Masa probation sering dianggap sekadar formalitas sebelum karyawan diangkat sebagai pegawai tetap. Padahal, periode ini sangat penting untuk menilai kecocokan kompetensi dan budaya kerja sejak awal. Tanpa evaluasi yang terarah, proses rekrutmen bisa berakhir sia-sia karena karyawan yang tidak sesuai justru dipertahankan atau sebaliknya.
Penilaian probation kerap dilakukan tanpa indikator kinerja yang objektif. HRD hanya mengandalkan persepsi atasan tanpa data konkret mengenai hasil kerja dan sikap profesional. Akibatnya, keputusan kelulusan karyawan menjadi tidak konsisten dan berpotensi menimbulkan bias.
Dengan Competency Matrix, evaluasi probation dapat berlangsung lebih terukur dan transparan. Artikel ini akan membahas bagaimana alat ini membantu HR menilai karyawan baru secara adil, efisien, dan sesuai standar kompetensi perusahaan.
- Probation adalah periode evaluasi bagi karyawan baru untuk menilai kinerja, kemampuan, dan kesesuaian mereka dengan posisi serta budaya perusahaan, guna memastikan ekspektasi terpenuhi.
- Regulasi masa probation di Indonesia mengatur bahwa probation hanya berlaku untuk calon karyawan tetap (PKWTT) dengan durasi maksimal tiga bulan dan tidak dapat diperpanjang.
- Selama masa probation, perusahaan wajib memenuhi hak dasar karyawan, seperti upah minimum, THR, BPJS, dan memberikan kriteria penilaian yang transparan.
- Software HR ScaleOcean membantu mengelola onboarding dan melacak kinerja karyawan baru secara objektif.
1. Apa Itu Probation?
Probation adalah masa percobaan bagi karyawan baru yang berlangsung di awal hubungan kerja. Selama periode ini, perusahaan mengevaluasi kinerja, kemampuan, dan kesesuaian karyawan dengan posisi serta budaya perusahaan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa karyawan memenuhi ekspektasi yang ditetapkan.
Masa percobaan ini berlaku untuk karyawan dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) dan diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan Indonesia. Perusahaan dapat memutuskan status karyawan tetap setelah menilai hasil kerja dan kecocokan dengan lingkungan kerja.
2. Landasan Hukum Probation di Indonesia
Ketentuan mengenai masa probation di Indonesia diatur dalam Pasal 58 UU Cipta Kerja, yang merupakan revisi dari UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal ini mengatur bahwa masa percobaan hanya dapat diterapkan pada karyawan dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), memberikan dasar hukum yang jelas terkait penerapan probation di perusahaan.
Dilansir dari laman resmi Mahkamah Konstitusi (MK), ahli menjelaskan bahwa perbedaan mendasar antara PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan PKWTT terletak pada diperbolehkan atau tidaknya masa percobaan. Pasal 58 ayat (1) UU Cipta Kerja secara tegas melarang adanya masa percobaan bagi pekerja PKWT.
Selain itu, aturan lebih lanjut mengenai masa probation diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2002. Peraturan ini memberikan pedoman praktis mengenai pelaksanaan masa percobaan, sekaligus melindungi hak pekerja dan memberikan kepastian bagi perusahaan dalam menentukan status karyawan tetap setelah masa percobaan selesai.
3. Berapa Lama Ketentuan Durasi Masa Probation?
Durasi masa probation di Indonesia, sesuai dengan Pasal 60 Ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dibatasi maksimal 3 bulan. Ketentuan ini hanya berlaku untuk karyawan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan tidak boleh diperpanjang. Apabila masa probation melebihi 3 bulan, maka secara hukum dianggap tidak sah.
Perusahaan diharuskan untuk mematuhi batas waktu ini dan jika kontrak menetapkan masa probation lebih dari 3 bulan, kelebihan waktu tersebut dianggap melanggar undang-undang. Hal ini mengakibatkan karyawan tersebut langsung berstatus sebagai karyawan tetap (PKWTT) sejak hari pertama bekerja.
Masa probation ini dapat bervariasi antara 1 hingga 2 bulan, tergantung pada kebijakan perusahaan dan posisi pekerjaan. Selain itu, perusahaan wajib mencantumkan masa probation dalam perjanjian kerja dan memastikan bahwa gaji yang dibayarkan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang berlaku. Setelah masa probation selesai, karyawan yang berhasil akan diangkat menjadi karyawan tetap.
4. Perbedaan Probation (PKWTT) vs Karyawan Kontrak (PKWT)

Memahami perbedaan mendasar antara masa percobaan untuk karyawan tetap (PKWTT) dan status karyawan kontrak (PKWT) sangat penting untuk menghindari kesalahan fatal dalam praktik HR. Keduanya memiliki tujuan dan landasan hukum yang sama sekali berbeda. Berikut penjelasan untuk memahami keduanya:
a. Konsep dan Sifat
Probation secara inheren terkait dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), di mana tujuannya adalah untuk mengarah pada status kepegawaian permanen. Selama masa probation, perusahaan menilai kinerja dan kesesuaian karyawan sebelum memberikan komitmen jangka panjang. Dengan demikian, probation berfungsi sebagai langkah awal menuju hubungan kerja yang stabil dan berkelanjutan.
Berbeda dengan PKWTT, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) berlaku untuk pekerjaan yang bersifat sementara atau proyek dengan batas waktu tertentu. PKWT sudah memiliki tanggal akhir yang jelas sejak awal, sehingga tidak dimaksudkan untuk beralih ke status karyawan tetap. Karena itu, probation tidak diterapkan pada PKWT.
b. Larangan Probation untuk Pegawai Kontrak
Undang-Undang Ketenagakerjaan secara tegas melarang penerapan masa percobaan bagi karyawan dengan status PKWT. Pasal 58 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa dalam PKWT, masa percobaan tidak dapat diterapkan. Larangan ini bertujuan untuk melindungi pekerja kontrak dari ketidakpastian yang dapat timbul selama periode kerja mereka.
Jika perusahaan tetap memberlakukan masa percobaan dalam perjanjian kerja kontrak, klausul tersebut dianggap batal demi hukum. Artinya, masa percobaan tersebut dianggap tidak ada, dan masa kerja karyawan dihitung sejak hari pertama bekerja sesuai durasi kontrak yang disepakati. Pelanggaran ini dapat menimbulkan risiko hukum bagi perusahaan jika dipermasalahkan oleh karyawan.
Baca juga: Contoh Kontrak Kerja Karyawan, Jenis, dan Cara Membuatnya
5. Hak Perusahaan Selama Masa Probation
Selama masa percobaan, perusahaan memiliki hak-hak tertentu yang memungkinkannya melakukan evaluasi secara efektif dan objektif. Hak-hak ini harus dijalankan secara profesional untuk memastikan prosesnya adil dan bermanfaat bagi kedua belah pihak. Berikut penjelasan lebih rincinya:
a. Menentukan Kriteria Evaluasi dan KPI
Perusahaan memiliki hak penuh untuk menetapkan standar kinerja dan Key Performance Indicators (KPI) yang harus dicapai karyawan selama masa probation. KPI ini harus relevan dengan deskripsi pekerjaan dan dikomunikasikan dengan jelas di awal masa kerja. Penetapan KPI yang terukur menjadi dasar bagi penilaian yang objektif.
Evaluasi tidak hanya mencakup aspek teknis atau hard skills, tetapi juga meliputi soft skills seperti komunikasi, kerja sama tim, dan adaptasi terhadap budaya perusahaan. Dengan kriteria yang jelas, perusahaan dapat menilai kontribusi dan potensi karyawan secara komprehensif, sekaligus membantu karyawan memahami apa yang diharapkan agar dapat berhasil.
b. Memberikan Umpan Balik Rutin
Salah satu hak penting perusahaan adalah memberikan umpan balik secara berkala kepada karyawan yang sedang dalam masa percobaan. Feedback ini bisa disampaikan melalui sesi one-on-one dengan atasan atau ulasan kinerja informal. Pemberian umpan balik konstruktif membantu karyawan memahami kekuatan dan area yang perlu perbaikan.
Proses ini juga menunjukkan bahwa perusahaan berinvestasi dalam pengembangan karyawan selama masa evaluasi. Umpan balik rutin mencegah “kejutan” di akhir masa probation, di mana karyawan merasa tidak diberi tahu tentang kekurangan kinerjanya. Hal ini menciptakan proses evaluasi yang lebih transparan dan adil.
c. Memutuskan Status Karyawan
Pada akhir masa percobaan, perusahaan memiliki hak untuk memutuskan kelanjutan hubungan kerja. Keputusan ini bisa berupa pengangkatan karyawan menjadi karyawan tetap atau tidak melanjutkan hubungan kerja. Keputusan tersebut harus didasarkan pada evaluasi objektif terhadap KPI dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Proses pengambilan keputusan ini harus didokumentasikan dengan baik, mencatat pencapaian dan area yang tidak memenuhi ekspektasi. Dokumentasi yang lengkap membuktikan bahwa keputusan yang diambil adil dan tidak diskriminatif. Hal ini penting untuk menjaga reputasi perusahaan dan mengurangi risiko sengketa hukum di masa depan.
d. Menolak Mempekerjakan (PHK) Setelah Probation Selesai
Jika hasil evaluasi menunjukkan bahwa karyawan tidak memenuhi standar yang ditetapkan, perusahaan berhak untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada akhir masa probation. PHK ini merupakan bagian dari tujuan masa percobaan sebagai filter terakhir dalam proses rekrutmen, yang sering disebut sebagai “tidak lulus masa percobaan.”
Mekanisme PHK karena tidak lulus probation lebih sederhana dibandingkan dengan PHK karyawan tetap. Perusahaan umumnya tidak diwajibkan membayar uang pesangon atau penghargaan masa kerja. Meskipun demikian, komunikasi yang profesional dan empatik sangat penting untuk menjaga citra perusahaan saat menyampaikan keputusan ini.
6. Kewajiban Perusahaan Selama Masa Probation
Di samping memiliki hak, perusahaan juga dibebani serangkaian kewajiban yang harus dipenuhi selama masa probation. Pemenuhan kewajiban ini tidak hanya soal kepatuhan hukum, tetapi juga mencerminkan etika bisnis dan komitmen perusahaan dalam membangun lingkungan kerja yang adil. Berikut penjelasannya:
a. Memberikan Upah yang Layak
Salah satu kewajiban paling fundamental adalah membayar upah kepada karyawan dalam masa percobaan. Menurut peraturan, upah yang diberikan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang berlaku di wilayah tersebut (UMP atau UMK). Status probation tidak dapat dijadikan alasan untuk membayar di bawah standar minimum yang ditetapkan pemerintah.
Perusahaan juga tidak diperkenankan melakukan pemotongan gaji yang tidak sesuai dengan regulasi. Setiap potongan gaji karyawan harus memiliki dasar hukum yang jelas, seperti untuk iuran BPJS atau pajak penghasilan. Perlakuan upah harus sama adilnya seperti yang diberikan kepada karyawan tetap.
b. Memberikan Hak atas Tunjangan Hari Raya (THR)
Karyawan yang sedang menjalani masa probation berhak atas Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan, asalkan telah memenuhi syarat masa kerja. Sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 6 Tahun 2016, pekerja yang memiliki masa kerja 1 bulan atau lebih berhak menerima THR. Pemberian THR ini merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan.
Besaran THR yang diterima dihitung secara proporsional berdasarkan jumlah bulan masa kerja. Misalnya, jika seorang karyawan baru bekerja selama 2 bulan sebelum hari raya, ia berhak atas THR sebesar (2/12) dari upah satu bulan. Memahami cara menghitung gaji prorata sangat penting untuk memastikan pembayaran THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Memberikan Hak Cuti Sesuai Kebijakan dan Regulasi
Karyawan yang sedang menjalani masa probation tetap berhak atas cuti, meskipun mekanismenya dapat berbeda dengan karyawan tetap. Hak cuti sakit, cuti melahirkan, atau cuti untuk alasan penting lainnya dilindungi oleh undang-undang sejak hari pertama bekerja. Pemberian hak cuti ini tidak bisa ditangguhkan atau dihilangkan hanya karena status probation.
Untuk cuti tahunan, hak tersebut baru berlaku setelah karyawan bekerja selama 12 bulan terus-menerus. Namun, banyak perusahaan yang memiliki kebijakan internal untuk memberikan cuti tahunan secara prorata kepada karyawan baru, termasuk yang sedang probation. Kebijakan cuti yang adil dan transparan dapat meningkatkan loyalitas dan kepuasan karyawan.
d. Mendaftarkan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan
Perusahaan wajib mendaftarkan setiap pekerjanya, termasuk yang berstatus probation, ke dalam program jaminan sosial nasional. Kewajiban ini mencakup pendaftaran pada program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Pendaftaran BPJS harus dilakukan sejak karyawan pertama kali mulai bekerja, tanpa ada penundaan.
Keikutsertaan dalam program jaminan sosial memberikan perlindungan bagi karyawan terhadap risiko sakit, kecelakaan kerja, hari tua, dan kematian. Bagi perusahaan, pemenuhan kewajiban BPJS adalah cerminan kepatuhan terhadap hukum dan tanggung jawab sosial. Kelalaian dalam mendaftarkan karyawan dapat berakibat pada sanksi administratif hingga pidana.
e. Menetapkan Kriteria Penilaian yang Jelas
Selain menjadi hak, menetapkan kriteria penilaian yang jelas juga merupakan kewajiban perusahaan. Karyawan harus diberi tahu sejak awal mengenai apa saja yang akan dievaluasi, bagaimana cara penilaiannya, dan apa standar yang harus dicapai. Transparansi kriteria penilaian ini penting untuk memastikan proses evaluasi berjalan adil dan objektif.
Kriteria ini harus terintegrasi sejak proses rekrutmen, di mana ekspektasi peran sudah mulai dikomunikasikan kepada kandidat. Dengan begitu, tidak ada ambiguitas mengenai target yang harus dikejar oleh karyawan selama masa percobaan. Ini memberikan landasan yang kokoh untuk dialog kinerja yang konstruktif.
f. Memberikan Pelatihan dan Pengembangan
Perusahaan berkewajiban untuk memberikan dukungan yang memadai agar karyawan dapat berhasil selama masa probation. Dukungan ini bisa berupa pelatihan terkait pekerjaan, pengenalan terhadap sistem dan prosedur perusahaan, serta bimbingan dari atasan langsung. Investasi dalam pelatihan menunjukkan bahwa perusahaan serius ingin melihat karyawan tersebut sukses.
Periode probation seharusnya tidak hanya menjadi ajang pengujian, tetapi juga bagian dari proses onboarding yang efektif. Dengan memberikan sumber daya yang dibutuhkan, perusahaan meningkatkan peluang karyawan untuk beradaptasi dengan cepat dan menunjukkan potensi terbaiknya. Ini adalah strategi menang-menang bagi kedua belah pihak.
g. Memberikan Informasi yang Jelas dan Transparan
Proses manual dalam menyampaikan informasi tentang kebijakan dan ekspektasi kinerja sering kali menimbulkan kebingungan dan miskomunikasi. Hal ini dapat merusak pengalaman karyawan baru dan berpotensi menimbulkan risiko hukum jika informasi yang diberikan tidak jelas atau konsisten.
Ketidakjelasan informasi dapat membuat karyawan merasa tidak diperlakukan secara adil. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk memiliki sistem yang transparan dan mudah diakses guna menghindari masalah komunikasi yang bisa merugikan perusahaan dan karyawan.
Software HR ScaleOcean berperan penting dalam pelaksanaan probation dengan menyediakan alat untuk mengelola onboarding dan melacak kinerja karyawan baru secara objektif. Masa probation adalah proses evaluasi yang krusial dan perangkat lunak ini membantu mengstrukturkan serta mendokumentasikan proses tersebut. Coba demo gratis untuk melihat bagaimana ScaleOcean dapat menyempurnakan proses probation di perusahaan Anda.
h. Menjamin Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjamin lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi semua pekerja, termasuk karyawan yang sedang dalam masa probation. Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diterapkan secara konsisten di seluruh area kerja, karena ini adalah tanggung jawab hukum dan moral perusahaan.
Penerapan K3 mencakup penyediaan alat pelindung diri (APD) yang sesuai, pelatihan prosedur kerja yang aman, serta penanganan potensi bahaya. Mengabaikan aspek K3 untuk karyawan probation bisa melanggar hukum dan berisiko fatal. Oleh karena itu, perlindungan keselamatan pekerja harus menjadi prioritas utama sejak hari pertama mereka bergabung.
7. Apa yang Dinilai Selama Masa Probation?

Evaluasi selama masa probation harus bersifat holistik, mencakup berbagai aspek yang menentukan keberhasilan seorang karyawan dalam jangka panjang. Penilaian tidak hanya terbatas pada kemampuan teknis, tetapi juga pada aspek interpersonal dan karakter yang sejalan dengan nilai-nilai perusahaan. Berikut ini penilaian selama masa probation:
a. Keterampilan Teknis
Aspek pertama yang dinilai selama masa probation adalah keterampilan teknis atau hard skills yang relevan dengan posisi yang diisi. Penilaian ini bertujuan untuk memastikan apakah klaim kompetensi yang disampaikan karyawan dapat diterapkan dalam pekerjaan sehari-hari. Evaluasi dilakukan dengan mengamati kualitas kerja dan efisiensi tugas yang diselesaikan.
Sebagai contoh, bagi seorang software developer, penilaian akan berfokus pada kualitas kode dan kemampuan memecahkan masalah. Untuk akuntan, fokusnya adalah pada akurasi laporan keuangan dan pemahaman regulasi perpajakan. Evaluasi hard skills ini menjadi tolok ukur utama untuk menilai kinerja karyawan dalam menjalankan fungsi perannya.
b. Kemampuan Interpersonal
Kecerdasan teknis saja tidak cukup untuk membangun tim yang solid. Kemampuan interpersonal atau soft skills juga sangat penting. Aspek ini mencakup cara karyawan berkomunikasi dengan rekan kerja, atasan, dan klien, serta kemampuan untuk berkolaborasi, memberikan dan menerima masukan, dan menyelesaikan konflik dengan cara konstruktif.
Perusahaan akan mengamati bagaimana karyawan baru beradaptasi dengan dinamika tim dan membangun hubungan kerja yang positif. Apakah ia proaktif dalam berbagi informasi atau lebih suka bekerja sendiri? Penilaian soft skills ini biasanya dilakukan melalui observasi langsung oleh manajer dan masukan dari rekan satu tim.
c. Sikap dan Karakter
Aspek terakhir yang menjadi penentu utama adalah kesesuaian sikap, etos kerja, dan karakter karyawan dengan budaya perusahaan. Hal ini meliputi inisiatif, proaktivitas, integritas, dan tanggung jawab. Kesesuaian budaya (culture fit) sangat penting karena karakter dan sikap lebih sulit untuk diubah dibandingkan keterampilan.
Perusahaan akan menilai apakah karyawan menunjukkan antusiasme terhadap pekerjaannya dan sejalan dengan nilai-nilai organisasi. Praktik human resource management yang baik selalu menekankan pentingnya merekrut individu yang tidak hanya kompeten, tetapi juga memiliki karakter yang sesuai. Karyawan yang gagal menunjukkan sikap positif sering dianggap tidak lulus masa percobaan.
8. Ketentuan Khusus terkait PHK dan Perpanjangan Masa Probation
Perpanjangan masa probation melebihi batas 3 bulan tidak diizinkan secara hukum berdasarkan peraturan yang berlaku. Aturan durasi maksimal probation yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja bersifat final. Setiap upaya untuk memperpanjang masa probation lebih dari 3 bulan akan dianggap tidak sah secara hukum.
Jika perusahaan tetap melakukan perpanjangan masa probation, hal ini bisa menimbulkan konsekuensi hukum yang merugikan. Oleh karena itu, perusahaan harus memastikan bahwa masa probation tidak melebihi batas waktu yang telah ditentukan dan membuat keputusan berdasarkan evaluasi yang objektif pada akhir masa probation.
9. Kesimpulan
Masa probation adalah instrumen manajemen talenta yang strategis, lebih dari sekadar periode administratif. Bagi pengambil keputusan, memahami aspek hukum dan batasan durasi tiga bulan, serta perbedaan dengan status kontrak, sangat penting untuk memitigasi risiko rekrutmen. Proses evaluasi yang transparan membantu perusahaan membangun tim yang solid sejak awal.
Proses probation yang terkelola dengan baik akan memastikan karyawan yang diangkat menjadi bagian dari perusahaan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan budaya organisasi. Evaluasi yang adil dan objektif selama masa probation tidak hanya memastikan kepatuhan hukum, tetapi juga memberikan gambaran yang jelas tentang potensi dan kontribusi karyawan ke depannya.
Namun, pengelolaan probation yang efektif memerlukan sistem yang efisien dan terintegrasi. Inilah urgensi penggunaan software HR ScaleOcean, yang memungkinkan penetapan KPI, penyampaian umpan balik, dan pencatatan evaluasi dilakukan secara sistematis dan berbasis data. Dengan fitur-fitur lengkap dari ScaleOcean, Anda bisa menjalankan proses ini lebih efisien, pastikan Anda mencoba demo gratis untuk merasakan manfaatnya.
FAQ:
1. Berapa lama masa probasi?
Masa probation maksimal 3 bulan dan hanya berlaku untuk karyawan dengan status PKWTT. Tujuan utamanya adalah untuk mengevaluasi kecocokan karyawan dengan posisi yang diisi.
2. Berapakah gaji probation?
Gaji selama masa probation untuk PNS sebesar 80% dari total gaji pokok. Hal ini berlaku selama periode percobaan sebelum karyawan diangkat menjadi pegawai tetap.
3. Apakah probation itu PKWT?
Masa probation tidak berlaku untuk karyawan dengan PKWT, sesuai Pasal 58 UU No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan probation.


