Dalam lanskap bisnis yang kompetitif, kehilangan talenta terbaik adalah kerugian besar yang melampaui sekadar biaya rekrutmen. Di tengah tantangan ini, attrition rate atau tingkat atrisi menjadi metrik yang mencerminkan kesehatan internal dan kepuasan karyawan dalam organisasi.
Metrik ini berfungsi sebagai alat diagnostik untuk mengungkap masalah tersembunyi. Seperti budaya kerja yang kurang suportif, kurangnya peluang pengembangan karier, atau tingkat kompensasi yang tidak kompetitif. Dengan menganalisis data atrisi, perusahaan dapat mengidentifikasi akar masalah dan membangun strategi retensi yang lebih tepat sasaran.
Memahami apa itu attrition rate adalah langkah pertama untuk mendiagnosis masalah tersembunyi dan membangun strategi retensi yang efektif. Oleh karena itu, artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk attrition rate, mulai dari definisi, cara menghitung, hingga strategi praktis untuk mengelolanya secara proaktif.
- Attrition rate adalah metrik krusial yang mengukur jumlah karyawan yang meninggalkan perusahaan dan posisinya tidak diisi kembali, menandakan perubahan struktural atau efisiensi.
- Analisis atrisi memberikan wawasan tentang kesehatan jangka panjang organisasi, sementara turnover fokus pada kekosongan posisi yang perlu segera diisi.
- Faktor fundamental yang menyebabkan tingginya angka atrisi seperti kompensasi yang tidak kompetitif, kurangnya pengembangan karier, dan budaya kerja yang toxic.
- Software HR ScaleOcean dapat membantu perusahaan menjalankan startegi proaktif untuk mengelola atrisi, mulai dari mengotomatiskan analisis atrisi dan mengidentifikasi akar masalah.
1. Apa Itu Attrition Rate?
Attrition rate adalah sebuah metrik yang digunakan untuk mengukur persentase jumlah karyawan yang meninggalkan perusahaan pada periode tertentu. Hal ini terutama sangat penting bagi divisi human resources department (HRD) untuk menilai tingkat retensi perusahaan dan regulasi yang ditetapkan.
Contohnya berbagai alasan kepergian, seperti pensiun, pengunduran diri, atau pemutusan hubungan kerja (PHK) di mana perusahaan tidak berniat mencari pengganti.
Dengan demikian, attrition rate memberikan gambaran tentang bagaimana sebuah organisasi beradaptasi, berevolusi, atau bahkan menyusut seiring waktu. Hal ini termasuk kebijakan seperti kompensasi yang diberikan saat terjadi PHK, di mana severance payment adalah salah satu contohnya.
2. Apa itu Employee Attrition?

Employee attrition atau attrition karyawan adalah sebuah fenonema di mana seorang anggota tenaga kerja meninggalkan perusahaan, baik voluntary atau involuntary, namun posisinya tidak diisi dengan segera. Dikarenakan tidak ada pergantian, hal ini cenderung dianggap sebagai pengurangan anggota tenaga kerja permanen.
Penyebab terjadinya fenomena berikut beragam. Bisa saja aksi tersebut diambil oleh perusahaan sebagai sebuah strategi restrukturisasi atau bahkan dapat terjadi secara natural ketika karyawan resign atau dipecat dari perusahaan, namun tidak adanya penyusunan rencana untuk penggantinya.
Menurut Wifitalents, sebanyak 42% karyawan akan meninggalkan perusahaannya yang sekarang, jika ada perusahaan lain yang memberikan tawaran kompensasi dan tunjangan yang lebih baik. Hal ini juga dapat menjadi salah satu penyebab utama karyawan memilih untuk meninggalkan perusahaan.
3. Mengapa Attrition Rate adalah KPI Krusial bagi HR Enterprise?
Attrition rate bukanlah sekadar angka dalam laporan HRD, melainkan sebuah Key Performance Indicator (KPI) HRD yang krusial. Angka ini berfungsi sebagai barometer yang mengukur stabilitas tenaga kerja dan efektivitas strategi manajemen talenta.
Tingkat atrisi yang tinggi dapat menandakan masalah mendasar dalam organisasi, seperti ketidakpuasan karyawan, budaya kerja yang buruk, atau kompensasi yang tidak sepadan.
Selain itu, attrition rate memiliki dampak langsung terhadap profitabilitas dan keberlanjutan operasional. Selain itu, kehilangan karyawan terutama yang berkinerja tinggi, berarti hilangnya pengetahuan institusional, penurunan produktivitas selama masa transisi, dan potensi gangguan pada layanan pelanggan.
Oleh karena itu, memantau metrik ini secara cermat sangat penting. Analisis attrition rate membantu perusahaan untuk:
- Mengukur kesehatan organisasi (workforce health): Mengidentifikasi masalah sistemik seperti manajemen yang buruk atau budaya kerja yang tidak sehat.
- Mengevaluasi efektivitas strategi retensi: Mengukur keberhasilan program yang bertujuan mempertahankan karyawan.
- Mendasari pengambilan keputusan berbasis data: Memberikan wawasan untuk mengembangkan strategi yang lebih efektif dalam meningkatkan kepuasan dan retensi karyawan.
Dengan demikian, memantau attrition metrics pada HRD report secara cermat memungkinkan para decision maker untuk mengidentifikasi tren negatif lebih awal dan mengambil tindakan korektif sebelum masalah tersebut membesar dan merugikan perusahaan secara finansial.
4. Penyebab Utama Terjadinya Attrition Rate
Tingkat atrisi yang tinggi jarang disebabkan oleh satu faktor tunggal, melainkan merupakan hasil dari kombinasi berbagai masalah sistemik dalam organisasi. Bagi perusahaan skala enterprise, tantangannya sering kali lebih kompleks karena skala operasi dan keragaman tenaga kerja.
Dengan memahami pendorong utama di balik employee attrition, manajemen dapat beralih dari sekadar bereaksi terhadap masalah menjadi proaktif dalam menciptakan lingkungan kerja yang mendukung dan menarik. Berikut adalah beberapa penyebab paling umum yang sering dihadapi oleh perusahaan besar:
a. Pensiun
Pensiun menjadi salah satu penyebab utama tingginya attrition rate, terutama di perusahaan besar yang memiliki tenaga kerja senior. Proses ini bersifat natural, namun penting bagi perusahaan untuk merencanakan penggantiannya secara baik agar tidak terjadi kekosongan posisi yang signifikan.
b. Resign
Beberapa alasan umum yang menyebabkan karyawan mengundurkan diri antara lain:
- Ketidaksesuaian dengan Budaya Kerja: Karyawan merasa tidak cocok dengan nilai dan cara kerja perusahaan.
- Kompensasi yang Kurang Memadai: Gaji dan tunjangan yang dirasa tidak sesuai dengan ekspektasi atau kontribusi mereka.
- Work Life Balance yang Tidak Optimal: Beban kerja yang terlalu berat dan kurangnya waktu untuk keseimbangan kehidupan pribadi.
- Kurangnya Peluang Pengembangan Karir: Karyawan merasa tidak ada kesempatan untuk berkembang atau naik jabatan.
- Penawaran dari Pihak Eksternal: Mendapatkan tawaran pekerjaan yang lebih menarik dari perusahaan lain.
c. Restrukturasi
Restrukturasi organisasi, yang seringkali melibatkan pengurangan jumlah karyawan atau perubahan dalam struktur tim, dapat menyebabkan tingginya tingkat attrition. Karyawan yang merasa posisi mereka terancam atau tidak lagi sesuai dengan perubahan struktur, cenderung memilih untuk keluar lebih awal.
d. Kondisi Sosio-Ekonomi
Kondisi sosio-ekonomi yang tidak stabil, seperti krisis ekonomi atau inflasi, dapat membebani perusahaan dalam membayar biaya tenaga kerja. Ketidakpastian ini sering kali mendorong perusahaan untuk mengurangi biaya, yang berujung pada peningkatan attrition.
5. Jenis Attrition Rate
Memahami attrition rate secara keseluruhan adalah penting, tetapi menggali lebih dalam ke berbagai jenisnya dapat memberikan wawasan yang jauh lebih kaya dan dapat ditindaklanjuti.
Mengkategorikan atrisi membantu perusahaan membedakan antara kepergian karyawan yang dapat dicegah dan yang tidak, serta antara yang merugikan dan yang justru menguntungkan bagi perusahaan.
Dengan memecah data atrisi ke dalam beberapa kategori, perusahaan dapat mengidentifikasi pola-pola spesifik yang mungkin terlewatkan jika hanya melihat angka agregat. Pemahaman ini sangat krusial untuk merancang intervensi yang efektif.
Berikut adalah beberapa jenis atrisi yang paling umum dianalisis oleh tim HR.
a. Voluntary Attrition
Voluntary attrition terjadi ketika karyawan memilih untuk meninggalkan perusahaan, sering kali karena alasan pribadi atau mencari peluang yang lebih baik. Menganalisis jenis ini membantu perusahaan mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya dan menciptakan strategi untuk mempertahankan karyawan yang berpotensi.
b. Involuntary Attrition
Involuntary attrition adalah saat perusahaan memutuskan hubungan kerja dengan karyawan, baik karena kinerja yang tidak memadai atau restrukturisasi organisasi. Karyawan yang dilepas cenderung adalah mereka yang dianggap underperform atau tidak sejalan dengan tujuan bisnis lagi, sehingga diputuskan sebagai bagian dari Human Capital Management.
c. Internal Attrition
Internal attrition terjadi ketika karyawan berpindah ke posisi lain dalam perusahaan. Hal ini biasanya disebabkan oleh keinginan untuk berkembang atau mencari tantangan baru. Meskipun karyawan tetap dalam perusahaan, pemindahan mampu berupa hal positif karena karyawan membawa keterampilan baru ke divisi yang berbeda.
d. External Attrition
External attrition mengacu pada karyawan yang meninggalkan perusahaan dan tidak bergabung kembali dalam organisasi. Keputusan ini sering dipengaruhi oleh tawaran pekerjaan luar atau perubahan pribadi.
6. Rumus Attrition Rate
Rumus attrition rate dirancang untuk memberikan persentase penyusutan jumlah karyawan dalam periode waktu tertentu, seperti bulanan, kuartalan, atau tahunan. Formula ini membantu perusahaan menguantifikasi kehilangan talenta dan membandingkannya dengan tolak ukur industri atau periode sebelumnya.
Rumus yang umum digunakan adalah:
Attrition Rate = (Jumlah Karyawan yang Keluar / Jumlah Rata-rata Karyawan) x 100%
- Jumlah Karyawan yang Keluar: Angka ini merujuk pada total karyawan yang meninggalkan perusahaan selama periode yang diukur (misalnya, satu bulan, kuartal, atau tahun) dan posisinya tidak diisi kembali.
- Jumlah Rata-rata Karyawan: Angka ini dihitung dengan menjumlahkan total karyawan di awal dan di akhir periode yang sama, lalu dibagi dua. Penggunaan rata-rata ini memberikan dasar perhitungan yang stabil dan akurat.
7. Cara Menghitung Attrition Rate Karyawan
Menghitung attrition rate karyawan adalah proses yang sistematis dan memerlukan data yang akurat. Proses ini dapat dipecah menjadi tiga langkah utama yang mudah diikuti. Dengan mengikuti langkah-langkah ini, tim HR dapat secara konsisten melacak metrik ini dan melaporkannya kepada manajemen untuk pengambilan keputusan strategis.
Langkah-langkah ini memastikan bahwa perhitungan tidak hanya benar secara matematis, tetapi juga konsisten dari waktu ke waktu. Konsistensi ini memungkinkan perusahaan untuk melakukan analisis tren yang andal. Berikut adalah panduan langkah demi langkah untuk menghitung employee attrition di perusahaan Anda.
a. Tentukan Jumlah Karyawan yang Keluar
Langkah pertama adalah mengidentifikasi dan menghitung jumlah total karyawan yang meninggalkan perusahaan selama periode analisis yang ditentukan (misalnya, satu kuartal atau satu tahun).
Penting untuk dicatat bahwa dalam konteks atrisi, karyawan yang keluar adalah mereka yang posisinya tidak akan diisi kembali. Ini mencakup karyawan yang pensiun, mengundurkan diri dari peran yang akan dihapus, atau diberhentikan sebagai bagian dari efisiensi atau restrukturisasi organisasi.
Data ini harus akurat dan bersumber dari sistem informasi sumber daya manusia (HRIS) perusahaan. Tim HR perlu membedakan dengan jelas antara karyawan yang termasuk dalam perhitungan atrisi dan mereka yang termasuk dalam turnover ratio karyawan.
b. Hitung Jumlah Rata-rata Karyawan pada Periode Tersebut
Langkah kedua adalah menentukan jumlah rata-rata karyawan yang bekerja di perusahaan selama periode yang sama. Menggunakan angka rata-rata memberikan gambaran yang lebih stabil dan akurat daripada hanya menggunakan jumlah karyawan di awal atau akhir periode.
Rumus untuk menghitung jumlah rata-rata karyawan adalah:
Jumlah rata-rata karyawan = (Jumlah Karyawan di Awal Periode + Jumlah Karyawan di Akhir Periode) / 2.
Sebagai contoh, jika perusahaan memiliki 1.000 karyawan pada 1 Januari dan 1.050 karyawan pada 31 Desember, maka jumlah rata-rata karyawan untuk tahun tersebut adalah (1.000 + 1.050) / 2 = 1.025.
Angka rata-rata ini menjadi penyebut dalam rumus attrition rate, yang memastikan bahwa perhitungan persentase didasarkan pada ukuran tenaga kerja yang representatif selama periode tersebut.
c. Aplikasikan Rumus Attrition Rate
Setelah Anda memiliki dua angka kunci,jumlah karyawan yang keluar (numerator) dan jumlah rata-rata karyawan (denominator), langkah terakhir adalah memasukkannya ke dalam rumus attrition rate.
Hasilnya akan berupa persentase yang menunjukkan tingkat penyusutan karyawan selama periode tersebut.
Misalnya, jika dalam setahun ada 50 karyawan yang posisinya dihilangkan dan jumlah rata-rata karyawan adalah 1.025, maka perhitungannya adalah: (50 / 1.025) x 100% = 4,88%
Angka 4,88% ini adalah attrition rate tahunan perusahaan, yang kemudian dapat dianalisis lebih lanjut untuk memahami dampaknya terhadap bisnis dan dibandingkan dengan standar industri.
8. Berapa Angka Attrition Rate yang Dianggap Tinggi?

Angka ideal untuk attrition rate sering kali menjadi pertanyaan. Namun, tidak ada satu angka pasti yang bisa dijadikan patokan universal. Tingkat atrisi yang baik atau tinggi sangatlah relatif dan bergantung pada berbagai faktor kontekstual, dengan industri menjadi penentu utama.
Sebagai contoh, di Indonesia, sektor ritel dan F&B cenderung memiliki tingkat atrisi yang lebih tinggi akibat sifat pekerjaan yang dinamis dan perputaran karyawan yang cepat. Sebaliknya, industri teknologi dan keuangan biasanya memiliki angka atrisi yang lebih rendah karena fokus pada investasi jangka panjang terhadap talenta.
Selain konteks industri, faktor lain seperti kondisi ekonomi, lokasi geografis, dan ukuran perusahaan juga sangat memengaruhi. Saat ekonomi membaik, karyawan mungkin lebih berani mengambil risiko untuk mencari peluang baru, yang bisa meningkatkan tingkat atrisi.
Oleh karena itu, pendekatan terbaik adalah membandingkan angka atrisi perusahaan dengan rata-rata industri yang relevan, data historis internal perusahaan, serta tingkat atrisi dari pesaing langsung. Sehingga dapat mengevaluasi kinerja retensi karyawan secara lebih akurat dan strategis.
9. Perbedaan Attrition Rate vs Turnover Rate
Dalam diskusi mengenai metrik HR, istilah attrition rate dan turnover rate sering kali digunakan secara bergantian, padahal keduanya memiliki makna dan implikasi yang berbeda. Perbedaan utamanya terletak pada intensi perusahaan setelah seorang karyawan pergi.
Attrition terjadi ketika seorang karyawan pergi dan perusahaan memutuskan untuk tidak mengisi kembali posisi yang kosong tersebut, yang mungkin disebabkan oleh pensiun, restrukturisasi, otomatisasi, atau penghapusan fungsi kerja.
Di sisi lain, turnover rate mengukur frekuensi karyawan yang meninggalkan perusahaan dan posisinya perlu segera diisi kembali. Hal ini mencakup pengunduran diri, pemecatan, atau alasan lain di mana perusahaan secara aktif mencari pengganti untuk menjaga kelangsungan operasional.
Memahami perbedaan ini sangat penting atrisi bisa menjadi bagian dari strategi perusahaan yang sehat untuk efisiensi, sementara turnover yang tinggi hampir selalu merupakan sinyal negatif yang menunjukkan masalah dalam retensi talenta.
10. Strategi Efektif untuk Mengelola dan Mengurangi Attrition Rate

Mengelola dan mengurangi attrition rate bukanlah tugas yang bisa diselesaikan dalam semalam, melainkan memerlukan pendekatan strategis, holistik, dan berbasis data.
Perusahaan perlu beralih dari sikap reaktif menjadi proaktif, dengan fokus pada penciptaan lingkungan kerja yang membuat talenta terbaik ingin bertahan dan berkembang.
Hal ini melibatkan serangkaian intervensi yang terkoordinasi di berbagai area, mulai dari analisis data hingga perbaikan budaya.
a. Lakukan Analisis Mendalam
Langkah pertama untuk mengatasi masalah adalah memahaminya secara mendalam. Perusahaan harus melampaui sekadar melihat angka atrisi keseluruhan dan mulai menganalisis data untuk menemukan pola.
Analisis ini mencakup tingkat atrisi berdasarkan departemen, peran, masa kerja, demografi, dan kinerja untuk mengidentifikasi area mana yang paling berisiko. Untuk mendapatkan wawasan yang lebih dalam, perusahaan dapat memanfaatkan data yang terkumpul melalui exit interview dan survei keterlibatan karyawan.
Kedua metode ini sangat penting untuk memahami alasan sebenarnya di balik kepergian karyawan, memungkinkan tim HR untuk mengambil langkah perbaikan yang lebih strategis dan terarah.
Di sinilah Software HR ScaleOcean memberikan nilai tambahan. Software ini dilengkapi dengan dasbor analitik canggih yang secara otomatis mengolah data HR Anda menjadi wawasan yang dapat ditindaklanjuti.
ScaleOcean dapat dengan cepat mengidentifikasi departemen dengan tingkat atrisi tertinggi atau manajer yang timnya sering mengalami perputaran, memungkinkan Anda untuk memfokuskan intervensi di tempat yang paling dibutuhkan.
b. Kembangkan Program Retensi dan Jalur Karier yang Jelas
Setelah akar masalah teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah membangun program retensi yang terstruktur. Selain itu, harus mencakup penciptaan jalur karier yang transparan agar karyawan bisa melihat dengan jelas bagaimana mereka dapat tumbuh dan berkembang di dalam perusahaan.
Program bimbingan (mentorship), rotasi pekerjaan, dan investasi berkelanjutan dalam pelatihan adalah komponen kunci yang menunjukkan komitmen perusahaan terhadap pertumbuhan profesional mereka.
Dengan pendekatan proaktif ini, perusahaan tidak hanya berhasil mengurangi atrisi, tetapi juga membangun loyalitas dan mengembangkan talenta internal yang kuat untuk masa depan.
c. Perkuat Budaya Kerja yang Positif, Inklusif, dan Berbasis Umpan Balik
Membangun budaya yang hebat adalah upaya berkelanjutan yang tidak bisa berhenti. Ini melibatkan promosi nilai-nilai perusahaan secara aktif, memastikan terciptanya lingkungan kerja yang inklusif, dan menciptakan saluran komunikasi yang terbuka dan jujur.
Mendorong umpan balik secara teratur, baik melalui survei keterlibatan karyawan maupun percakapan tatap muka yang personal, sangat penting untuk membuat karyawan merasa didengar dan dihargai.
Ketika karyawan merasa kontribusi mereka bernilai, mereka akan memiliki rasa kepemilikan yang lebih kuat dan loyalitas yang lebih tinggi terhadap perusahaan.
d. Tinjau Ulang Struktur Kompensasi dan Tunjangan secara Berkala
Untuk tetap kompetitif dan mempertahankan talenta terbaik serta memberikan dampak positif pada retensi karyawan, perusahaan harus secara teratur meninjau dan menyesuaikan paket kompensasi dan tunjangan mereka.
Ini melibatkan melakukan analisis pasar (market benchmarking). Hal ini komprehensif untuk memastikan bahwa gaji, bonus, tunjangan, dan berbagai benefit karyawan lainnya yang ditawarkan tidak hanya kompetitif, tetapi juga sejalan atau bahkan lebih baik dari standar industri.
Pendekatan proaktif ini tidak hanya membantu menarik kandidat berkualitas, tetapi juga menjadi faktor utama yang mendorong loyalitas dan mengurangi keinginan karyawan untuk mencari peluang di tempat lain.
e. Rancang Program Offboarding yang Humanis
Cara perusahaan memperlakukan karyawan yang pergi sama pentingnya dengan proses onboarding. Sebuah program offboarding yang dirancang dengan baik dan penuh empati tidak hanya memberikan kesan akhir yang positif, namun juga merupakan kesempatan emas untuk mengumpulkan umpan balik yang jujur melalui exit interview.
Proses ini harus dilakukan dengan lancar, penuh hormat, dan fokus pada pengumpulan wawasan berharga untuk perbaikan di masa depan. Memastikan bahwa karyawan yang keluar merasa dihargai dan didukung serta menjaga reputasi perusahaan sebagai tempat kerja yang baik.
f. Buka Peluang untuk Boomerang Employees
Karyawan yang pergi dengan baik, atau yang sering disebut good leavers, bisa menjadi aset berharga di masa depan. Mereka mungkin akan kembali suatu hari nanti dengan membawa keterampilan dan pengalaman baru, yang dikenal sebagai boomerang employees.
Menjaga hubungan baik dengan para alumni perusahaan melalui jaringan alumni dapat menjadi strategi rekrutmen yang sangat efektif dan hemat biaya. Perusahaan dapat memanfaatkan jaringan ini untuk mengisi posisi kosong dengan talenta yang sudah mengenal budaya dan operasional perusahaan.
Baca juga: Produktivitas Kerja: Arti, Faktor Penentu, dan Metode Pengukurannya
11. Kesimpulan
Secara keseluruhan, attrition rate adalah lebih dari sekadar metrik HR, namun cerminan dari kesehatan, budaya, dan keberlanjutan sebuah perusahaan. Memahami apa itu attrition rate, perbedaannya dengan turnover, dan faktor yang menyebabkannya adalah langkah fundamental bagi setiap pemimpin yang peduli dengan aset paling berharganya manusia.
Mengabaikan tingkat atrisi yang tinggi sama saja dengan mengabaikan sinyal peringatan dini yang dapat berujung pada kerugian finansial, operasional, dan reputasi yang signifikan. Mengelola atrisi secara efektif memerlukan pendekatan proaktif yang didukung oleh data dan teknologi.
Menganalisis penyebabnya secara mendalam, mengembangkan jalur karier yang jelas, dan menawarkan kompensasi yang adil, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif. Disinilah Software HR ScaleOcean hadir sebagai mitra strategis untuk membantu menganalisa metrik ini. Jadwalkan demo gratis dan konsultasi dengan tim ahli kami.
FAQ:
1. Apa yang dimaksud dengan attrition rate?
Attrition rate artinya tingkat keluarnya karyawan dari sebuah organisasi dalam periode waktu tertentu, dinyatakan dalam persentase. Metrik ini mengukur tingkat perpindahan karyawan, baik karena pengunduran diri, pensiun, atau pemutusan hubungan kerja. Attrition rate menjadi indikator penting bagi tim SDM untuk mengevaluasi upaya retensi karyawan dan memahami dinamika organisasi.
2. Bagaimana cara menghitung tingkat atriisi?
Cara menghitung tingkat atrisi. Anda menghitungnya menggunakan rumus tingkat atrisi sederhana: Ambil jumlah karyawan yang meninggalkan perusahaan Anda dalam periode waktu tertentu (tentu saja tingkat atrisi tahunan dan mungkin lebih sering, tergantung ukuran perusahaan), bagi dengan jumlah rata-rata karyawan, lalu kalikan dengan 100%.
3. Berapa tingkat atriisi yang baik?
Tingkat atrisi suatu perusahaan menggambarkan tingkat pergantian karyawan selama periode tertentu. Ini adalah metrik kunci yang memberikan wawasan kepada para profesional SDM tentang retensi karyawan. Secara umum, perusahaan harus berupaya mencapai tingkat atrisi yang rendah. Menurut para ahli, organisasi yang sehat memiliki tingkat atrisi 10% atau kurang.


