku kepada pelanggan. Produk yang ditawarkan tetap harus memenuhi standar mutu dan keamanan. Dengan perencanaan promosi yang matang, perusahaan bisa menerapkan strategi ini di berbagai kanal penjualan, baik online maupun offline, tanpa mengorbankan kepercayaan konsumen.
d. Retur ke Supplier atau Donasikan Produk Layak
Jika memungkinkan, perusahaan dapat menjalin kesepakatan dengan supplier untuk mengembalikan produk yang tidak terjual menjelang masa kadaluwarsa. Langkah ini membantu meminimalkan kerugian finansial serta mencegah produk yang tidak layak tetap berada di jalur distribusi. Kerja sama retur semacam ini juga bisa menjadi bagian dari kebijakan pengadaan yang lebih fleksibel dan adaptif.
Alternatif lainnya adalah mendonasikan produk yang masih memenuhi standar keamanan ke lembaga sosial atau mitra CSR. Selain mengurangi potensi kerugian, strategi ini turut memperkuat citra positif perusahaan di mata publik. Namun, proses donasi tetap perlu didukung oleh dokumentasi dan verifikasi kualitas produk secara menyeluruh.
e. Evaluasi Manajemen Stok Secara Berkala
Perusahaan perlu secara rutin melakukan audit stok dan mengevaluasi sistem manajemen inventaris untuk mencegah terjadinya penumpukan produk kadaluarsa. Evaluasi ini mencakup analisis aging stock, tren penjualan, pengecekan manufacturing date, serta penyesuaian kebijakan pengadaan.
Dengan dukungan data yang akurat, perusahaan dapat memperkirakan permintaan lebih tepat dan menyusun siklus pembelian yang efisien. Evaluasi rutin juga membantu mendeteksi produk slow-moving yang berisiko tinggi menjadi barang expired. Jika tidak segera ditindaklanjuti, produk ini berpotensi menjadi dead stock yang hanya membebani biaya pergudangan tanpa memberikan nilai tambah bagi perusahaan, serta dapat memengaruhi tingkat stock level yang seharusnya seimbang dan efisien.
7. Peran Sistem Manajemen Inventaris dalam Mencegah Barang Expired

Perusahaan perlu mengandalkan sistem manajemen inventaris yang mampu memantau masa simpan produk secara proaktif. Dengan aplikasi stok barang terbaik, tim bisa menerima notifikasi otomatis sebelum tanggal kedaluwarsa dan mengakses data aging stock secara real-time. Integrasi dengan procurement dan penjualan membuat rotasi produk lebih efisien sekaligus mencegah akumulasi barang kadaluarsa.
Salah satu solusi yang bisa dipertimbangkan adalah software manajemen inventaris ScaleOcean. Dengan fitur seperti dashboard terpusat, pelacakan batch, serta peringatan stok yang mendekati expired, tim Anda dapat bekerja lebih cepat dan akurat tanpa mengandalkan proses manual. Integrasi antardivisi yang ditawarkan ScaleOcean membantu bisnis mencegah kerugian akibat produk kedaluwarsa dan meningkatkan efisiensi operasional secara menyeluruh.
8. Kesimpulan
Produk expired mencerminkan kegagalan perusahaan dalam mengelola sistem persediaan secara efektif. Jika tidak dikendalikan, hal ini dapat memicu kerugian finansial, pelanggaran regulasi, dan turunnya kepercayaan dari mitra maupun pelanggan. Pengawasan masa simpan perlu menjadi bagian dari strategi manajemen risiko dan kualitas.
Dengan menerapkan rotasi stok yang terstruktur dan sistem inventaris berbasis teknologi, perusahaan dapat menekan risiko barang kadaluarsa secara signifikan. Dengan strategi yang tepat dan dukungan software inventory seperti ScaleOcean, perusahaan bisa mengoptimalkan proses pengelolaan stok tanpa mengorbankan produktivitas. ScaleOcean menyediakan demo dan konsultasi gratis agar Anda dapat mengevaluasi langsung apakah solusi ini cocok untuk kebutuhan bisnis Anda.
FAQ:
Apa arti Expired?
Durasi di mana makanan tetap dalam kondisi layak konsumsi sebelum akhirnya mengalami pembusukan, kehilangan nilai gizi, atau menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.
Apakah boleh makan di tanggal expired?
Mengonsumsi makanan yang telah melewati tanggal kadaluwarsa dapat menimbulkan sejumlah risiko kesehatan, seperti keracunan makanan hingga masalah pada sistem pencernaan.
ED itu artinya apa?
ED merupakan singkatan dari ‘Expired Date’ atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai ‘Tanggal kadaluwarsa’. Produsen mencantumkan tanggal ini untuk menunjukkan batas waktu suatu produk tetap aman dan layak dikonsumsi atau digunakan.


