Perusahaan Anda mungkin sering menghadapi tantangan dalam mengelola penggajian lintas wilayah karena perbedaan regulasi upah yang kompleks. Di Indonesia, istilah UMP, UMK, dan UMR sering kali membingungkan dan berpotensi menimbulkan kesalahan administrasi, terutama bagi perusahaan dengan cabang di banyak kota. Akibatnya, beban kerja tim HR dan payroll menjadi jauh lebih berat karena harus memantau ratusan ketentuan yang terus berubah setiap tahun.
Dengan memahami perbedaan antara UMP, UMK, dan UMR secara menyeluruh, perusahaan dapat memastikan kepatuhan hukum dan menghindari risiko sanksi. Pemahaman ini juga menjadi kunci untuk merancang strategi kompensasi yang adil dan kompetitif bagi karyawan di berbagai daerah.
Artikel ini akan mengupas secara mendalam definisi, dasar hukum, serta implikasi dari masing-masing istilah pengupahan tersebut. Dengan begitu, Anda dapat menavigasi lanskap regulasi upah di Indonesia dengan lebih percaya diri dan efisien.
- Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang ditetapkan pemerintah daerah untuk melindungi pekerja, terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap.
- Perbedaan UMP, UMK, dan UMR, Istilah UMR sudah tidak relevan dan digantikan oleh UMP dan UMK, penting untuk dipahami tentang perbedaannya
- Dasar hukum penetapan upah minimum di Indonesia kini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023.
- Memahami aturan upah minimum sangat penting untuk memastikan kepatuhan hukum, menghindari sanksi, dan membangun citra positif perusahaan.
- Software HRIS ScaleOcean membantu otomatisasi perhitungan upah sesuai UMP/UMK, memastikan kepatuhan, dan menyederhanakan proses penggajian di perusahaan.
Apa Itu Upah Minimum?
Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai jaring pengaman untuk melindungi pekerja. Upah ini terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, dengan tujuan memastikan pekerja dapat memenuhi kebutuhan hidup layak bagi dirinya dan keluarganya.
Penetapan upah minimum mempertimbangkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan di setiap wilayah. Di Indonesia, terdapat berbagai jenis upah minimum, seperti Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), dan upah minimum sektoral, yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah.
Penjelasan Perbedaan UMR, UMK dan UMP
Memahami perbedaan antara UMR, UMK, dan UMP sangat penting karena ketiganya memiliki definisi dan cakupan wilayah yang berbeda. Meskipun UMR masih populer, secara yuridis istilah tersebut sudah tidak lagi digunakan dalam peraturan ketenagakerjaan. Pemerintah kini resmi menggunakan istilah UMP dan UMK.
Ketidakpahaman terhadap terminologi ini dapat menyebabkan miskonsepsi dalam penggajian, negosiasi kontrak, dan kebijakan kompensasi di perusahaan. Berikut adalah penjelasan mendetail mengenai masing-masing istilah tersebut:
1. UMR (Upah Minimum Regional)
Upah Minimum Regional (UMR) adalah istilah yang dahulu digunakan untuk menyebut upah minimum di suatu wilayah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Istilah ini populer pada era 1990-an hingga awal 2000-an berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01/1999, namun kini telah ditinggalkan seiring perubahan regulasi.
Meskipun tidak lagi berlaku, istilah UMR masih sering digunakan untuk merujuk pada upah minimum provinsi (UMP) atau kabupaten/kota (UMK). Oleh karena itu, penting bagi praktisi HR dan pimpinan perusahaan untuk mengedukasi timnya agar memahami perubahan ini dan menggunakan terminologi yang tepat sesuai dengan regulasi ketenagakerjaan yang berlaku.
2. UMP (Upah Minimum Provinsi)
Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah upah minimum yang berlaku di seluruh kabupaten/kota dalam satu wilayah provinsi. Penetapan UMP dilakukan oleh gubernur dan diumumkan serentak setiap tahunnya, biasanya pada bulan November, sebagai batas bawah upah di provinsi tersebut.
Besaran UMP dihitung dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan, seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi provinsi. Bagi kabupaten/kota yang belum memiliki Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), UMP menjadi acuan upah minimum yang sah dan tidak boleh ada pembayaran yang lebih rendah dari nilai UMP yang ditetapkan.
3. UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota)
Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) adalah upah minimum yang berlaku di wilayah kabupaten atau kota tertentu. UMK diusulkan oleh bupati atau wali kota kepada gubernur setelah melalui pembahasan dengan Dewan Pengupahan setempat, dan harus lebih tinggi dari UMP provinsi yang bersangkutan.
Penetapan UMK didasarkan pada kondisi ekonomi yang lebih spesifik di tingkat kabupaten/kota yang sering kali berbeda dengan rata-rata provinsi, seperti laju pertumbuhan ekonomi dan biaya hidup. Di kawasan industri atau kota besar, nilai UMK cenderung lebih tinggi daripada UMP, dan pengusaha wajib mengikuti UMK sebagai acuan upah minimum di wilayah tersebut.
Dasar Hukum UMR, UMK dan UMP di Indonesia
Dasar hukum penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Indonesia merujuk pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Cipta Kerja (UU No. 6 Tahun 2023), serta PP Nomor 51 Tahun 2023.
Dilansir dari Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), PP Nomor 51 Tahun 2023 memuat perubahan atas ketentuan penghitungan, penetapan, pemberlakuan upah minimum, serta penguatan peran Dewan Pengupahan di daerah.
Peraturan turunan dari dasar hukum utama ini diatur melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan, seperti Permenaker No. 18 Tahun 2022 yang mengatur penetapan upah minimum untuk tahun tertentu. Permenaker No. 226 Tahun 2000 juga memperkuat dasar hukum untuk penetapan upah minimum yang lebih terkini.
Gubernur bertanggung jawab dalam menetapkan UMP dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi. Gubernur juga memiliki kewenangan untuk menetapkan UMK jika diperlukan, dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi daerah masing-masing.
Baca juga: 15 Contoh Slip Gaji Karyawan, Manfaat, serta Format Lengkapnya
Pentingnya Memahami Perbedaan UMR, UMK dan UMP
Pemahaman tentang perbedaan UMR, UMK, dan UMP sangat penting bagi pemimpin bisnis dan profesional HR. Pengetahuan ini mempengaruhi kepatuhan hukum, anggaran, daya saing perusahaan, serta hubungan industrial yang harmonis. Kesalahan penerapan standar upah dapat berisiko hukum dan merusak reputasi perusahaan.
Dengan pemahaman yang sama, perselisihan antara perusahaan dan karyawan dapat diminimalkan. Berikut adalah beberapa alasan mengapa memahami perbedaan ini sangat krusial:
1. Mengetahui Hak Atas Upah yang Sesuai
Bagi karyawan, memahami perbedaan antara UMP dan UMK adalah langkah penting untuk memastikan mereka menerima upah sesuai dengan haknya. Dengan mengetahui standar minimum di wilayah kerja, karyawan dapat memverifikasi apakah gaji yang diterima sudah memenuhi ketentuan. Pengetahuan ini memberdayakan karyawan untuk menyuarakan haknya jika ada ketidaksesuaian.
Dari sisi perusahaan, pemahaman ini menjadi dasar untuk menjalankan operasional yang etis dan patuh hukum. Dengan membayar upah sesuai standar yang berlaku (UMK atau UMP), perusahaan tidak hanya menghindari sanksi hukum, tetapi juga membangun citra sebagai pemberi kerja yang bertanggung jawab. Kepatuhan ini turut meningkatkan moral dan loyalitas karyawan, berdampak positif pada produktivitas.
2. Membantu dalam pengambilan keputusan pekerjaan
Bagi pencari kerja atau karyawan yang ingin pindah karir, informasi mengenai UMP dan UMK di berbagai daerah menjadi faktor penting. Besaran upah minimum memberikan gambaran tentang standar biaya hidup dan potensi penghasilan di suatu kota atau provinsi. Informasi ini membantu mereka membuat keputusan yang lebih matang saat memilih lokasi kerja.
Bagi perusahaan, terutama yang memiliki cabang di beberapa lokasi, pemahaman ini krusial untuk menetapkan struktur gaji yang kompetitif dan adil di setiap daerah. Perusahaan perlu menyesuaikan penawaran gross salary dengan standar upah minimum lokal agar dapat menarik talenta terbaik. Dengan demikian, strategi rekrutmen menjadi lebih efektif dan sesuai dengan kondisi pasar tenaga kerja setempat.
3. Dasar untuk Negosiasi Upah
Upah minimum, baik UMP maupun UMK, sering menjadi dasar dalam negosiasi gaji, terutama untuk posisi tingkat pemula. Karyawan dapat menggunakan angka UMK untuk menegosiasikan gaji yang diinginkan, dengan mempertimbangkan kualifikasi dan pengalaman. UMK juga menjadi dasar untuk menentukan take home pay yang layak.
Bagi manajer perekrutan dan tim HR, pengetahuan tentang UMK membantu menetapkan rentang gaji yang realistis untuk suatu posisi. Hal ini memastikan tawaran yang kompetitif dan patuh pada regulasi, sehingga proses negosiasi dapat berjalan lebih lancar dan transparan bagi kedua belah pihak.
4. Melindungi Diri dari Eksploitasi
Salah satu tujuan utama penetapan upah minimum adalah melindungi pekerja dari praktik eksploitasi upah yang terlalu rendah. Dengan adanya standar yang jelas dan diatur oleh hukum, pekerja memiliki perlindungan hukum terhadap pemberi kerja yang membayar di bawah ketentuan. Pengetahuan tentang hak ini merupakan perlindungan diri yang paling mendasar bagi setiap pekerja.
Perusahaan yang patuh terhadap ketentuan upah minimum juga melindungi dirinya dari berbagai risiko. Risiko tersebut termasuk tuntutan hukum dari karyawan, denda dari pemerintah, hingga kerusakan reputasi yang sulit dipulihkan. Kepatuhan terhadap regulasi ini adalah investasi terbaik untuk menjaga keberlangsungan bisnis dan hubungan industrial yang sehat.
5. Mempersiapkan Diri untuk Karir Jangka Panjang
Memahami dinamika UMP dan UMK memberikan wawasan tentang tren ekonomi regional dan prospek karir di masa depan. Kenaikan upah minimum bisa menjadi indikator pertumbuhan ekonomi dan peluang karir yang lebih baik. Wawasan ini membantu individu merencanakan jalur karir secara lebih strategis.
Bagi perusahaan, memantau tren kenaikan upah minimum penting untuk perencanaan keuangan dan SDM jangka panjang. Dengan ini, perusahaan dapat menyesuaikan anggaran dan strategi bisnis, memastikan stabilitas keuangan di tengah perubahan regulasi.
Proses Penetapan UMR, UMK dan UMP
Proses penetapan upah minimum di Indonesia melibatkan pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja yang tergabung dalam Dewan Pengupahan. Mekanisme ini bertujuan untuk melindungi kesejahteraan pekerja sambil menjaga iklim investasi yang kondusif.
Formula perhitungan upah minimum kini didasarkan pada data ekonomi dari Badan Pusat Statistik (BPS), seperti inflasi dan pertumbuhan PDB untuk memastikan proses yang lebih berbasis data dan mengurangi subjektivitas. Berikut adalah rincian proses penetapan untuk masing-masing jenis upah minimum.
1. Penetapan UMP (Upah Minimum Provinsi)
Proses penetapan UMP dimulai dengan sidang Dewan Pengupahan Provinsi yang melibatkan unsur pemerintah, pengusaha (APINDO), dan serikat pekerja/buruh. Dewan Pengupahan menghitung besaran UMP menggunakan formula yang ditetapkan dalam PP No. 51 Tahun 2023, dan hasil perhitungan tersebut direkomendasikan kepada gubernur.
Gubernur kemudian menetapkan dan mengumumkan UMP paling lambat pada tanggal 21 November setiap tahunnya. Keputusan gubernur ini berlaku mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya di seluruh wilayah provinsi tersebut, dan menjadi acuan bagi kabupaten/kota yang belum atau tidak menetapkan UMK.
2. Penetapan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota)
Proses penetapan UMK dimulai dengan sidang Dewan Pengupahan di tingkat kabupaten/kota yang melakukan perhitungan menggunakan formula yang sama dengan UMP, namun dengan data inflasi dan pertumbuhan ekonomi spesifik daerah. Hasil perhitungan dan rekomendasi UMK kemudian disampaikan oleh bupati atau wali kota kepada gubernur.
Setelah UMP ditetapkan, bupati atau wali kota harus mengusulkan UMK kepada gubernur. Gubernur kemudian menetapkan UMK tersebut paling lambat pada tanggal 30 November. Syarat utama adalah nilai UMK yang diusulkan harus lebih tinggi dari nilai UMP yang telah ditetapkan untuk provinsi tersebut.
3. Penetapan UMR (Upah Minimum Regional)
Seperti yang telah dijelaskan, istilah Upah Minimum Regional (UMR) sudah tidak lagi digunakan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Proses penetapan UMR yang terbagi menjadi UMR Tingkat I (Provinsi) dan UMR Tingkat II (Kabupaten/Kota) telah digantikan sepenuhnya oleh mekanisme penetapan UMP dan UMK.
Perubahan ini bertujuan untuk menciptakan sistem penggajian yang lebih sederhana dan terstruktur dengan UMP sebagai jaring pengaman di tingkat provinsi dan UMK sebagai standar yang lebih spesifik di tingkat kabupaten/kota. Oleh karena itu, perusahaan harus merujuk pada UMP dan UMK, bukan lagi UMR.
Mana yang Menjadi Acuan: UMR, UMK atau UMP?
Acuan upah minimum di suatu wilayah adalah UMK jika sudah ditetapkan di kabupaten atau kota tersebut. Jika belum ada UMK, maka yang menjadi acuan adalah UMP (Upah Minimum Provinsi). Istilah UMR sudah tidak relevan lagi karena telah digantikan dengan UMP dan UMK sesuai dengan peraturan yang berlaku.
UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) berlaku secara spesifik di wilayah kabupaten atau kota dan biasanya lebih tinggi dari UMP. Hal ini dikarenakan UMK mempertimbangkan kondisi ekonomi dan biaya hidup lokal yang lebih spesifik. UMK ditetapkan oleh gubernur berdasarkan rekomendasi bupati atau wali kota.
UMP (Upah Minimum Provinsi) berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di suatu provinsi jika UMK belum ditetapkan. UMP ditetapkan oleh gubernur untuk tingkat provinsi. Sebelumnya, istilah UMR digunakan untuk menggambarkan upah minimum, namun sejak adanya perubahan aturan, istilah ini digantikan oleh UMP dan UMK.
Contoh Penerapan Antara UMP, UMK, dan UMR

Mari kita lihat contoh penerapan UMP dan UMK untuk memperjelas perbedaannya. Hierarki antara UMP dan UMK sangat penting untuk diterapkan dengan tepat. Perlu diingat, istilah UMR sudah tidak relevan lagi.
Dengan contoh ini, pengambil keputusan dapat lebih mudah menentukan kebijakan yang sesuai di perusahaan. Berikut adalah contoh penerapannya:
1. Contoh Kasus di Provinsi Jawa Barat
Misalnya, pada tahun 2024, Gubernur Jawa Barat menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp2.057.495. Angka ini berlaku sebagai standar minimum upah bagi seluruh wilayah di provinsi Jawa Barat yang belum memiliki UMK sendiri.
Artinya, jika ada daerah seperti Kabupaten Pangandaran atau Garut yang tidak menetapkan UMK, maka perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut harus mengikuti UMP Jawa Barat sebagai acuan pembayaran upah minimum. Selain itu, bagi pekerja yang tidak bekerja selama satu bulan penuh, perusahaan dapat melakukan perhitungan gaji prorata berdasarkan jumlah hari kerja aktual dengan mengacu pada nilai UMP tersebut.
2. Contoh Penerapan UMK
Masih di Jawa Barat, banyak kabupaten dan kota industri yang menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) lebih tinggi dari UMP. Misalnya, pada tahun 2024:
- Kota Bekasi menetapkan UMK sebesar Rp5.343.430
- Kabupaten Karawang menetapkan UMK sebesar Rp5.257.834
Dalam kasus ini, perusahaan yang beroperasi di Bekasi wajib membayar karyawan minimal Rp5.343.430, bukan mengikuti UMP Jawa Barat. Hal yang sama berlaku untuk perusahaan di Karawang yang harus mengikuti UMK Karawang. Jika pekerja tidak bekerja penuh sebulan, maka perhitungannya dilakukan secara prorata berdasarkan UMK setempat.
3. Contoh Penggunaan Istilah UMR
Sebelum adanya UMP dan UMK, pemerintah menggunakan istilah Upah Minimum Regional (UMR) sebagai acuan tunggal upah minimum di daerah. Namun sejak diberlakukannya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 226 Tahun 2000, istilah UMR resmi diganti menjadi UMP dan UMK.
Meskipun demikian, banyak masyarakat dan pelaku usaha yang masih menggunakan istilah “UMR” untuk menyebut upah minimum. Misalnya, seseorang mungkin berkata, “UMR Bekasi tahun ini Rp5 jutaan,” padahal yang dimaksud sebenarnya adalah UMK Kota Bekasi. Ini menunjukkan bahwa istilah UMR masih sering digunakan dalam percakapan sehari-hari, meskipun sudah tidak lagi digunakan dalam regulasi resmi.
Proses Payroll Lebih Mudah dengan Software HRIS ScaleOcean
Menyusun payroll karyawan secara manual sering kali memakan waktu, rentan kesalahan, dan merepotkan tim HR, terutama ketika harus mengelola data gaji, tunjangan, lembur, dan potongan setiap bulan. Di sinilah teknologi HRIS berbasis digital menjadi solusi praktis. Software HRIS ScaleOcean mengotomatiskan perhitungan gaji, tunjangan, potongan, hingga penyusunan laporan payroll secara real-time dan akurat.
Dengan fitur payroll otomatis dari ScaleOcean, perusahaan dapat menginput data karyawan seperti jam kerja, cuti, atau lembur tanpa perlu proses manual berulang. Data yang telah tercatat akan langsung tersusun dalam format payroll yang rapi dan siap dicetak atau diekspor dalam bentuk PDF atau Excel kapan saja dibutuhkan.
Beberapa fitur unggulan ScaleOcean dalam mengelola payroll karyawan antara lain:
- Proses Payroll Real-Time: Setiap perubahan data karyawan, seperti jam lembur atau cuti, langsung tercatat dan diperbarui dalam sistem secara otomatis.
- Payslip Otomatis: Slip gaji karyawan dapat dihasilkan instan tanpa perlu input ulang data atau perhitungan manual, mempermudah administrasi penggajian.
- Perhitungan Pajak Terintegrasi: Sistem menghitung pajak secara otomatis sesuai dengan peraturan yang berlaku, mengurangi risiko kesalahan dalam perhitungan.
- Jejak Digital Payroll: Setiap perubahan pada data payroll tercatat dalam sistem, memudahkan audit dan pencatatan yang transparan.
- Akses & Persetujuan Multi-User: Memungkinkan beberapa pengguna dalam tim HR untuk mengakses dan memberikan persetujuan atas payroll karyawan jika diperlukan, meningkatkan efisiensi tim HR.
Dengan dukungan teknologi seperti ScaleOcean, proses payroll menjadi lebih efisien, akurat, dan terdokumentasi dengan baik. Anda dapat mencoba demo gratis ScaleOcean untuk melihat bagaimana sistem ini menyederhanakan proses payroll secara menyeluruh.
Kesimpulan
Memahami perbedaan antara UMP, UMK, dan istilah lama UMR adalah hal yang sangat penting bagi pemimpin perusahaan dan praktisi HR. UMP berfungsi sebagai jaring pengaman upah di tingkat provinsi, sedangkan UMK menjadi acuan yang lebih spesifik di tingkat kabupaten/kota. Kepatuhan terhadap standar upah ini mencerminkan tata kelola perusahaan yang baik.
Menyusun payroll karyawan secara manual sering kali memakan waktu dan rentan kesalahan. Software HRIS ScaleOcean merupakan solusi digital yang mengotomatiskan perhitungan gaji, tunjangan, potongan, hingga laporan payroll secara real-time dan akurat.
Dengan fitur seperti payslip otomatis, perhitungan pajak terintegrasi, dan proses payroll real-time, tim HR dapat bekerja lebih efisien tanpa proses manual berulang. Coba demo gratis ScaleOcean untuk melihat bagaimana sistem ini menyederhanakan pengelolaan payroll secara menyeluruh.
FAQ:
1. Gaji UMP itu berapa?
Rata-rata UMP tahun 2024 adalah Rp3.113.359,85. Sampai triwulan II 2025, terdapat 435.699 objek pengawasan K3, dengan 365.918 objek (83,98%) mencakup peralatan, mesin, dan instalasi.
2. Apa beda gaji UMR dan UMP?
Istilah UMR sudah tidak digunakan, digantikan dengan UMP untuk provinsi dan UMK untuk kabupaten/kota.
3. UMP tertinggi dimana?
UMP tertinggi berada di DKI Jakarta, dengan nilai sekitar Rp5.396.761 per bulan, sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi nasional.


