Yang menjadi pokok pembahasan belakangan ini adalah tarif Amerika Serikat yang diimplementasi oleh presiden Donald Trump kepada negara-negara dunia, termasuk juga Indonesia sebesar 32%. Tarif impor yang diberlakukan bervariasi dan sesuai dengan persentase trade deficit Amerika dengan negara tertentu, yang kemudian dibagi 2.
Untungnya, rencana implementasi tarif tersebut, yang seharusnya berlaku pada tanggal 9 April 2025, telah ditunda selama 90 hari. Donald Trump mengatakan hal tersebut dilakukan untuk memberikan waktu kepada bisnis untuk memindahkan operasi produksinya ke Amerika Serikat.
Walaupun begitu, telah timbul beberapa dampak dari adanya rencana tersebut. Yang paling menonjol adalah terjadinya global stock market crash, di mana sebagian besar pasar saham di dunia mengalami penurunan yang drastis, termasuk juga pasar saham Indonesia, IHSG, yang mendapatkan mengalami penurunan sebesar 9.19% menjelang usainya liburan Ramadhan. Anda dapat membaca artikel terkait impor dan ekspor untuk lebih memahami.
Negara yang menerima persentase tarif paling besar adalah China, yakni 245% yang tidak ditunda. Hal tersebut merupakan hasil dari timbal balik tarif antara Amerika Serikat dan Negara komunis tersebut. Hal ini memunculkan kecemasan bagi bisnis-bisnis kecil yang bergantungan pada ekspor kepada pasar Amerika untuk menghasilkan laba, apalagi dikarenakan Amerika merupakan pasar dagang paling besar China.
Kecemasan tersebut juga mulai dirasakan oleh bisnis yang ada di Tanah Air yang juga bergantung pada purchasing power penduduk Amerika Serikat. Apakah dampak tarif Trump terhadap bisnis-bisnis Indonesia?


- Tarif Amerika Serikat ke Dunia dilakukan untuk mengatasi trade deficit-nya ke negara lain.
- Persentase tarif impor yang dikenakan ke Indonesia adalah 32%.
- Dampaknya ke Industri Indonesia: Penurunan ekspor di beberapa industri, peningkatan impor yang mampu membunuh UMKM lokal.
- Strategi untuk pengusaha Indonesia adalah wait and see, serta melakukan modifikasi Hal tersebut dapat dibantu dengan software inventaris dan logistik seperti ScaleOcean.
1. Latar Belakang Kebijakan Tarif Trump
Sebelum melanjutkan pembahasan, perlu diketahui apa itu tarif dalam konteks perdagangan internasional. Tarif adalah sebuah pajak yang diberlakukan oleh pemerintah asal barang kepada pihak importir ketika melakukan pembelian secara internasional. Hal ini berfungsi sebagai pendapatan bagi pihak pemerintah, sedangkan tarif cenderung dijatuhkan kepada konsumen.
Meskipun tindakan yang diambil Donald Trump kelihatan sangat tiba-tiba, hal tersebut tidak dilakukan tanpa adanya pertimbangan terlebih dahulu. Secara singkat, yang menjadi alasan utama belakang kebijakan tarif impor yang ekstrim adalah besarnya trade deficit antara Amerika Serikat dengan negara asing. Trade deficit merupakan situasi ketika nilai impor suatu negara jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ekspornya dengan negara tertentu.
Dan persentase angka yang diberlakukan kepada masing-masing negara bukan merupakan nominal sembarangan, melainkan merupakan persentase nilai impor negara asing dengan nilai ekspor Amerika Serikat ke negara tersebut dan kemudian dibagi 2. Donald Trump menyatakan bahwa tanggal 2 April, hari di mana ia mengumumkan tarif, adalah “Hari Kemerdekaan Ekonomi” bagi Amerika Serikat.
Selain untuk mengurangi angka trade deficit negara, tarif tersebut juga berfungsi sebagai dorongan bagi perusahaan Amerika Serikat atau asing untuk melakukan operasinya di Amerika. Hal ini dikarenakan adanya asumsi bahwa bisnis akan mengurangi kerugian dikarenakan tarif impor, sehingga mereka lebih memilih untuk melaksanakan produksi di negara barat tersebut walaupun hal seperti biaya tenaga kerja jauh lebih tinggi.
Walaupun United States merupakan pusat manufaktur terbesar kedua di dunia, lowongan kerja industri manufaktur amerika tidak melimpah, bahkan dapat dibilang sedikit. Hal ini dikarenakan banyak perusahaan telah memindahkan operasi ke negara-negara dengan cost yang lebih rendah dan dengan tarif Amerika yang relatif rendah sebelum berlakunya tarif. Donald Trump menggunakan tarif untuk mengurangi ketergantungan pada negara lain.
Namun, mengutip dari Bennix, setiap tarif yang dikenakan ke negara-negara asing sebenarnya hanya memiliki satu sasaran utama, yakni China. Karena China dulunya dikenakan tarif terlebih dahulu oleh Amerika, pejabat negara dan pebisnis China memilih untuk membangun pabrik produksi di negara-negara yang tidak dikenakan tarif signifikan dengan Amerika.
Hal tersebut yang menyebabkan mengapa sekutu dekat Amerika seperti Kanada dan Meksiko dikenakan tarif juga, karena banyak perusahaan China membangun pabrik di negara-negara tersebut yang memiliki perjanjian NAFTA (North American Free Trade Agreement). Bennix menyatakan bahwa pemerintah harus meningkatkan insentif bagi negara asing untuk melakukan operasinya di Indonesia.
Baca juga: 25 Aplikasi Logistik Terbaik untuk Manajemen Transportasi
2. Kebijakan Tarif Impor Trump
Seperti yang telah dinyatakan, salah satu tujuan utama dilakukannya tindakan drastis tersebut oleh Donald Trump adalah untuk mengatasi trade deficitnya dengan negara-negara tertentu. Walaupun ada negara seperti Vietnam yang telah bernegosiasi dan menyatakan segala barang Amerika Serikat yang masuk Vietnam tidak akan dikenakan tarif, proposal tersebut ditolak pemerintah Amerika karena tidak membantu menutup deficit. Dalam konteks ini, terms of trade (ToT) adalah faktor penting yang turut memengaruhi neraca perdagangan antarnegara.
Melihat dari konteks Indonesia, nominal impor barang dari Amerika Serikat ke Indonesia bertotal US$ 10.200.000.000, sedangkan nominal ekspor barang Indonesia ke Amerika Serikat adalah US$ 28.100.000.000. Hal ini berarti Amerika mengalami trade deficit sebesar US$ 17.900.000.000. Angka tersebut yang menjadi pokok permasalahan bagi Amerika, sehingga melakukan peningkatan tarif untuk menutup kerugian dagang yang ada.
Apabila dilakukan perhitungan, maka dapat diketahui bahwa persentase deficit tersebut adalah:
Trade Deficit: US$ 17.900.000.000/US$ 28.100.000.000 x 100%
Trade Deficit: 0.64 x 100%
Trade Deficit: 64%
Dan karena Donald Trump melakukan tindakan “baik” bagi negara-negara tertentu, maka tarif yang dikenakan hanya 50% dari persentase trade deficit-nya, yakni 32%. Jadi, jika tarif tersebut telah berlaku, maka Amerika Serikat akan menghasilkan kembali US$ 8.992.000.000. Hal ini berarti biaya inlarking dalam logistik perdagangan internasional akan meningkat dikarenakan adanya peningkatan pajak impor yang perlu dibayar.
3. Dampak Langsung Terhadap Impor dan Ekspor Indonesia
Dengan adanya tarif tersebut, maka produk Indonesia akan lebih sulit memasuki pasar Amerika Serikat karena pihak importir di negara barat tersebut tidak akan menghasilkan cuan sebesar dulunya. Untuk menutup biaya tarif impor, bisnis importir tersebut akan terpaksa meningkatkan harga jual kepada konsumen untuk menutup biaya impornya, sehingga sales akan menurun. Biaya CIF (Cost Insurance Freight) juga mungkin naik.
Hal tersebut berdampak signifikan pada ekspor Indonesia karena Amerika Serikat adalah mitra dagang terbesar Tanah Air. Dalam konteks FTZ, penurunan ekspor ini juga memengaruhi arus barang yang biasanya mendapat fasilitas khusus. Selain Amerika Serikat, ekspor kepada China juga akan mengalami penurunan karena China tidak dapat melakukan ekspor kepada Amerika Serikat, sehingga angka produksi pabrik negara komunis tersebut akan menurun secara drastis, yang berarti ekspor bahan bakar dan bahan baku Indonesia akan menurun juga.
Di sisi Impor, ada munculnya rasa ketakutan di kalangan pebisnis lokal di Indonesia. Dikarenakan ekspor China kepada pasar utamanya akan mengalami penurunan signifikan, maka negara tersebut akan mengekspor lebih banyak barangnya ke pasar lain. Salah satu pasar tersebut adalah Indonesia. Adanya sentimen tersebut dikarenakan produsen China dapat menjual barang dengan harga yang lebih murah dibandingkan pasar lokal, yakni dumping.
4. Dampak Terhadap Sektor Industri di Indonesia
Dampak terhadap ekspor China sebenarnya telah dirasakan penduduk Indonesia berulang kali di Indonesia di belakangan tahun ini. Industri manufaktur tekstil lokal tidak dapat bersaing dengan efisiensi pabrik China yang dapat menawarkan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan pabrik Indonesia. Sritex, salah satu manufaktur tekstil paling besar di Indonesia, bangkrut pada tanggal 01 Maret 2025.
Salah satu barang ekspor paling laris Indonesia ke Amerika Serikat adalah minyak sawit. Dikarenakan adanya tarif Donald Trump, maka bisnis-bisnis dalam industri tersebut merasa kebingungan mengenai tahap selanjutnya yang harus diambil. Tidak hanya itu, karena tarif yang dikenakan kepada Malaysia lebih ringan dan biaya ekspornya lebih rendah, ada kemungkinan terjadinya peralihan produsen pasar minyak sawit kepada Malaysia.
Contoh industri lain yang terkena dampak adalah industri pertambangan batu bara dan mineral lainnya karena berkurangnya demand dunia, lebih tepatnya pabrik dunia, yang menghentikan atau menurunkan produksinya karena ketidakpastian tarif dan pasar. Tetapi ada satu sektor pertambangan yang kinerjanya meningkat, yakni perusahaan pertambangan emas seperti Antam karena banyaknya konversi aset menjadi emas di situasi pasar fluktuatif.
Baca juga: 25 Aplikasi Logistik Terbaik untuk Manajemen Transportasi
5. Respons Pemerintah Indonesia
Untungnya, pemerintah telah melakukan tindakan mengeluarkan pernyataan yang memberikan asuransi bagi penduduk Indonesia. Kepemerintahan telah mengirim Airlangga Hartarto, Sri Mulyani dan Sugiono untuk melakukan negosiasi tarif dengan pihak Amerika Serikat di waktu mendatang. Daripada negosiasi seperti halnya cara Vietnam, Indonesia akan membayar kembali surplus kepada Amerika melalui pembelian barang strategis.
Selain itu, Bapak Presiden Prabowo Subianto juga telah menyatakan beberapa hal. Ia mengatakan bahwa tarif tersebut tidak sepenuhnya negatif, melainkan dapat merupakan tanda bagi Indonesia untuk memperoleh peralatan canggih untuk membantu dalam pengelolaan dan pengembangan industri Indonesia. Salah satu contoh yang ia sebutkan adalah pembelian oil rig yang banyak untuk membuka sumur minyak bumi.
Sang Presiden RI, di depan sekelompok pengusaha-pengusaha di Indonesia dan menterinya, juga menyatakan bahwa harus adanya perubahan regulasi yang dapat mempermudah proses perizinan kepada pebisnis untuk menjalankan usaha. Hal ini krusial karena regulasi-regulasi yang berlimpah di Indonesia justru sering menjadi halangan bagi perusahaan lokal maupun asing untuk melakukan investasi ke Tanah Air.
Tarif 0% impor ke Indonesia juga merupakan salah satu sasaran utama negosiasi. Karena dengan terhangusnya tarif, pengusaha di Indonesia dapat mengimpor teknologi canggih dari Amerika Serikat untuk mengembangkan usahanya dengan harga yang lebih terjangkau. Hal tersebut akan memunculkan inovasi dan revolusi tata cara berjalannya bisnis dari metode tradisional ke metode yang lebih modern. Contohnya penggunaan traktor pada pertanian.
Presiden Prabowo juga ingin menghanguskan sistem kuota impor. Hal ini dapat berdampak baik dan buruk. Sisi positifnya adalah harga barang yang lebih murah dari luar negeri, sehingga konsumen lebih nyaman. Namun, sisi negatifnya adalah harganya terlalu murah, sehingga produk lokal tidak dapat bersaing, seperti yang telah terjadi dengan Sritex. Akan tetapi, ada kemungkinan juga bahwa kompetisi erat dapat memaksa bisnis lokal untuk berinovasi.
TKDN atau Tingkat Kandung Dalam Negeri juga merupakan suatu hal yang ingin dihilangkan Bapak Presiden, karena menurut pandangannya TKDN menjadi salah satu alasan utama ketidak inginan melakukan investasi oleh bisnis Asing. TKDN berfungsi untuk meningkatkan pendapatan bisnis dalam negeri, tetapi Indonesia tidak mampu memproduksi komponen-komponen penting produk seperti smartphone secara lokal.
6. Strategi Adaptasi bagi Pebisnis di Indonesia
Situasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China merupakan sebuah hal yang meresahkan tidak hanya pada pebisnis, tetapi bagi seluruh penduduk di Dunia, termasuk juga Indonesia. Apakah yang harus dilakukan pengusaha Indonesia pada kondisi perdagangan internasional yang tidak stabil?
Sebelum hasil negosiasi pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat diketahui, posisi yang sebaiknya diambil pebisnis adalah wait and see. Sayangnya, kondisi pasar dunia masih sangat fluktuatif dan masih berada pada tahapan-tahapan awal. Apalagi harus mengingat bahwa penundaan tarif Amerika Serikat dan negosiasi tidak menjamin menghilangnya persentase tarif impor Indonesia. Maka dari itu, sebaiknya dilakukan pengelolaan aset perusahaan.
Selain mengelola aset, pebisnis juga harus lebih cermat dalam mengantisipasi biaya operasional yang tak terduga. Volatilitas pasar global tidak hanya memengaruhi tarif impor, tetapi juga berdampak langsung pada biaya pengiriman internasional.
Salah satu biaya yang sangat dipengaruhi oleh ketidakstabilan mata uang adalah Currency Adjustment Factor (CAF). Biaya ini dikenakan oleh operator logistik untuk mengkompensasi risiko fluktuasi kurs. Menghitung biaya ini memerlukan pemahaman tentang currency adjustment factor formula yang berbeda-beda antar penyedia jasa, menjadikannya faktor penting yang perlu diperhitungkan secara saksama dalam anggaran logistik.
Dikarenakan adanya negosiasi, ada kemungkinan terjadinya perubahan pada kebijakan bea cukai Indonesia. Pebisnis harus terus memantau berita berkaitan tentang negosiasi tersebut untuk melakukan modifikasi pada prosedur impor-ekspor usaha. Karena barang akan disimpan untuk sementara, diperlukan juga pelacakan kondisinya agar dapat dilakukan ekspor apabila situasi memadai. Kedua hal tersebut dapat dibantu dengan sistem seperti ScaleOcean.
Baca juga: 10 Rekomendasi Software Cargo Terbaik untuk Proses Logistik
7. Kesimpulan
Tarif yang merajalela dunia belakangan ini telah menimbulkan ketidakpastian secara menyeluruh, baik dari segi perekonomian dan kondisi pasar saham. Indonesia merupakan salah satu negara yang menerima tarif yang relatif tinggi. Apabila tarif tersebut diberlakukan, maka hal tersebut akan menurunkan tingkat ekspor Indonesia ke Amerika Serikat dan negara lain.
Akan tetapi, apabila situasi berjalan sesuai dengan harapan pemerintah, hal ini dapat menjadi kesempatan bagi pengusaha Indonesia untuk membangun industri lokal yang mampu bersaing dengan negara asing. Namun, kita masih berada dalam kondisi perdagangan dunia yang fluktuatif, sehingga perlu dilakukan pemantauan secara berkala untuk mengetahui kapan trend berubah.
