Proyek konstruksi dapat terancam mangkrak dikarenakan adanya uang retensi tertahan, lamanya tanggung jawab perbaikan, hingga tim yang tidak bisa pindah ke proyek baru. Akibatnya, produktivitas menurun, adanya biaya tak terduga, serta arus kas yang terganggu.
Semua masalah mendasar yang mengancam arus kas dan efisiensi tim ini berakar pada masa pemeliharaan konstruksi. Periode ini adalah periode penting pasca serah terima, mewajibkan kontraktor segera memperbaiki cacat mutu. Penentuan waktu yang tepat untuk masa ini penting untuk menentukan pencairan retensi dan membatasi liabilitas. Ketidaktepatan masa pemeliharaan ini akan mengganggu arus kas akibat dana tertahan.
Artikel ini akan menjelaskan apa itu masa pemeliharaan konstruksi, jangka waktu masa pemeliharaan, mekanisme kerja, hingga konsekuensi apabila wanprestasi. Memahami hal ini dapat membantu Anda mencairkan retensi 100%, memberi batas waktu pasti pada tanggung jawab, dan membebaskan tim Anda ke proyek baru.
- Masa pemeliharaan konstruksi adalah periode waktu setelah serah terima pertama pekerjaan hingga serah terima akhir.
- Durasi masa pemeliharaan bervariasi, tergantung pada regulasi yang telah ditetapkan dan kompleksitas proyek.
- Kontraktor memiliki tanggung jawab penuh untuk menjaga kondisi pekerjaan dan memperbaiki kerusakan, yang dijamin oleh mekanisme uang retensi.
- Kegagalan kontraktor dalam masa pemeliharaan dapat berujung pada konsekuensi serius, termasuk sanksi administratif dan pencairan jaminan.
- Software konstruksi ScaleOcean dapat membantu melacak, mendokumentasikan, dan memantau setiap proses masa pemeliharaan konstruksi dari awal hingga akhir.
1. Apa Itu Masa Pemeliharaan Konstruksi?
Masa pemeliharaan konstruksi (defect liability period) adalah periode waktu setelah serah terima pertama pekerjaan hingga serah terima akhir. Selama periode ini, kontraktor bertanggung jawab penuh untuk memperbaiki setiap kerusakan atau cacat mutu yang timbul pada hasil pekerjaan. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa bangunan yang telah selesai dibangun sesuai dengan standar kualitas yang disepakati dalam kontrak.
Periode ini secara resmi dimulai setelah proses serah terima pertama pekerjaan atau yang dikenal dengan istilah PHO proyek konstruksi. Pada tahap PHO, pemilik proyek menerima hasil pekerjaan dari kontraktor, namun masih memiliki hak untuk menuntut perbaikan jika ditemukan kekurangan. Masa pemeliharaan menjadi garansi atas kualitas pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh penyedia jasa.
Ini memberikan waktu yang cukup bagi pemilik untuk menguji dan memastikan semua sistem dan komponen bangunan berfungsi dengan baik dalam kondisi operasional normal. Dengan adanya periode ini, pemilik proyek mendapatkan kepastian bahwa investasi mereka terlindungi dari cacat tersembunyi yang mungkin tidak terlihat saat inspeksi awal.
Baca juga: Apa itu BAST (Berita Acara Serah Terima), Jenis dan Contoh
2. Jangka Waktu Masa Pemeliharaan Konstruksi
Jangka waktu atau lama masa pemeliharaan konstruksi dimulai sejak Tanggal Serah Terima Pertama Pekerjaan (PHO) dan berakhir pada Tanggal Serah Terima Akhir Pekerjaan (FHO). Durasi ini sangat bervariasi dan pada dasarnya ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pemilik proyek (pengguna jasa) dan kontraktor (penyedia jasa) yang tertuang dalam dokumen kontrak.
Durasi masa pemeliharaan merupakan negosiasi penting yang mempertimbangkan kompleksitas proyek, jenis teknologi, dan tingkat risiko. Periode ini adalah kunci utama untuk mengelola risiko dan melindungi investasi jangka panjang di setiap tahapan proyek konstruksi. Penentuan durasi yang tepat penting agar tersedia waktu memadai untuk mengidentifikasi potensi cacat yang muncul setelah bangunan digunakan aktif.
Secara praktik, proyek berisiko rendah seperti renovasi interior biasanya memiliki masa pemeliharaan 3 hingga 6 bulan. Sebaliknya, proyek yang lebih besar dan kompleks dapat berlangsung 12 hingga 24 bulan, atau bahkan lebih. Dokumen kontrak menjadi acuan hukum utama untuk mengatur seluruh aspek masa pemeliharaan, termasuk durasi, tanggal mulai dan berakhir, serta rincian tanggung jawab kontraktor.
3. Durasi Minimal Masa Pemeliharaan (Regulasi di Indonesia)
Pemerintah Indonesia telah menetapkan aturan main untuk melindungi kepentingan publik, terutama pada proyek-proyek pemerintah. Peraturan masa pemeliharaan konstruksi ini bertujuan untuk menciptakan standar minimum kualitas dan akuntabilitas. Regulasi utamanya adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta perubahannya.
Berdasarkan regulasi tersebut, ditetapkan jangka waktu pemeliharaan minimal untuk berbagai jenis pekerjaan. Untuk pekerjaan konstruksi permanen, masa pemeliharaan ditetapkan paling singkat selama 6 (enam) bulan. Sementara itu, untuk pekerjaan konstruksi yang bersifat semi-permanen, durasi minimal yang ditetapkan adalah 3 (tiga) bulan.
Aturan ini memberikan kepastian hukum dan menjadi acuan dasar bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam menyusun kontrak dengan penyedia jasa yang memengaruhi seluruh tahapan proyek konstruksi. Penting untuk dicatat bahwa ini adalah durasi minimal, artinya PPK dapat menetapkan jangka waktu yang lebih lama jika dirasa perlu berdasarkan analisis risiko dan kompleksitas proyek.
4. Faktor yang Mempengaruhi Masa Pemeliharaan
Penentuan durasi masa pemeliharaan bukanlah proses yang acak, melainkan hasil dari pertimbangan matang terhadap berbagai faktor teknis dan non-teknis. Faktor-faktor ini secara kolektif memengaruhi potensi munculnya cacat dan tingkat risiko yang ditanggung oleh pemilik proyek.
Beberapa faktor kunci yang secara signifikan memengaruhi penetapan durasi masa pemeliharaan antara lain:
- Kompleksitas Proyek dan Teknologi yang Digunakan: Proyek dengan desain rumit, struktur yang kompleks, atau yang melibatkan instalasi sistem mekanikal, elektrikal, dan perpipaan (MEP) canggih memerlukan masa yang lebih panjang.
- Jenis dan Kualitas Material Konstruksi: Material yang digunakan dalam proyek memiliki siklus hidup dan karakteristik yang berbeda.
- Kondisi Lingkungan dan Cuaca Lokasi Proyek: Faktor eksternal seperti kondisi geografis, iklim, dan cuaca ekstrem dapat mempercepat degradasi material atau memunculkan masalah struktural.
5. Tanggung Jawab Penyedia Jasa (Kontraktor) Selama Masa Pemeliharaan
Kontraktor masih memegang peranan kunci dan memiliki serangkaian kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan kontrak. Kewajiban ini merupakan inti dari fungsi masa pemeliharaan sebagai jaminan kualitas. Kegagalan dalam memenuhi tanggung jawab ini tidak hanya merusak reputasi kontraktor tetapi juga dapat membawa konsekuensi finansial dan hukum yang serius.
Berikut adalah rincian tanggung jawab utama yang harus diemban oleh penyedia jasa:
a. Memastikan Kondisi Pekerjaan
Kewajiban paling mendasar bagi kontraktor adalah memastikan bahwa seluruh hasil pekerjaan tetap dalam kondisi baik dan berfungsi sebagaimana mestinya, sama seperti saat serah terima pertama (PHO). Ini berarti kontraktor harus siap sedia untuk melakukan pemantauan berkala atau merespons laporan dari pemilik proyek terkait kondisi bangunan atau infrastruktur.
Kontraktor harus menjaga agar tidak ada penurunan kualitas yang signifikan yang disebabkan oleh kesalahan pengerjaan atau material yang digunakan. Misalnya, jika terjadi keretakan pada dinding yang bukan disebabkan oleh pemakaian normal, atau kebocoran pada atap, kontraktor wajib menanganinya. Pemeliharaan kondisi kerja ini adalah bukti komitmen kontraktor terhadap kualitas hasil akhir proyek yang mereka serahkan.
b. Memperbaiki Cacat Mutu
Setiap kali pemilik proyek menemukan adanya cacat, kerusakan, atau ketidaksempurnaan pada hasil pekerjaan, mereka akan melaporkannya kepada kontraktor. Kontraktor memiliki kewajiban mutlak untuk memperbaiki semua cacat tersebut tanpa membebankan biaya tambahan kepada pemilik proyek, selama kerusakan tersebut bukan disebabkan oleh kesalahan penggunaan atau kelalaian dari pihak pemilik.
Proses identifikasi dan pelaporan cacat ini seringkali didokumentasikan dalam sebuah daftar yang dikenal sebagai punch list. Memahami apa itu punch list adalah kunci untuk mengelola proses perbaikan secara sistematis dan terorganisir. Kontraktor harus menindaklanjuti setiap item dalam daftar tersebut dalam batas waktu yang wajar dan memastikan perbaikan dilakukan sesuai standar kualitas yang disepakati.
c. Melakukan Pekerjaan Tambahan (Jika Diperintahkan)
Selama masa pemeliharaan, mungkin ditemukan kebutuhan untuk pekerjaan tambahan yang sebelumnya tidak teridentifikasi. Pekerjaan ini bisa berupa penyempurnaan kecil atau modifikasi yang diperlukan untuk mencapai fungsionalitas optimal. Jika pekerjaan tambahan ini diperintahkan oleh pemilik proyek (atau PPK) dan disetujui sebagai bagian dari lingkup perbaikan, kontraktor wajib melaksanakannya.
Pelaksanaan pekerjaan tambahan ini harus mengikuti prosedur yang jelas, seringkali diatur melalui perintah perubahan (variation order) jika ada implikasi biaya di luar perbaikan cacat mutu. Adanya SOP proyek konstruksi yang baik akan sangat membantu dalam mengelola permintaan pekerjaan tambahan seperti ini secara efisien dan transparan.
6. Mekanisme Jaminan Pemeliharaan (Uang Retensi)
Untuk memastikan kontraktor melaksanakan kewajibannya selama masa pemeliharaan, kontrak konstruksi umumnya menyertakan mekanisme jaminan finansial. Salah satu bentuk yang paling umum adalah jaminan pemeliharaan atau uang retensi (retention money). Uang retensi adalah sejumlah persentase dari nilai kontrak (5%) yang ditahan oleh pemilik proyek dan tidak dibayarkan kepada kontraktor saat serah terima pekerjaan.
Berikut adalah beberapa mekanisme jaminan pemeliharaan saat masa pemeliharaan konstruksi:
a. Penahanan Jaminan oleh PPK
Dalam konteks proyek pemerintah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pihak yang bertanggung jawab untuk menahan jaminan pemeliharaan ini. Penahanan ini dilakukan sejak pembayaran terakhir atau saat berita acara serah terima pertama (PHO) ditandatangani. Jumlah yang ditahan harus sesuai dengan yang tertera dalam dokumen kontrak, umumnya sebesar 5% dari total nilai kontrak.
PPK akan menyimpan dana ini di rekening khusus atau dalam bentuk jaminan lain yang setara, seperti garansi bank. Penahanan ini memberikan posisi tawar yang kuat bagi PPK untuk menekan kontraktor agar segera merespons setiap keluhan atau laporan kerusakan. Dana tersebut menjadi insentif kuat bagi kontraktor untuk bekerja secara profesional dan bertanggung jawab hingga akhir masa pemeliharaan.
b. Mekanisme Pembayaran dan Pengembalian Jaminan
Mekanisme pengembalian jaminan ini diatur secara ketat dalam kontrak dan regulasi. Setelah masa pemeliharaan berakhir, akan dilakukan inspeksi akhir atau serah terima akhir pekerjaan, yang dikenal sebagai Final Hand Over (FHO). Jika dalam inspeksi tersebut semua pekerjaan telah dinyatakan baik dan semua cacat telah diperbaiki, PPK akan menerbitkan berita acara FHO.
Proses pengembalian harus dilakukan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam kontrak, biasanya dalam 14 hari kerja setelah FHO. Jika masih ada perbaikan yang belum tuntas, PPK berhak menahan sebagian atau seluruh jaminan hingga semua kewajiban kontraktor terpenuhi, atau bahkan mencairkannya untuk membiayai perbaikan oleh pihak ketiga.
7. Konsekuensi Jika Wanprestasi
Wanprestasi atau kegagalan kontraktor dalam memenuhi kewajiban kontraktualnya selama masa pemeliharaan. Tindakan ini dapat memicu serangkaian konsekuensi serius yang tidak hanya berdampak pada finansial tetapi juga reputasi jangka panjang perusahaan. Konsekuensi ini dirancang untuk memberikan efek jera dan memastikan bahwa pemilik proyek tidak dirugikan oleh kelalaian penyedia jasa.
Berikut adalah beberapa sanksi utama yang dapat diberlakukan:
a. Sanksi Administratif
Wanprestasi selama masa pemeliharaan dapat berujung pada sanksi administratif yang berat. Salah satu sanksi yang paling ditakuti adalah pencantuman nama perusahaan dalam daftar hitam nasional (blacklisting). Perusahaan yang masuk daftar hitam akan dilarang mengikuti lelang atau pengadaan barang/jasa pemerintah selama periode waktu tertentu, biasanya satu hingga dua tahun.
Sanksi ini secara efektif dapat mematikan arus proyek dari sektor pemerintah, yang merupakan pukulan telak bagi banyak perusahaan konstruksi. Selain blacklisting, sanksi lain dapat berupa denda keterlambatan atas setiap hari penundaan perbaikan cacat. Pemberian sanksi administratif ini bertujuan untuk menjaga integritas dan profesionalisme dalam industri jasa konstruksi.
b. Pencairan Uang Retensi/Jaminan
Jika kontraktor menolak atau gagal memperbaiki kerusakan yang menjadi tanggung jawabnya dalam batas waktu yang wajar, pemilik proyek (PPK) berhak mencairkan uang retensi. Dana dari jaminan pemeliharaan ini akan digunakan untuk membiayai perbaikan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh pemilik proyek.
Proses pencairan ini harus didahului dengan pemberitahuan resmi kepada kontraktor, memberikan mereka kesempatan terakhir untuk bertindak. Jika tidak ada respons, pemilik proyek dapat secara sepihak menggunakan dana tersebut. Tindakan ini memastikan bahwa perbaikan tetap dapat dilaksanakan tanpa harus menunggu kontraktor yang tidak kooperatif, sehingga fungsionalitas bangunan dapat segera dipulihkan.
c. Penyetoran Sisa Dana
Setelah perbaikan oleh pihak ketiga selesai dilaksanakan, akan dilakukan perhitungan total biaya yang dikeluarkan. Jika total biaya perbaikan lebih kecil dari jumlah uang retensi yang dicairkan, maka sisa dana tersebut harus disetorkan ke kas negara (untuk proyek pemerintah) atau dikembalikan kepada kontraktor setelah dipotong biaya-biaya terkait.
Sebaliknya, jika biaya perbaikan ternyata melebihi nilai jaminan pemeliharaan, pemilik proyek berhak menuntut kekurangan biaya tersebut kepada kontraktor melalui jalur hukum. Ini menunjukkan bahwa tanggung jawab finansial kontraktor tidak terbatas hanya pada nilai uang retensi. Mereka tetap berkewajiban menanggung seluruh biaya yang timbul akibat kelalaian mereka.
8. Perbedaan Masa Pemeliharaan vs Tanggung Jawab Kegagalan Bangunan
Sering terjadi kerancuan antara kewajiban jangka pendek dan jangka panjang terkait kualitas hasil konstruksi. Masa pemeliharaan adalah jaminan jangka pendek (3-6 bulan) yang fokus pada perbaikan cacat mutu minor seperti retak atau kebocoran kecil yang muncul setelah PHO. Hal ini termasuk dalam penerapan sistem manajemen K3 konstruksi yang solid sejak awal.
Sebaliknya, tanggung jawab kegagalan bangunan adalah liabilitas jangka panjang (hingga 10 Tahun), sesuai UU No. 2 Tahun 2017. Ini mencakup keruntuhan atau ketidakberfungsian fundamental yang mengancam keselamatan publik. Pihak yang bertanggung jawab bisa jadi perencana, pelaksana, atau pengawas, yang dapat dikenai sanksi pidana jika fatal.
Untuk memastikan setiap proses masa pemeliharaan konstruksi berjalan lancar dibutuhkan teknologi terintegrasi. Software konstruksi ScaleOcean dapat membantu proses masa pemeliharaan konstruksi. Dengan modul contract management dan project management, software ini mengelola tugas perbaikan selama periode retensi, memastikan ketuntasan, otomatisasi pengelolaan dokumen, serta memantau kepatuhan kewajiban kontrak.
9. Kesimpulan
Masa Pemeliharaan Konstruksi adalah periode waktu setelah serah terima pertama pekerjaan hingga serah terima akhir. Periode ini berfungsi sebagai jaring pengaman kualitas, menuntut kontraktor memperbaiki cacat mutu minor, dijamin oleh mekanisme uang retensi. Efektivitas manajemen ini memastikan warisan proyek yang tahan lama, bukan sekadar perbaikan.
Untuk mencapai manajemen masa pemeliharaan yang efektif, dibutuhkan teknologi. Software konstruksi ScaleOcean dapat membantu melacak dan menyelesaikan isu secara efisien. Dengan manajemen proyek dan manajemen kontrak, software ini menjamin semua tugas perbaikan cacat mutu terkelola. Hal ini memastikan kepatuhan kewajiban, mendukung proses pencairan retensi lancar hingga serah terima akhir.
Memahami isu pemeliharaan mengganggu arus kas atau reputasi perusahaan Anda dapat membantu menemukan solusi yang bisnis konstruksi Anda butuhkan untuk memaksimalkan masa pemeliharaan konstruksi. Jadwalkan demo gratis dan konsultasi dengan tim ahli kami untuk melihat bagaimana software ini membantu otomasi pemantauan masa pemeliharaan.
FAQ:
1. Apa yang dimaksud dengan masa pemeliharaan dalam jasa konstruksi?
Masa Pemeliharaan (Retensi) adalah bentuk tanggung jawab yang diberikan Penyedia kepada PPK/PP, yang menjamin bahwa pekerjaan yang telah selesai memenuhi standar yang disepakati dan akan tetap memenuhi persyaratan tersebut dalam jangka waktu tertentu setelah pekerjaan selesai.
2. Pemeliharaan bangunan adalah?
Pemeliharaan gedung adalah serangkaian kegiatan untuk menjaga keandalan, fungsi, dan kelayakan suatu bangunan gedung beserta prasarana dan sarananya. Tujuannya adalah memastikan gedung tetap aman, nyaman, dan berfungsi optimal dalam jangka panjang, yang mencakup tugas-tugas rutin seperti pembersihan dan pemeriksaan, hingga perbaikan dan perawatan komponen-komponen gedung.
3. Masa pemeliharaan terhitung sejak kapan?
Jangka waktu untuk melaksanakan kewajiban pemeliharaan oleh penyedia, terhitung sejak tanggal penyerahan pertama pekerjaan sampai dengan tanggal penyerahan akhir pekerjaan.


