Cara Hitung Cuti yang Diuangkan: Aturan serta Rumusnya

ScaleOcean Team
Posted on
Share artikel ini

Tim payroll sering kesulitan dalam perhitungan final pay yang manual dan lambat. Proses ini memicu masalah serius, mulai dari salah hitung komponen upah yang berisiko tuntutan hukum dari Disnaker, hingga data sisa cuti yang tidak sinkron menciptakan anggaran tak terduga dalam laporan keuangan. Perhitungan manual juga menyebabkan mantan karyawan kerap merasa dicurangi karena kompensasi yang tidak transparan.

Perhitungan cuti diuangkan yang akurat adalah solusi untuk mengatasi masalah ini. Leave encashment memberikan kompensasi finansial atas sisa cuti tahunan yang belum diambil saat karyawan mengakhiri masa kerjanya. Proses ini adalah penentu kepatuhan perusahaan pada regulasi hukum yang berlaku serta menjadi provisi akrual yang akurat di neraca keuangan.

Memahami cara menghitung cuti yang diuangkan dapat membantu bisnis Anda mengatasi ragam kebijakan cuti tahunan hingga menghindari risiko finansial dan hukum mengenai upah karyawan. Artikel ini akan menjelaskan bagaimana cara hitung cuti yang diuangkan, apa saja aturannya, jenis kebijakan cuti tahunan karyawan, hingga rumus perhitungan cuti tahunan yang diuangkan.

starsKey Takeaways
  • Leave encashment adalah kompensasi finansial yang wajib diberikan perusahaan kepada karyawan yang berhenti bekerja atas sisa cuti tahunan yang belum diambil.
  • Aturan hukum mewajibkan pembayaran cuti saat PHK atau resign, namun hal ini opsional dan berdasarkan kebijakan internal perusahaan yang berlaku.
  • Rumus perhitungan uang cuti didasarkan pada sisa hari cuti dikalikan dengan upah harian, yang dihitung dari gaji pokok dan tunjangan tetap.
  • Proses cara menghitung uang cuti melibatkan penentuan sisa cuti, perhitungan prorata, dan kalkulasi upah harian sesuai sistem kerja perusahaan.
  • Software HR ScaleOcean dapat membantu mengintegrasikan data sisa cuti dengan data penggajian untuk memastikan perhitungan yang akurat.

Coba Demo Gratis!

requestDemo

1. Apa Itu Leave Encashment (Penggantian Uang atas Cuti Tahunan)?

Leave encashment atau uang penggantian hak atas cuti tahunan adalah mekanisme kompensasi finansial yang diberikan perusahaan kepada karyawan yang berhenti bekerja atas sisa cuti tahunan yang belum diambil. Kompensasi ini dihitung berdasarkan jumlah sisa hari cuti tahunan yang belum sempat diambil oleh karyawan pada saat hubungan kerjanya berakhir.

Kebijakan ini memegang peranan dalam paket kompensasi akhir seorang karyawan, baik yang mengundurkan diri, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), maupun pensiun. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa hak karyawan atas istirahat tahunan yang telah diakumulasi selama masa kerja tidak hangus begitu saja.

Leave encashment merupakan bentuk keadilan dan penghargaan atas kontribusi karyawan. Perusahaan yang mengelola proses ini dengan baik menunjukkan komitmennya terhadap kesejahteraan karyawan dan kepatuhan terhadap regulasi ketenagakerjaan yang berlaku.

2. Aturan Hukum Cuti Tahunan Bisa Diuangkan

Di Indonesia, landasan hukum mengenai penggantian uang atas cuti tahunan diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Regulasi utamanya adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang telah diubah melalui Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Aturan ini membedakan secara tegas antara kewajiban penggantian cuti bagi karyawan yang berhenti bekerja dengan kebijakan bagi karyawan yang masih aktif. Kepatuhan hukum bukan hanya tentang menghindari sanksi, tetapi juga membangun reputasi sebagai perusahaan yang adil dan bertanggung jawab.

Berikut adalah penjelasan mendetail mengenai dua skenario utama dalam penguangan cuti tahunan.

a. Cuti Diuangkan Saat Karyawan PHK/Resign (Wajib)

Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 156 ayat (4), perusahaan diwajibkan memberikan uang penggantian hak (UPH) kepada karyawan yang hubungan kerjanya berakhir. Salah satu komponen dari UPH ini secara eksplisit adalah penggantian hak atas cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.

Kewajiban ini berlaku universal untuk semua jenis pengakhiran hubungan kerja, termasuk pengunduran diri sukarela (resign), PHK oleh perusahaan, pensiun, atau bahkan karena karyawan meninggal dunia. Uang pengganti cuti ini menjadi bagian dari paket kompensasi akhir yang diterima karyawan, sering kali dibayarkan bersamaan dengan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, atau severance pay.

b. Cuti Diuangkan untuk Karyawan Aktif (Opsional)

Tidak ada peraturan perundang-undangan yang mewajibkan perusahaan untuk menguangkan sisa cuti karyawan yang masih aktif bekerja. Kebijakan ini bersifat opsional dan sepenuhnya bergantung pada diskresi serta kemampuan finansial perusahaan. Jika perusahaan memutuskan untuk menawarkan opsi ini, ketentuannya harus diatur dengan jelas dan transparan.

Biasanya, mekanisme penguangan cuti untuk karyawan aktif dituangkan dalam peraturan perusahaan (PP), perjanjian kerja bersama (PKB), atau surat perjanjian kerja. Perusahaan dapat menetapkan batasan, seperti jumlah maksimal hari cuti yang bisa diuangkan per tahun atau periode tertentu kapan pengajuan bisa dilakukan.

3. Jenis-jenis Kebijakan Cuti Tahunan Karyawan

Setiap perusahaan memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengelola hak cuti tahunan karyawannya, yang pada akhirnya akan memengaruhi perhitungan cuti diuangkan. Dari kebijakan yang paling kaku hingga yang paling fleksibel, pilihan yang diambil perusahaan akan berdampak langsung pada cara sisa cuti dihitung dan dikompensasikan saat karyawan berhenti.

Berikut adalah tiga jenis kebijakan cuti tahunan yang paling umum dijumpai di dunia kerja modern:

a. Cuti Hangus (Forfeited Leave)

Kebijakan cuti hangus atau forfeited leave adalah model yang paling tradisional dan ketat. Dalam sistem ini, hak cuti tahunan yang tidak digunakan oleh karyawan dalam periode yang telah ditentukan (biasanya satu tahun kalender) akan hangus secara otomatis. Karyawan tidak dapat mengakumulasi atau membawa sisa cuti mereka ke tahun berikutnya.

Tujuan utama kebijakan ini adalah untuk mendorong karyawan agar benar-benar memanfaatkan waktu istirahat mereka demi menjaga work-life balance dan mencegah penumpukan kewajiban finansial bagi perusahaan di masa depan. Namun, kelemahannya adalah kurangnya fleksibilitas, yang bisa merugikan karyawan yang tidak dapat mengambil cuti karena beban kerja tinggi atau alasan mendesak lainnya.

b. Cuti Carry Forward (Akumulasi Cuti)

Kebijakan carry forward atau akumulasi cuti menawarkan fleksibilitas yang lebih besar dibandingkan sistem cuti hangus. Dalam model ini, karyawan diizinkan untuk membawa atau memindahkan sebagian atau seluruh sisa cuti tahunan mereka ke periode berikutnya. Kebijakan ini sangat populer karena dianggap lebih adil bagi karyawan yang memiliki kesibukan tinggi.

Umumnya, perusahaan menetapkan beberapa aturan main untuk kebijakan ini, seperti batas maksimal jumlah hari yang bisa diakumulasi (misalnya, tidak lebih dari 6 hari sesuai anjuran UU) dan batas waktu penggunaan cuti yang diakumulasi tersebut (misalnya, harus digunakan dalam 6 bulan pertama di tahun berikutnya). Pengelolaan kebijakan ini memerlukan sistem manajemen cuti untuk melacak saldo cuti setiap karyawan.

c. Cuti Tidak Terbatas (Unlimited Leave)

Kebijakan cuti tidak terbatas atau unlimited leave adalah pendekatan modern yang semakin banyak diadopsi oleh perusahaan rintisan (startup) dan teknologi. Kebijakan ini didasarkan pada prinsip kepercayaan dan otonomi, di mana karyawan tidak memiliki jatah cuti yang pasti dan dapat mengambil libur kapan pun mereka merasa perlu, selama pekerjaan mereka selesai dan telah disetujui oleh manajer.

Meski terdengar sangat ideal, kebijakan ini memiliki tantangan tersendiri, terutama terkait perhitungan uang pengganti hak cuti saat karyawan berhenti. Karena tidak ada jatah cuti formal, tidak ada sisa cuti yang bisa dihitung. Untuk mengatasi ini, perusahaan biasanya menetapkan klausul khusus dalam kontrak kerja yang mendefinisikan jumlah hari cuti minimum yang akan dibayarkan jika karyawan resign.

Implementasi teknologi modern seperti software HR ScaleOcean dapat membantu perusahaan dalam perhitungan cuti yang diuangkan. Software ini mengotomatiskan dan mengintegrasikan data sisa cuti dengan data penggajian untuk memastikan perhitungan yang akurat. Melalui modul leave management dan payroll management perhitungan gaji, pajak, dan cuti diuangkan dilakukan secara otomatis dan tanpa kesalahan.

4. Rumus Perhitungan Cuti Tahunan yang Diuangkan

Untuk memastikan perhitungan uang pengganti cuti dilakukan secara konsisten dan sesuai dengan standar hukum, terdapat sebuah rumus dasar yang menjadi acuan. Rumus ini telah ditetapkan dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE-07/MEN/1990 tentang Pengupahan. Integrasi yang baik dalam sistem penggajian sangat penting untuk memastikan semua komponen ini dihitung secara otomatis dan akurat.

Rumus perhitungan cuti yang diuangkan adalah sebagai berikut:

Cuti Tahunan yang Diuangkan = (Sisa Hari Cuti / Jumlah Hari Kerja dalam Sebulan) x Upah Sebulan

Berikut penjelasan elemen-elemen penting ketika menghitung cuti tahunan yang diuangkan:

  • Sisa Hari Cuti: Total hari cuti tahunan yang menjadi hak karyawan dan belum diambil hingga tanggal terakhir ia bekerja.
  • Upah Sebulan: Gaji pokok ditambah seluruh tunjangan yang bersifat tetap yang diterima karyawan setiap bulan (tidak termasuk tunjangan tidak tetap seperti transportasi/makan)
  • Upah Harian: Hasil dari Upah Sebulan dibagi dengan jumlah hari kerja rata-rata dalam sebulan.
  • Angka Pembagi (5 Hari Kerja): 21, digunakan untuk perusahaan yang menerapkan sistem 5 hari kerja seminggu.
  • Angka Pembagi (6 Hari Kerja): 25, digunakan untuk perusahaan yang menerapkan sistem 6 hari kerja seminggu.

5. Cara Menghitung Cuti Karyawan yang Diuangkan

Cara Menghitung Cuti Karyawan yang DiuangkanSetelah memahami rumus dasarnya, langkah selanjutnya adalah menerapkannya dalam proses perhitungan yang sistematis. Proses ini dapat dipecah menjadi beberapa tahapan logis untuk memastikan tidak ada detail yang terlewat dan hasil akhirnya akurat. Ketelitian dalam setiap tahapan adalah kunci untuk menghindari kesalahan perhitungan yang dapat menyebabkan perselisihan atau kerugian finansial.

Berikut adalah panduan langkah demi langkah tentang cara menghitung uang cuti tahunan:

a. Hitung Sisa Cuti yang Belum Diambil

Langkah pertama adalah menentukan jumlah pasti sisa hari cuti karyawan. Data ini harus divalidasi dari sistem pencatatan cuti perusahaan. Total sisa cuti ini merupakan akumulasi dari hak cuti tahun berjalan yang belum digunakan, ditambah dengan sisa cuti dari tahun sebelumnya jika perusahaan menerapkan kebijakan carry forward.

Tim HR harus memeriksa riwayat pengajuan dan persetujuan cuti karyawan untuk memastikan data yang digunakan adalah yang paling mutakhir. Kesalahan dalam langkah awal ini akan menyebabkan seluruh perhitungan selanjutnya menjadi tidak valid.

b. Hitung Hak Cuti Prorata (Jika Karyawan Belum Bekerja 12 Bulan)

Untuk karyawan yang berhenti bekerja sebelum genap 12 bulan, baik di tahun pertama mereka maupun di tahun berjalan, hak cuti mereka harus dihitung secara prorata. Rumus yang digunakan adalah:

Hak Cuti Prorata = (Jumlah Bulan Bekerja dalam Periode Tersebut / 12) x Total Hak Cuti Tahunan

Misalnya, seorang karyawan yang bergabung pada 1 Januari dan mengundurkan diri pada 30 Juni (telah bekerja 6 bulan) berhak atas (6/12) x 12 = 6 hari cuti untuk tahun tersebut. Konsep ini serupa dengan cara menghitung gaji prorata, di mana kompensasi disesuaikan dengan periode kerja aktual. Jumlah hak cuti prorata inilah yang kemudian dikurangi dengan cuti yang sudah diambil untuk mendapatkan sisa cuti yang akan diuangkan.

c. Hitung Gaji Harian

Langkah berikutnya adalah menghitung nilai upah harian karyawan, yang akan menjadi pengali untuk sisa hari cuti. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, upah harian dihitung dengan rumus:

Gaji Harian = (Gaji Pokok + Tunjangan Tetap) / Angka Pembagi Hari Kerja

Tunjangan tetap adalah pembayaran teratur yang tidak dipengaruhi oleh kehadiran, seperti tunjangan jabatan atau tunjangan keluarga. Sebaliknya, tunjangan tidak tetap seperti uang makan atau transport yang dihitung harian tidak dimasukkan dalam komponen ini. Pemilihan angka pembagi (21 untuk 5 hari kerja atau 25 untuk 6 hari kerja) harus sesuai dengan sistem kerja yang berlaku bagi karyawan tersebut.

d. Hitung Total Uang Pengganti Cuti

Setelah semua komponen siap, langkah terakhir adalah mengalikan sisa hari cuti dengan upah harian yang telah dihitung. Rumusnya adalah:

Total Uang Pengganti Cuti = Sisa Hari Cuti x Upah Harian

Perlu diingat bahwa jumlah ini merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh 21). Perusahaan harus menghitung PPh 21 atas uang pengganti cuti ini sebelum membayarkannya kepada karyawan. Ini adalah bagian dari penghasilan karyawan dan tidak boleh dianggap sebagai pembayaran yang bebas pajak, serta tidak boleh dicampuradukkan dengan potongan gaji karyawan lainnya seperti iuran BPJS atau pinjaman.

6. Contoh Perhitungan Cuti yang Diuangkan

Teori dan rumus akan lebih mudah dipahami melalui aplikasi pada contoh kasus nyata. Dengan melihat simulasi perhitungan, perusahaan dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana konsep ini bekerja dalam praktik sehari-hari. Contoh-contoh ini akan mencakup skenario yang paling umum terjadi di perusahaan secara fiktif.

Berikut beberapa contoh kongret perhitungan cuti yang diuangkan:

a. Contoh Kasus 1: Karyawan Mengundurkan Diri

Budi bergabung dengan perusahaan X pada 1 Januari 2025 dan memutuskan untuk mengundurkan diri, dengan hari kerja terakhir pada 31 Juli 2025. Gaji pokok dan tunjangan tetap Budi adalah Rp8.400.000 per bulan. Perusahaan X memberikan hak cuti 12 hari per tahun dan menerapkan sistem 5 hari kerja.

Perhitungannya adalah:

  • Masa kerja di tahun berjalan: Budi bekerja selama 7 bulan (Januari – Juli).
  • Hak cuti prorata: (7 bulan / 12 bulan) x 12 hari = 7 hari.
  • Sisa cuti: Budi belum mengambil cuti sama sekali, jadi sisa cutinya adalah 7 hari.
  • Upah harian: Rp8.400.000 / 21 = Rp400.000.
  • Total uang pengganti cuti: 7 hari x Rp400.000 = Rp2.800.000. Jadi, Budi berhak menerima uang pengganti cuti sebesar Rp2.800.000 (sebelum dipotong pajak).

b. Contoh Kasus 2: Sistem 5 Hari Kerja (Basis 21 Hari)

Citra telah bekerja di perusahaan Y selama 4 tahun dan akan segera pensiun. Gaji pokok beserta tunjangan tetapnya adalah Rp12.600.000 per bulan. Berdasarkan catatan HR, Citra memiliki sisa cuti sebanyak 10 hari yang belum diambil.

Perhitungannya adalah:

  • Sisa cuti: 10 hari.
  • Sistem kerja: 5 hari kerja, sehingga angka pembaginya adalah 21.
  • Upah harian: Rp12.600.000 / 21 = Rp600.000.
  • Total uang pengganti cuti: 10 hari x Rp600.000 = Rp6.000.000. Perusahaan Y wajib membayarkan kompensasi cuti sebesar Rp6.000.000 kepada Citra sebagai bagian dari hak pensiunnya.

c. Contoh Kasus 3: Sistem 6 Hari Kerja (Basis 25 Hari)

Dodi bekerja di sebuah perusahaan manufaktur yang menerapkan sistem 6 hari kerja seminggu. Setelah 2 tahun bekerja, ia terkena PHK. Gaji pokok dan tunjangan tetap Dodi adalah Rp7.500.000 per bulan, dan ia memiliki sisa cuti yang belum digunakan sebanyak 9 hari.

Perhitungannya adalah:

  • Sisa cuti: 9 hari.
  • Sistem kerja: 6 hari kerja, sehingga angka pembaginya adalah 25.
  • Upah harian: Rp7.500.000 / 25 = Rp300.000.
  • Total uang pengganti cuti: 9 hari x Rp300.000 = Rp2.700.000. Dodi berhak atas uang pengganti cuti sebesar Rp2.700.000 yang harus dibayarkan bersamaan dengan kompensasi PHK lainnya.

7. Kesimpulan

Cara hitung cuti yang diuangkan adalah cara menghitung untuk proses pengubahan sisa cuti berbayar yang tidak terpakai menjadi uang tunai. Namun, proses manual sangat rentan terhadap kesalahan, baik dalam penentuan komponen upah maupun sisa cuti, yang memicu inkonsistensi dan risiko ketidakpatuhan. Kesalahan ini sering berujung pada sengketa, kerugian finansial, dan rusaknya reputasi perusahaan.

Untuk mengatasi kompleksitas ini software HR ScaleOcean dapat membantu menoptimalkan penghitungan cuti yang diuangkan dengan akurat. Dengan modul pelacakan sisa cuti software menjamin data cuti selalu akurat, yang kemudian diintegrasikan ke modul payroll management untuk mengkalkulasi uang pengganti cuti secara instan dan tepat.

Memahami proses leave encashment yang rumit dapat membantu bisnis Anda memiliki sistem pengupahan karyawan yang akurat dan efisien. Jadwalkan demo gratis dan konsultasi dengan tim ahli kami untuk melihat bagaimana software ini dapat membantu Anda!

FAQ:

1. Cara menghitung cuti yang diuangkan?

Perhitungan sisa cuti yang diuangkan menggunakan rumus dasar (sisa hari cuti / jumlah hari kerja dalam sebulan) x upah sebulan. Rumus ini dapat bervariasi tergantung kebijakan perusahaan, misalnya apakah menggunakan sistem 5 atau 6 hari kerja per minggu.

2. Apakah hak cuti bisa diuangkan?

Ya, hak cuti bisa diuangkan, namun hanya dalam kondisi tertentu dan harus diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan. Sisa cuti biasanya dapat diuangkan saat karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) atau mengundurkan diri (resign) sebagai pengganti hak yang belum terpakai. Namun, jika tidak ada kebijakan perusahaan yang memungkinkan, sisa cuti tahunan yang tidak diambil akan hangus.

3. Bagaimana cara menghitung hari cuti saya?

Karyawan berhak atas cuti tahunan selama 21 hari berturut-turut dengan gaji penuh di setiap siklus cuti. Ini setara dengan 15 hari kerja per tahun jika karyawan bekerja 5 hari seminggu, dan 18 hari kerja per tahun jika karyawan bekerja 6 hari seminggu.

Jadwalkan Demo Gratis

Error message
Error message
Error message
Error message
Error message
Error message

Rekomendasi Artikel Terkait

Temukan Artikel Serupa untuk Solusi Bisnis Lebih Lengkap