Apakah Anda sering mengalami kekurangan atau kelebihan stok? Atau mungkin Anda sering kesulitan dalam memantau inventaris secara real-time? Jika iya, maka Anda tidak sendirian. Banyak bisnis menghadapi tantangan dalam mengelola persediaan mereka, terutama dalam menghindari masalah understock atau kekurangan stok.
Kondisi ini terjadi ketika jumlah barang yang tersedia di gudang tidak mencukupi untuk memenuhi permintaan pelanggan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional bisnis. Jika tidak ditangani dengan baik, understock bisa merugikan perusahaan, mengurangi pendapatan, dan merusak reputasi merek.
Artikel ini akan membahas lebih dalam tentang apa itu understock, penyebabnya, dampak negatifnya, serta bagaimana Anda bisa menghadapinya dengan strategi yang tepat. Jangan biarkan kekurangan stok merugikan bisnis Anda, simak cara-cara efektif untuk mencegahnya agar bisnis Anda tetap berjalan lancar.
- Understock adalah situasi di mana persediaan barang di gudang tidak cukup untuk memenuhi permintaan pelanggan.
- Penyebab understock dimulai dari peramalan yang tidak akurat hingga masalah rantai pasok, harus diidentifikasi untuk pencegahan yang efektif.
- Strategi pencegahan understock dapat dilakukan dengan optimasi pengadaan stok dan audit rutin adalah kunci menjaga ketersediaan produk dan kepuasan pelanggan.
- Software Inventory Management ScaleOcean membantu perusahaan mengelola inventaris lebih efisien, menghindari understock dan overstock.
Apa Itu Understock (Kekurangan Stok)?
Understock terjadi ketika persediaan barang di gudang tidak cukup untuk memenuhi permintaan pelanggan, biasanya akibat kesalahan perencanaan atau pengelolaan stok. Hal ini dapat menyebabkan kehilangan peluang bisnis karena pelanggan tidak dapat memperoleh barang yang diinginkan.
Dampak understock meliputi ketidakmampuan memenuhi permintaan pelanggan, berkurangnya loyalitas, dan rusaknya reputasi bisnis. Kehilangan penjualan menyebabkan pelanggan beralih ke pesaing, yang juga memperburuk cash flow dan meningkatkan biaya operasional akibat tindakan darurat.
Melansir dari Forbes, sistem manajemen persediaan berbasis kecerdasan buatan (AI) menggunakan data historis dan analisis prediktif untuk memprediksi permintaan pasar secara akurat. Teknologi ini membantu perusahaan mengantisipasi lonjakan permintaan, memperkirakan stok ideal, dan menghindari understock dengan pendekatan proaktif, sehingga mengoptimalkan rantai pasokan.
Perbedaan Utama Understock vs Overstock
Dalam manajemen persediaan, dua masalah besar yang sering dihadapi bisnis adalah understock dan overstock. Meskipun keduanya berhubungan dengan pengelolaan stok barang, dampaknya terhadap operasi dan kinerja perusahaan sangat berbeda.
Understock terjadi ketika persediaan barang tidak mencukupi untuk memenuhi permintaan, sementara overstock terjadi ketika barang yang ada jauh melebihi kebutuhan pasar. Kedua kondisi ini dapat menyebabkan kerugian yang signifikan, baik dari sisi finansial maupun reputasi perusahaan.
1. Ketersediaan Produk
Understock adalah kondisi di mana jumlah stok yang ada di gudang tidak mencukupi untuk memenuhi permintaan pelanggan. Overselling terjadi ketika perusahaan menjual lebih banyak produk daripada yang tersedia, yang menyebabkan kekurangan stok dan ketidakmampuan memenuhi pesanan.
Ketika stok tidak cukup, perusahaan tidak dapat memenuhi pesanan yang masuk, yang mengarah pada keterlambatan pengiriman atau bahkan ketidakmampuan untuk mengirimkan barang sama sekali.
Hal ini dapat mengganggu alur operasional dan menyebabkan pelanggan kecewa karena mereka tidak dapat membeli produk yang diinginkan. Sebaliknya, overstock terjadi ketika jumlah stok yang ada jauh lebih banyak daripada yang dibutuhkan.
Terlalu banyak barang yang tersedia dapat menyebabkan produk menumpuk di gudang atau toko tanpa ada penjualan. Situasi ini menyebabkan perusahaan harus menyimpan barang dalam jumlah besar, yang mengakibatkan ruang gudang yang terbuang dan biaya penyimpanan yang meningkat.
2. Dampak terhadap Penjualan
Understock memiliki dampak langsung terhadap penjualan, karena perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan tepat waktu. Ketika pelanggan tidak dapat membeli produk yang mereka inginkan, mereka mungkin beralih ke pesaing yang memiliki stok lebih banyak. Hal ini mengurangi potensi pendapatan dan membuat perusahaan kehilangan peluang penjualan yang penting.
Di sisi lain, overstock juga berdampak buruk pada penjualan. Meskipun stok barang cukup tersedia, namun ketersediaan barang yang berlebih akan kehilangan trend-nya sehingga membuat barang menjadi sulit terjual.
3. Biaya Terkait Pengelolaan Stok
Understock dapat menyebabkan biaya darurat yang tinggi karena perusahaan harus melakukan pengiriman ekspres atau membeli barang dalam jumlah kecil dengan harga lebih tinggi untuk memenuhi permintaan yang mendesak. Biaya ini bisa jauh lebih tinggi daripada biaya pengelolaan stok normal, dan dampaknya terlihat langsung pada margin keuntungan yang lebih kecil.
Sebaliknya, overstock membawa biaya penyimpanan yang lebih besar karena semakin banyak barang yang perlu disimpan. Selain itu, biaya pemeliharaan stok yang berlebihan, seperti kerusakan atau kadaluarsa produk, meningkatkan beban finansial perusahaan. Produk yang tidak terjual juga bisa menyebabkan kerugian yang besar jika harus dijual dengan harga murah atau dibuang.
4. Risiko terhadap Citra Merek
Understock dapat merusak reputasi merek karena pelanggan yang kecewa akan mengingat pengalaman buruk mereka dan mungkin tidak kembali lagi. Ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan menciptakan kesan bahwa perusahaan tidak dapat diandalkan, yang akan mempengaruhi loyalitas pelanggan.
Reputasi yang buruk ini bisa bertahan lama dan mempengaruhi prospek bisnis di masa depan. Sementara itu, overstock juga berisiko merusak citra merek.
Jika perusahaan terlalu sering memiliki stok berlebih, ini menunjukkan bahwa mereka tidak efisien dalam mengelola sumber daya. Selain itu, jika perusahaan sering mengurangi harga produk untuk menghabiskan stok berlebih, itu dapat menurunkan persepsi nilai merek di mata pelanggan.
5. Pengelolaan Rantai Pasokan
Understock sering kali disebabkan oleh perencanaan rantai pasokan yang buruk, termasuk kesalahan dalam peramalan permintaan dan pengelolaan stok yang tidak tepat. Perusahaan mungkin tidak mengantisipasi lonjakan permintaan atau tidak memperhitungkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pasokan barang, seperti gangguan produksi atau keterlambatan pengiriman.
Di sisi lain, overstock biasanya terjadi karena kesalahan dalam perencanaan pesanan atau karena perusahaan terlalu optimis dalam memprediksi permintaan. Hal ini sering kali disebabkan oleh kesalahan dalam analisis pasar atau peramalan yang tidak akurat, yang menyebabkan perusahaan memesan terlalu banyak barang, padahal permintaan sebenarnya tidak sebanyak yang diperkirakan.
Apa Saja Penyebab Terjadinya Understock?
Understock jarang sekali terjadi karena satu faktor tunggal. Biasanya, kasus ini adalah hasil dari serangkaian masalah yang saling terkait dalam prosesinventory control dan rantai pasok.
Mengidentifikasi akar penyebab ini sangat penting agar perusahaan dapat mengambil langkah-langkah perbaikan yang tepat sasaran. Berikut adalah beberapa penyebab paling umum yang sering kali memicu terjadinya kekurangan stok.
1. Peramalan Permintaan (Forecasting) yang Tidak Akurat
Peramalan permintaan atau forecasting adalah fondasi dari seluruh strategi inventaris. Jika peramalan ini meleset, maka seluruh perencanaan stok akan berantakan. Kesalahan dalam memprediksi berapa banyak produk yang akan dibeli pelanggan adalah penyebab utama understock.
Ketidakakuratan peramalan bisa disebabkan oleh penggunaan data historis yang tidak relevan, faktor musiman atau tren pasar yang terlewat, atau kurangnya alat analisis canggih. Misalnya, bisnis mungkin gagal mengantisipasi lonjakan permintaan saat musim liburan atau promosi besar, yang mengakibatkan kekurangan stok dan kehilangan peluang penjualan.
2. Perencanaan Pemesanan Ulang yang Keliru
Meskipun peramalan permintaan sudah cukup baik, understock masih bisa terjadi jika proses pemesanan ulang tidak diatur dengan benar. Dua elemen kritis yang sering menjadi masalah adalah titik pemesanan ulang yang terlalu rendah dan waktu tunggu pemasok yang tidak terduga.
Titik pemesanan ulang terlalu rendah terjadi ketika level stok minimum untuk pemesanan baru terlalu rendah, menyebabkan stok habis sebelum pesanan tiba. Sementara itu, lead time yang lama atau tidak terduga bisa mengganggu jadwal pengisian ulang jika pemasok terlambat dalam pengiriman, apalagi jika tidak ada rencana cadangan atau ketergantungan pada satu pemasok.
3. Manajemen dan Kontrol Persediaan yang Buruk
Data inventaris yang tidak akurat adalah resep pasti untuk bencana understock. Tanpa sistem yang mampu melacak stok secara real-time, perusahaan tidak akan tahu kapan stok menipis atau bahkan kapan terjadi kehilangan barang akibat pencurian atau kerusakan.
Ketidaksesuaian antara data di sistem dengan jumlah fisik di gudang akan menyebabkan pengambilan keputusan yang salah. Proses manual seperti pencatatan menggunakan spreadsheet sangat rentan terhadap human error.
Kesalahan input data, kelupaan memperbarui catatan, atau perhitungan yang salah dapat membuat gambaran stok menjadi tidak valid. Inilah mengapa otomatisasi melalui sistem manajemen inventaris modern menjadi sangat penting untuk menjaga integritas data.
4. Masalah dalam Rantai Pasok (Supply Chain)
Masalah di luar kendali langsung perusahaan juga dapat menjadi penyebab utama understock. Gangguan dalam rantai pasok, seperti bencana alam, masalah logistik, penutupan pelabuhan, atau bahkan isu geopolitik, dapat menghambat aliran barang dari pemasok ke gudang.
Keterlambatan pengiriman yang tidak terduga ini dapat dengan cepat menguras stok pengaman dan menyebabkan kekosongan produk. Selain itu, kualitas produk yang buruk dari pemasok juga bisa menjadi masalah.
Jika sebagian besar barang yang diterima harus ditolak karena tidak memenuhi standar kualitas, perusahaan akan menghadapi kekurangan stok yang tidak direncanakan. Oleh karena itu, memiliki rantai pasok yang tangguh dan fleksibel adalah kunci untuk memitigasi risiko-risiko eksternal ini.
Dampak Negatif Understock bagi Kelangsungan Bisnis

Kekurangan stok mungkin tampak seperti masalah sementara, tetapi dampaknya bisa merambat ke berbagai aspek bisnis dan meninggalkan luka jangka panjang. Mengabaikan masalah ini sama saja dengan membiarkan fondasi bisnis terkikis secara perlahan. Berikut adalah dampak-dampak negatif yang paling signifikan dari understock.
1. Kehilangan Potensi Penjualan dan Pendapatan
Ini adalah dampak yang paling langsung dan mudah diukur. Setiap kali seorang pelanggan tidak dapat membeli produk karena stok tidak tersedia, Anda kehilangan satu transaksi penjualan. Jika situasi out of stock terjadi pada produk yang paling laris, akumulasi kerugian pendapatan bisa menjadi sangat besar dalam waktu singkat.
Lebih dari itu, Anda tidak hanya kehilangan penjualan untuk satu item tersebut. Pelanggan yang kecewa mungkin memutuskan untuk tidak membeli barang lain yang ada di keranjang belanja mereka dan memilih untuk berbelanja di tempat lain.
Kerugian pendapatan ini adalah pukulan telak bagi profitabilitas perusahaan. Biaya yang terkait dengan kehilangan penjualan ini dikenal sebagai stock out cost, yang mencakup tidak hanya laba yang hilang tetapi juga biaya lain yang timbul akibat kekurangan stok.
Menghitung biaya ini dapat membantu perusahaan menyadari betapa mahalnya harga dari manajemen inventaris yang buruk. Hal ini menjadi pengingat kuat akan pentingnya menjaga ketersediaan produk.
2. Menurunnya Kepercayaan dan Loyalitas Pelanggan
Di luar kerugian finansial, dampak yang paling merusak dari understock adalah erosi kepercayaan pelanggan. Pelanggan modern mengharapkan ketersediaan produk yang konsisten. Ketika mereka berulang kali mendapati produk yang mereka cari tidak ada, kepercayaan mereka terhadap merek Anda akan menurun drastis.
Pelanggan yang loyal sekalipun memiliki batas kesabaran. Jika mereka terus-menerus dikecewakan, mereka akan mulai mencari alternatif dari kompetitor Anda. Sekali mereka menemukan pemasok baru yang lebih andal, akan sangat sulit untuk memenangkan mereka kembali.
Kehilangan satu pelanggan setia jauh lebih merugikan daripada kehilangan satu transaksi. Ini karena Anda juga kehilangan seluruh potensi pendapatan di masa depan dari pelanggan tersebut (customer lifetime value). Dalam jangka panjang, menurunnya loyalitas pelanggan adalah ancaman serius bagi keberlanjutan bisnis.
3. Merusak Citra dan Reputasi Merek
Berita tentang pengalaman buruk menyebar dengan cepat, terutama di era media sosial. Pelanggan yang frustrasi karena tidak bisa mendapatkan produk dapat dengan mudah meninggalkan ulasan negatif secara online. Ulasan-ulasan ini dapat dilihat oleh ribuan calon pelanggan lainnya dan menciptakan persepsi bahwa merek Anda tidak dapat diandalkan.
Citra merek yang dibangun dengan susah payah selama bertahun-tahun bisa rusak dalam sekejap akibat masalah ketersediaan produk yang persisten. Reputasi sebagai bisnis yang tidak profesional akan melekat dan sulit untuk dihilangkan. Hal ini tidak hanya memengaruhi pelanggan tetapi juga dapat merusak hubungan dengan mitra bisnis dan investor.
Dalam beberapa kasus, jika pelanggan sudah melakukan pemesanan dan ternyata barang tidak ada, bisnis mungkin harus melakukan back order, yaitu menunda pengiriman hingga stok tersedia. Meskipun ini lebih baik daripada membatalkan pesanan, proses back order yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menambah frustrasi pelanggan dan memperburuk citra merek Anda.
4. Meningkatnya Biaya Operasional
Upaya untuk mengatasi understock secara reaktif sering kali justru menimbulkan biaya tambahan yang tidak sedikit. Misalnya, perusahaan mungkin terpaksa melakukan pemesanan darurat kepada pemasok dengan biaya pengiriman ekspres yang jauh lebih mahal.
Biaya pengiriman premium ini akan menggerus margin keuntungan produk secara signifikan. Selain itu, tim layanan pelanggan akan menghabiskan lebih banyak waktu dan sumber daya untuk menangani keluhan dari pelanggan yang kecewa.
Waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk aktivitas produktif lainnya terbuang untuk memadamkan api. Dalam beberapa kasus, perusahaan bahkan mungkin perlu memberikan kompensasi seperti diskon atau voucher untuk menenangkan pelanggan, yang lagi-lagi menambah beban biaya.
Strategi Efektif untuk Mencegah dan Mengatasi Understock
Menghadapi understock secara reaktif hanya akan membuang waktu dan biaya. Pendekatan terbaik adalah dengan menerapkan strategi proaktif yang dirancang untuk mencegah kekurangan stok sebelum terjadi. Berikut adalah beberapa strategi paling efektif yang dapat diterapkan oleh bisnis dari berbagai skala.
1. Terapkan Metode Forecasting Permintaan yang Akurat
Seperti yang telah dibahas, peramalan yang buruk adalah akar dari banyak masalah inventaris. Oleh karena itu, langkah pertama adalah memperbaiki cara Anda memprediksi permintaan.
Manfaatkan data historis penjualan secara maksimal, identifikasi pola musiman, dan perhatikan tren pasar yang sedang berkembang. Jangan hanya mengandalkan data internal.
Pertimbangkan juga faktor eksternal seperti aktivitas kompetitor, kondisi ekonomi, atau bahkan acara-acara khusus yang dapat memengaruhi perilaku konsumen. Menggunakan perangkat lunak manajemen inventaris yang memiliki fitur forecasting canggih dapat membantu mengotomatiskan proses ini dan meningkatkan akurasinya secara drastis.
2. Optimalkan Titik Pemesanan Ulang (Re-Order Point)
Menentukan titik pemesanan ulang atau reorder point yang tepat sangat krusial untuk memastikan pesanan baru dilakukan sebelum stok yang ada habis. Rumus dasar untuk menghitungnya adalah dengan mengalikan permintaan harian rata-rata dengan waktu tunggu (lead time) dalam hari.
Namun, perhitungan ini perlu disesuaikan dengan menambahkan stok pengaman untuk mengantisipasi ketidakpastian. Secara berkala, tinjau dan sesuaikan kembali re-order point untuk setiap produk.
Jangan menggunakan satu formula untuk semua barang, karena setiap produk memiliki pola permintaan dan lead time pemasok yang berbeda. Analisis yang cermat akan membantu Anda menemukan titik optimal yang meminimalkan risiko kehabisan stok.
3. Tentukan Tingkat Stok Pengaman (Safety Stock) yang Ideal
Stok pengaman atau safety stock adalah persediaan tambahan yang Anda simpan sebagai penyangga untuk melindungi bisnis dari lonjakan permintaan yang tak terduga atau keterlambatan pengiriman dari pemasok. Memiliki stok pengaman yang cukup adalah jaring pengaman Anda melawan understock.
Tanpa itu, setiap gangguan kecil dalam rantai pasok bisa langsung menyebabkan kekosongan produk. Namun, menentukan jumlah stok pengaman yang ideal juga merupakan sebuah tantangan.
Terlalu sedikit akan membuat Anda rentan, sementara terlalu banyak akan menyebabkan overstock. Proses menghitung safety stock yang benar melibatkan analisis variabilitas permintaan dan keandalan pemasok. Semakin tidak pasti permintaannya atau semakin tidak bisa diandalkan pemasoknya, semakin besar stok pengaman yang Anda butuhkan.
4. Perkuat Komunikasi dan Hubungan dengan Pemasok
Pemasok adalah mitra strategis dalam manajemen inventaris Anda. Membangun hubungan yang kuat dan komunikasi yang terbuka dengan mereka dapat memberikan banyak keuntungan. Pemasok yang memiliki hubungan baik dengan Anda cenderung lebih fleksibel dan bersedia membantu jika Anda menghadapi situasi darurat.
Bagikan data peramalan permintaan Anda dengan pemasok utama agar mereka juga dapat merencanakan produksi mereka dengan lebih baik. Diskusikan secara teratur mengenai potensi tantangan atau perubahan dalam lead time. Pertimbangkan juga untuk mendiversifikasi pemasok untuk produk-produk kritis agar Anda tidak terlalu bergantung pada satu sumber saja.
5. Lakukan Audit Stok Secara Berkala
Data inventaris yang akurat penting untuk mencegah understock. Lakukan audit stok secara teratur untuk mengidentifikasi masalah seperti pencatatan salah, kehilangan barang, atau kerusakan. Selain itu, terapkan sistem inventaris perpetual untuk memastikan akurasi data.
Ada dua metode audit yang umum digunakan, yaitu cycle counting dan audit fisik tahunan. Cycle counting melibatkan penghitungan sebagian kecil inventaris setiap hari secara bergilir, sehingga lebih tidak mengganggu operasional. Apapun metode yang dipilih, konsistensi adalah kunci untuk menjaga akurasi data dan membuat keputusan yang lebih baik.
Bagaimana Cara Mengukur Tingkat Understock?
Untuk bisa memperbaiki masalah understock, pertama-tama Anda harus bisa mengukurnya. Tanpa metrik yang jelas, Anda tidak akan tahu seberapa parah masalahnya atau apakah strategi perbaikan yang Anda terapkan sudah efektif. Berikut adalah beberapa metrik kunci yang bisa digunakan untuk mengukur dan memantau tingkat kekurangan stok dalam bisnis Anda.
1. Menggunakan Metrik Stockout Rate (%)
Stockout rate, atau tingkat kehabisan stok, adalah metrik paling dasar untuk mengukur frekuensi terjadinya understock. Metrik ini dihitung sebagai persentase jumlah item yang kehabisan stok dibandingkan dengan total item yang Anda tawarkan.
Rumusnya sederhana:
(Jumlah item yang out of stock / Total item) x 100%.
Misalnya, jika Anda menjual 500 jenis produk dan pada satu waktu ada 25 produk yang stoknya habis, maka stockout rate Anda adalah 5%. Memantau metrik ini secara berkala (misalnya, mingguan atau bulanan) akan memberikan gambaran tren kesehatan inventaris Anda. Tujuannya tentu saja adalah menjaga angka ini serendah mungkin.
2. Menganalisis Lost Sales (Penjualan yang Hilang)
Metrik ini berfokus pada dampak finansial dari understock. Lost sales mengukur berapa banyak unit penjualan atau nilai pendapatan yang hilang karena produk tidak tersedia saat pelanggan ingin membelinya.
Mengukur penjualan yang hilang bisa menjadi tantangan karena sulit untuk mengetahui niat beli pelanggan yang tidak terpenuhi. Namun, ada beberapa cara untuk memperkirakannya.
Anda bisa melacak permintaan yang tidak dapat dipenuhi melalui sistem POS atau platform e-commerce (misalnya, fitur notifikasi ‘beri tahu saya jika stok tersedia’). Dengan menganalisis data permintaan historis selama periode kehabisan stok, Anda dapat membuat estimasi yang cukup akurat mengenai berapa banyak penjualan yang sebenarnya bisa Anda dapatkan.
3. Memantau Tingkat Pelayanan (Service Level)
Tingkat pelayanan atau service level adalah metrik yang mengukur kemampuan Anda untuk memenuhi permintaan pelanggan dari stok yang ada tanpa mengalami penundaan atau back order. Metrik ini biasanya dinyatakan dalam persentase.
Misalnya, tingkat pelayanan 95% berarti Anda berhasil memenuhi 95 dari 100 permintaan pelanggan secara langsung. Service level adalah kebalikan dari stockout rate dan memberikan perspektif yang berorientasi pada pelanggan.
Tingkat pelayanan yang tinggi menunjukkan bahwa manajemen inventaris Anda efektif dalam memastikan ketersediaan produk. Menetapkan target service level yang spesifik untuk setiap kategori produk dapat membantu Anda memprioritaskan upaya manajemen stok dengan lebih baik.
Cegah Understock dengan Bantuan Software Manajemen Inventaris ScaleOcean
Understock atau kekurangan stok terjadi ketika persediaan tidak mencukupi permintaan pelanggan, menghambat operasional dan menurunkan kepuasan pelanggan. Hal ini juga berisiko kehilangan peluang penjualan, yang berdampak pada pendapatan, reputasi, dan loyalitas pelanggan.
Software inventory management ScaleOcean mampu untuk memanajemen stok secara real-time di berbagai lokasi. Dibantu dengan pemberitahuan stok rendah otomatis dan integrasi sistem pengadaan serta analisis data membantu memprediksi kebutuhan barang, memastikan stok selalu mencukupi dengan analisis safety stock dan reorder point.
Software ini dilengkapi fitur perencanaan restock berbasis tren penjualan, serta FIFO dan FEFO untuk mengurangi risiko barang kadaluarsa. Dengan forecasting demand yang akurat menggunakan data historis penjualan, software ini membantu merencanakan stok dengan lebih tepat. Vendor ini menawarkan demo gratis dan konsultasi gratis untuk memperkenalkan software ini secara langsung kepada Anda.
Berikut ini adalah macam-macam fitur yang ditawarkan software ini:
- Pemberitahuan Stok Rendah (Low Stock Alerts): Software mengirimkan notifikasi otomatis ketika stok barang mendekati batas minimum, memungkinkan pemesanan ulang sebelum kekurangan stok terjadi.
- Perencanaan Restock Berdasarkan Tren Penjualan: Dengan analisis data historis penjualan, software ini memprediksi kebutuhan stok di masa depan untuk memastikan pengadaan barang yang tepat waktu.
- Manajemen Persediaan Multi-Lokasi: Software ini memungkinkan pemantauan dan transfer stok secara real-time antar lokasi atau gudang, menghindari kekurangan stok di satu lokasi.
- FIFO dan FEFO (First In, First Out / First Expired, First Out): Software ini menggunakan metode FIFO dan FEFO untuk memastikan barang yang lebih lama atau lebih dekat kadaluarsanya diprioritaskan, mencegah understock.
- Automated Restocking Replenishment: Fitur ini mengotomatiskan pemesanan ulang barang berdasarkan prediksi kebutuhan stok, dengan mempertimbangkan lead time dan tingkat permintaan.
Kesimpulan
Mengelola inventaris dengan baik sangat penting untuk mencegah understock dan overstock yang dapat mengganggu operasional. Perencanaan pemesanan ulang yang tepat, teknologi canggih, dan analisis permintaan yang akurat adalah kunci untuk memastikan ketersediaan produk sesuai kebutuhan pasar.
Dengan software Inventory Management dari ScaleOcean, perusahaan dapat mengelola stok lebih efisien, menghindari understock, dan mengurangi risiko kerugian akibat overstock. Vendor ini menawarkan demo gratis dan konsultasi gratis untuk Anda yang tertarik untuk mempelajarinya lebih lanjut.
FAQ:
1. Apa itu understock?
Understock adalah kondisi ketika stok barang tidak cukup untuk memenuhi permintaan pelanggan. Hal ini dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk memenuhi pesanan tepat waktu, yang akhirnya merugikan pendapatan dan reputasi bisnis.
2. Apa yang dimaksud dengan overstock?
Overstock terjadi ketika jumlah stok barang berlebihan dibandingkan dengan permintaan pasar. Hal ini dapat meningkatkan biaya penyimpanan, mengurangi efisiensi, dan menyebabkan kerugian akibat produk yang tidak terjual.
3. Apa yang dimaksud dengan stock?
Stock adalah jumlah barang atau produk yang tersedia di gudang atau toko untuk dijual atau digunakan dalam proses produksi. Manajemen stok yang efisien sangat penting untuk memastikan ketersediaan barang sesuai dengan permintaan.
4. Apa yang dimaksud deadstock?
Deadstock merujuk pada barang yang tidak terjual dalam jangka waktu lama, sehingga tidak menghasilkan pendapatan. Barang ini biasanya sudah kadaluwarsa atau tidak lagi diminati oleh pasar, dan bisa menjadi beban bagi perusahaan.
5. Apa artinya stok berlebih?
Stok berlebih (overstock) adalah kondisi di mana persediaan barang melebihi kebutuhan atau permintaan. Ini dapat menyebabkan peningkatan biaya penyimpanan, penurunan nilai produk, dan bahkan kerugian jika barang tidak terjual tepat waktu.



