Contoh Penerapan PPh 23 dalam Bisnis Konstruksi

ScaleOcean Team
Posted on
Share artikel ini

Dunia konstruksi di Indonesia cenderung merupakan sasaran bagi banyak jumlah pebisnis. Hal ini tidak mengejutkan karena bidang pembangunan merupakan salah satu kontributor paling besar pada GDP Indonesia. Namun, tentu saja, terdapat beberapa jumlah regulasi yang diberlakukan oleh pemerintah. Salah satunya adalah PPh 23 jasa konstruksi, yang penting dipahami untuk menjalankan operasi konstruksi dengan dengan optimal.

PPh 23 adalah sebuah pajak penghasilan yang dikenakan pemerintah untuk segala penghasilan dari penyerahan harta dan jasa. Simak lebih lanjut artikel berikut untuk mengetahui peran pajak penghasilan tersebut terhadap bisnis konstruksi Anda!

requestDemo
starsKey Takeaways
  • PPh 23 dalam konstruksi adalah pajak penghasilan yang diberlakukan pemerintah terhadap penghasilan jasa konstruksi.
  • Tingkat PPh 23 yang berlaku secara umum adalah 2% dan 4% apabila penyedia jasa tidak memiliki NPWP.
  • Tantangan dalam mengelola PPh 23: Banyak jumlah regulasi yang berlaku, kesulitan dalam menyusun dokumen yang diperlukan, kesalahan pada pemotongan, penyetoran atau pelaporan.
  • Penerapan sistem akuntansi konstruksi seperti ScaleOcean dapat membantu mengoptimalkan perhitungan dan pelaporan PPh 23.

Coba Demo Gratis!

1. Apa itu PPh 23 atas Jasa  Konstruksi?

PPh 23 adalah sebuah pajak penghasilan yang diberlakukan kepada penghasilan dari penyerahan dividen, sewa, royalti dan jasa-jasa lainnya selain objek PPh 21. Pasal ini pertama muncul dalam UU nomor 23 tahun 1983, dan telah diperbarui pada Undang-Undang Republik Indonesia 36 tahun 2008.

Sesuai dengan pasal 2 ayat (1), yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi, badan dan bentuk usaha tetap. Undang-Undang tersebut mengatur bahwa “jasa lainnya” yang dimaksud berupa jasa teknik, manajemen dan lain sebagainya, termasuk juga jasa konstruksi. Namun, perlu diingat kembali juga bahwa PPh 23 juga mengatur hal-hal lain seperti dividen, yang memiliki persentase perpajakan yang berbeda dibandingkan dengan jasa.

Umumnya, jasa dikenakan pajak penghasilan sebesar 2% jumlah bruto, sedangkan dividen, bunga, royalti dan hadiah, penghargaan, bonus dan jenis lainnya yang serupa dikenakan pajak sebesar 15%. Namun, pasal 23 ayat (1a) juga mengatur bahwa apabila pihak yang dikenakan pajak tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka persentase pajak yang dikenakan akan bertingkat sebesar 100%, yakni 4% untuk jasa dan 30% untuk lainnya.

2. Jenis Jasa Konstruksi yang Dikenakan PPh 23

Jenis jasa konstruksi yang dikenakan PPh 23 adalah.

Telah dinyatakan bahwa UU no. 36 tahun 2008 telah mengatur sekilas jasa-jasa dikenakan PPh 23. Akan tetapi, terdapat sebuah regulasi pemerintah yang lebih memperjelas lagi spesifikasi jasa-jasa yang dimaksud. Regulasi tersebut adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 141, atau lebih singkatnya PMK No. 141/PMK.03/2015, di mana pasal 1 ayat (6) mengatur jasa konstruksi yang dimaksud:

  • Jasa instalasi atau pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.
  • Jasa perawatan atau perbaikan atau pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.

3. Tarif PPh 23 atas Jasa Konstruksi

Sudah diketahui bahwa tarif PPh 23 yang umumnya berlaku pada jasa-jasa, termasuk juga jasa konstruksi adalah 2% dari jumlah bruto nilai jasa, dengan peningkatan sebesar 100% menjadi 4% apabila penyedia jasa tidak memiliki NPWP. Artikel berikut akan menyediakan contoh perhitungan PPh 23 untuk memberikan gambaran yang jelas tentang proses implementasinya. Akan tetapi terlebih dahulu, berikut adalah rumus dari PPh 23:

Hasil PPh 23 = Tarif PPh 23 yang Berlaku X Bruto Jasa

Apabila sebuah perusahaan jasa konstruksi memiliki bruto sebesar Rp 500.000.000,00 pada suatu periode, maka hasil akhir perhitungan PPh 23-nya adalah:

Hasil PPh 23 = Tarif PPh 23 yang Berlaku X Bruto Jasa

Hasil PPh 23 = 2% X Rp 500.000.000,00

Hasil PPh 23 = Rp 10.000.000,00

Dan apabila perusahaan tersebut ternyata tidak memiliki NPWP, maka PPh 23 yang dikenakan perusahaan tersebut adalah:

Hasil PPh 23 = Tarif PPh 23 yang Berlaku X Bruto Jasa

Hasil PPh 23 = 4% X Rp 500.000.000,00

Hasil PPh 23 = Rp 20.000.000,00

4. Proses Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh 23

Setelah perhitungan telah dilakukan, pihak yang dipajak wajib memotong jumlah tersebut dari jumlah brutonya pada suatu periode dan melakukan penyetoran ke kantor pajak. Sebaiknya penyetoran dilakukan dengan segera sebelum tanggal 10 bulan berikutnya yang menjadi tenggat waktu.

Setiap penyetoran kemudian harus dicatat dan dilaporkan melalui SPT Masa PPh Unifikasi paling lambat pada tanggal 20 bulan berikutnya. Pelaporan PPh 23 melalui SPT Masa bersifat wajib dan ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 24/PJ/2021 yang juga memberlakukan perintah tersebut pada PPh pasal 4 ayat (2), pasal 15, pasal 22 dan pasal 26.

5. Perbedaan PPh 23 dan PPh Pasal 4 Ayat 2 pada Jasa Konstruksi

Berikut adalah beberapa perbedaan dari PPh 23 dan PPh pasal 4 ayat 2.

Baru saja disebutkan salah satu pasal yang wajib menggunakan SPT Masa Unifikasi adalah PPh pasal 4 ayat (2). PPh tersebut juga merupakan PPh yang mengatur perpajakan jasa konstruksi dan seringkali memunculkan rasa kebingungan dalam laporan proyek bulanan karena keserupaannya dengan PPh 23. Namun, terdapat beberapa perbedaan antara kedua pajak penghasilan tersebut.

Seperti dengan PPh 23, yang menjadi landasan PPh pasal 4 ayat (2) adalah UU nomor 23 tahun 1983 dan juga mengalami modifikasi di UU Republik Indonesia 36 tahun 2008. Akan tetapi, pasal 4 mengalami pembaruan lagi dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun Nomor 11 Tahun 2020, namun hanya lebih berfokus kepada dividen pada ayat (1) dan (3), sehingga ayat (2) tidak mengalami perubahan sama sekali.

Selain itu, PPh 23 bersifat tidak final, sedangkan PPh 4 ayat (2) itu bersifat final. Hal tersebut berarti PPh 23 dapat dikreditkan, yakni dapat dilakukan utang, sedangkan PPh 4 ayat (2) tidak. Oleh karena itu, PPh 23 cenderung lebih ringan dibandingkan dengan PPh 4 ayat (2).

PPh 23 juga menyatakan bahwa PPh tersebut berlaku pada penyedia jasa konstruksi, yang berarti baik penyedia tersebut formal atau tidak. Sedangkan PPh 4 ayat (2) menyatakan bahwa penghasilan yang berlaku adalah dari sebuah “usaha” jasa konstruksi, yakni hanya penyedia formal yang telah terdaftar dan memiliki perizinan dalam bentuk Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Sertifikat Badan Usaha (SBU). Dulunya diperlukan SIUJK yang telah dihapuskan.

Dan tentu saja terdapat juga perbedaan pada persentase yang dipajak. Dibandingkan dengan PPh 23, PPh 4 ayat (2) memiliki ketentuan yang lebih spesifik untuk beberapa skenario tertentu. Skenario tersebut, sesuai dengan yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2022 pada pasal 3 ayat (1), adalah sebagai berikut:

  • 1,75% (satu koma tujuh puluh lima persen) untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki sertifikat badan usaha kualifikasi kecil atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perseorangan;
  • 4% (empat persen) untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki sertifikat badan usaha atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perseorangan;
  • 2,65% (dua koma enam puluh lima persen) untuk pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
  • 2,65% (dua koma enam puluh lima persen) untuk pekerjaan konstruksi terintegrasi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki sertifikat badan usaha;
  • 4% (empat persen) untuk pekerjaan konstruksi terintegrasi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki sertifikat badan usaha;
  • 3,5% (tiga koma lima persen) untuk jasa konsultansi konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki sertifikat badan usaha atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perseorangan; dan
  • 6% (enam persen) untuk jasa konsultansi konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki sertifikat badan usaha atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perseorangan.

6. Tantangan dalam Pengelolaan PPh 23 untuk Perusahaan Konstruksi

Sepanjang artikel berikut, Anda pasti telah melihat terdapat banyak jumlah peraturan dan regulasi yang berlaku untuk menjalankan proses penerapan pajak penghasilan, baik PPh 23 maupun PPh pasal 4 ayat (2). Selain itu, regulasi-regulasi tersebut terkadang mengalami modifikasi atau pembaruan, sehingga memerlukan adanya pemantauan erat pada regulasi terbaru. Hal inilah yang menjadi salah satu tantangan utama dalam mengelola PPh.

Penyusunan dokumen perpajakan yang teratur juga merupakan sebuah tantangan dalam mengelola dan menghitung PPh. Hal ini merupakan sebuah hal yang sulit dilakukan secara optimal dikarenakan sebuah usaha cenderung perlu memperhitungkan pajak penghasilan yang beragam.

Dan apabila terjadi kesalahan pada pelaporan, serta juga perpotongan dan penyetoran PPh 23, maka bisnis akan dikenakan sanksi oleh pemerintah. Oleh karena itu, sebuah perusahaan jasa konstruksi cenderung mengimplementasikan software untuk bisnis konstruksi untuk melakukan perhitungan yang akurat sesuai dengan hukum-hukum yang sedang berlaku pada suatu saat tertentu.

7. Peran Software Akuntansi Konstruksi dalam Pengelolaan PPh 23 untuk Bisnis Konstruksi

Dashboard software akuntansi ScaleOcean.

Dengan adanya penerapan sistem akuntansi konstruksi ke dalam bisnis, maka perusahaan dapat mengotomatisasikan segala proses perhitungan pajak yang berhubungan dengan jasa konstruksi. Hal ini juga dapat menurunkan kemungkinan terjadinya human error pada proses perhitungan, sehingga selalu menghasilkan perhitungan yang akurat sesuai dengan data yang diberikan.

Sesuai dengan pernyataan sebelumnya, sistem tersebut cenderung dapat diintegrasikan dengan data-data proyek, terutama data-data yang berkaitan dengan kondisi keuangan. Data tersebut kemudian dapat digunakan oleh software untuk melancarkan perhitungan PPh 23 maupun jenis PPh lainnya. Contoh data yang sering diintegrasikan adalah data BOQ dalam proyek konstruksi.

Dan dikarenakan segala informasi yang berhubungan dengan perpajakan disetor secara digital dan tersusun, maka informasi tersebut dan tertentu dapat diakses dan dikelola dengan mudah. Hal ini kemudian memberikan kemampuan kepada bisnis konstruksi untuk melaporkan pajaknya secara optimal, sehingga tidak menimbulkan kesenjangan dengan pemerintah setempat.

Namun begitu, terdapat banyak jumlah penyedia sistem akuntansi dan manajemen konstruksi di pasaran yang memunculkan kesulitan dalam memilih dan mengimplementasi software yang efektif. Akan tetapi, terdapat sebuah vendor yang menonjol di pasaran, yakni ScaleOcean yang memiliki fitur seperti unlimited user dan integrasi antar cabang perusahaan. Vendor tersebut juga menyediakan demo gratis terlebih dahulu.

8. Kesimpulan

Yakni isi dari artikel berikut, maka dapat dinyatakan bahwa pemahaman mendalam mengenai PPh 23 merupakan sebuah hal yang penting dimiliki oleh pemilik maupun akuntan dalam industri konstruksi. Dengan adanya pengetahuan tersebut, maka Anda dapat melakukan perhitungan dan pelaporan pajak yang lebih konsisten dalam bisnis konstruksi.

Walaupun begitu, masih ada juga kemungkinan terjadinya kesalahan perhitungan manual dalam operasi akuntansi. Tidak hanya itu, pajak dan pajak penghasilan merupakan hal-hal yang sering dimodifikasi oleh pemerintah, sehingga perlu dilakukan adaptasi secara rutin sesuai dengan regulasi terbaru.

Demi melawan tantangan-tantangan tersebut, perusahaan cenderung menerapkan software akuntansi konstruksi dalam menjalankan operasinya untuk mengoptimalkan perhitungan dan pelaporan pajak penghasilan. Dan vendor yang seringkali menjadi pilihan utama bisnis-bisnis konstruksi adalah ScaleOcean karena berbagi keunggulan yang ditawarkannya. Lakukanlah demo gratis Anda sekarang dan optimalkan perhitungan -pajak bisnis!

Konstruksi

Jadwalkan Demo Gratis

Error message
Error message
Error message
Error message
Error message
Error message

Rekomendasi Artikel Terkait

Temukan Artikel Serupa untuk Solusi Bisnis Lebih Lengkap