Barang Inferior: Pengertian, Karakteristik, dan Contohnya

ScaleOcean Team
Posted on
Share artikel ini

Perusahaan ritel atau FMCG Anda mungkin kewalahan mengelola portofolio SKU karena menampung terlalu banyak varian produk berharga murah yang termasuk kategori barang inferior. Untuk melayani semua segmen, tim sering menumpuk long tail SKU seperti berbagai merek minyak goreng murah, yang justru menambah kerumitan pengelolaan inventori. Akibatnya, gudang lebih rentan mengalami overstock dan biaya operasional terus meningkat.

Pada saat yang sama, beban kerja tim gudang naik karena harus menangani ribuan SKU kecil yang nilainya tidak sebanding dengan biaya pengelolaannya. Risiko picking error meningkat, sementara sistem sering gagal mengklasifikasikan barang inferior kategori C/Z yang seharusnya segera di-delist atau dikurangi stoknya.

Artikel ini akan membahas apa itu barang inferior, mengapa perilakunya unik secara ekonomi, dan bagaimana perusahaan dapat mengelolanya secara strategis dalam manajemen persediaan modern. Dengan pemahaman yang mendalam tentang karakteristik barang inferior, perusahaan dapat mengoptimalkan pengelolaan stok dan mengurangi risiko yang terkait dengan fluktuasi permintaan.

starsKey Takeaways
  • Barang inferior adalah barang yang permintaannya menurun seiring peningkatan pendapatan konsumen, karena konsumen beralih ke barang substitusi yang lebih mahal.
  • Elastisitas pendapatan barang inferor pendapatan negatif menjadi ciri utama yang membedakan barang inferior dari jenis barang lainnya dalam analisis ekonomi.
  • Pasar Indonesia memiliki banyak contoh barang inferior, mulai dari makanan ekonomis hingga transportasi umum yang permintaannya dipengaruhi kondisi ekonomi.
  • Software inventory ScaleOcean bertindak sebagai stabilisator cerdas untuk mengelola stok barang inferior, memastikan jumlah stok yang tepat di tengah fluktuasi permintaan yang tidak biasa.

Coba Demo Gratis!

requestDemo

1. Apa itu Barang Inferior?

Barang inferior adalah barang yang permintaannya menurun seiring dengan peningkatan pendapatan konsumen. Ketika pendapatan meningkat, konsumen cenderung beralih ke barang substitusi yang lebih mahal dan berkualitas. Akibatnya, permintaan terhadap barang inferior pun berkurang.

Contoh barang inferior antara lain mi instan, transportasi umum, dan pakaian murah. Perilaku ini menunjukkan bagaimana perubahan dalam daya beli konsumen mempengaruhi pola permintaan barang yang dianggap lebih terjangkau saat pendapatan menurun.

2. Konsep Elastisitas Pendapatan pada Barang Inferior

Konsep elastisitas pendapatan pada barang inferior bersifat negatif (IE<0) yang berarti permintaan barang tersebut akan menurun saat pendapatan konsumen meningkat. Hal ini terjadi karena konsumen cenderung beralih ke barang yang lebih baik atau lebih berkualitas setelah pendapatan mereka naik.

Sebaliknya, saat pendapatan menurun, permintaan terhadap barang inferior justru meningkat. Fenomena ini terjadi karena barang inferior menjadi pilihan yang lebih terjangkau, terutama pada kondisi ekonomi yang tidak stabil atau saat daya beli masyarakat menurun.

Dalam menghadapi fluktuasi permintaan ini, perusahaan perlu menjaga buffer stock yang cukup untuk memastikan ketersediaan produk tanpa menimbulkan risiko overstock.

3. Perbedaan Barang Inferior dan Barang Normal

Perbedaan utama antara barang normal dan inferior terletak pada dampaknya terhadap permintaan seiring dengan kenaikan pendapatan konsumen. Barang normal mengalami peningkatan permintaan saat pendapatan naik, sementara barang inferior mengalami penurunan permintaan seiring kenaikan pendapatan. Hal ini mencerminkan pergeseran preferensi konsumen ke barang yang lebih berkualitas.

Sebagai contoh, barang normal mencakup merek terkenal, makan di restoran, atau produk mewah seperti mobil yang semakin banyak dibeli ketika pendapatan meningkat. Sebaliknya, barang inferior seperti produk generik, transportasi umum, atau makanan instan murah justru mengalami penurunan permintaan karena konsumen beralih ke alternatif yang lebih baik setelah mereka memiliki pendapatan lebih tinggi.

4. Perbandingan Barang Inferior dengan Barang Superior, Giffen, dan Luxury

Barang inferior memiliki permintaan yang menurun saat pendapatan konsumen naik, sementara barang superior mengalami kenaikan permintaan seiring peningkatan pendapatan. Barang Giffen adalah jenis barang inferior yang sangat langka, di mana permintaannya justru meningkat ketika harga naik, melanggar hukum permintaan karena tidak ada substitusi yang lebih murah.

Di sisi lain, barang luxury merupakan bagian dari barang normal, di mana permintaannya meningkat pesat seiring kenaikan pendapatan. Untuk membedakan lebih lanjut, barang inferior, superior, Giffen, dan luxury memiliki pola permintaan yang berbeda, tergantung pada hubungan antara harga dan pendapatan konsumen.

Warehouse

5. Apakah Barang Inferior Selalu Memiliki Kualitas Rendah?

Banyak orang keliru menganggap bahwa label “inferior” secara otomatis berarti produk tersebut memiliki kualitas yang buruk. Namun, dalam konteks ekonomi, istilah ini tidak merujuk pada kualitas fisik produk, melainkan pada pola permintaan konsumen. Berikut penjelasan alasannya:

a. Persepsi Kualitas vs Realitas Ekonomi

Persepsi konsumen seringkali lebih menentukan status suatu barang dibandingkan dengan kualitas objeknya. Produk dianggap inferior karena adanya alternatif yang dipersepsikan lebih baik atau lebih bergengsi, seperti ketika mobil dianggap lebih superior dibandingkan sepeda motor meskipun keduanya memiliki kualitas yang baik.

Dengan demikian, klasifikasi barang sebagai inferior mencerminkan hierarki pilihan dalam benak konsumen. Faktor psikologis dan sosial berperan besar dalam membentuk persepsi ini, yang menjelaskan mengapa pemahaman mendalam tentang inventory adalah kunci dalam mengelola produk yang statusnya dapat berubah.

b. Preferensi Konsumen dan Faktor Merek

Preferensi individu dan kekuatan merek memainkan peran penting dalam menentukan status suatu barang. Produk generik atau private label mungkin berfungsi sama baiknya dengan merek terkenal, namun dengan peningkatan pendapatan, konsumen cenderung beralih ke merek terkenal karena asosiasi dengan kualitas dan gaya hidup.

Dalam hal ini, produk generik berfungsi sebagai barang inferior meskipun kualitasnya setara. Loyalitas merek dan strategi pemasaran dapat mempengaruhi apakah suatu produk dianggap inferior atau tidak. Perusahaan dengan citra merek yang kuat dapat mencegah produknya dianggap pilihan sekunder saat daya beli konsumen meningkat.

6. Contoh Barang Inferior di Pasar Indonesia

Pasar Indonesia yang dinamis menyediakan banyak contoh nyata tentang barang inferior dalam kehidupan sehari-hari. Memahami contoh-contoh ini membantu memberikan konteks praktis terhadap teori ekonomi yang ada. Berikut adalah beberapa contoh yang paling umum dijumpai:

a. Makanan Ekonomis

Produk seperti mi instan dan beras curah sering dianggap sebagai barang inferior. Selama masa kesulitan ekonomi atau bagi masyarakat berpenghasilan rendah, produk ini menjadi pilihan utama karena harga yang terjangkau dan kemampuannya untuk mengenyangkan. Namun, saat pendapatan meningkat, konsumen cenderung beralih ke bahan makanan yang lebih berkualitas dan dianggap lebih sehat.

Perilaku ini mencerminkan pola klasik barang inferior, di mana peningkatan daya beli memungkinkan konsumen untuk memilih produk yang lebih variatif. Produsen makanan ekonomis perlu memantau tren ekonomi makro dengan cermat untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan yang terjadi seiring perubahan daya beli masyarakat.

b. Transportasi Umum

Moda transportasi umum seperti bus kota atau angkot sering dianggap sebagai barang inferior di banyak kota besar di Indonesia. Konsumen dengan pendapatan terbatas mengandalkannya sebagai pilihan utama untuk mobilitas. Namun, dengan kenaikan gaji, banyak yang beralih ke alternatif yang lebih nyaman seperti ojek online atau kendaraan pribadi.

Peralihan ini terjadi karena keinginan untuk kenyamanan, efisiensi waktu, dan fleksibilitas. Fenomena ini menjelaskan mengapa permintaan terhadap beberapa rute angkutan umum menurun meskipun populasi kota meningkat. Pemerintah dan operator transportasi perlu mempertimbangkan faktor ini dalam perencanaan jangka panjang mereka.

c. Pakaian Unbranded

Pakaian tanpa merek (unbranded) yang dijual di pasar tradisional atau toko-toko kecil merupakan contoh lain dari barang inferior. Produk ini menawarkan alternatif mode yang sangat terjangkau bagi konsumen. Namun, ketika kemampuan finansial meningkat, banyak orang mulai beralih ke pakaian dari merek-merek terkenal yang dijual di pusat perbelanjaan.

Keputusan ini tidak hanya didasarkan pada kualitas, tetapi juga pada citra merek, status sosial, dan pengalaman berbelanja. Pakaian bermerek menawarkan jaminan kualitas dan prestise yang tidak dimiliki oleh produk unbranded. Akibatnya, permintaan pakaian tanpa merek cenderung lebih tinggi di kalangan pelajar, mahasiswa, atau pekerja dengan pendapatan awal.

d. Mobil Bekas

Di pasar otomotif, mobil bekas seringkali berfungsi sebagai barang inferior dibandingkan mobil baru. Bagi banyak keluarga, membeli mobil bekas adalah langkah awal untuk memiliki kendaraan roda empat. Ini adalah pilihan rasional ketika anggaran terbatas.

Namun, seiring dengan peningkatan stabilitas keuangan dan pendapatan, preferensi umumnya bergeser ke pembelian mobil baru. Mobil baru menawarkan keuntungan seperti garansi pabrik, teknologi terbaru, dan keandalan yang lebih tinggi. Pergeseran ini menjadikan pasar mobil bekas sangat sensitif terhadap kondisi ekonomi secara keseluruhan.

e. Barang Imitasi

Barang imitasi atau produk ‘KW’ adalah contoh ekstrem dari barang inferior. Produk-produk ini meniru desain barang mewah atau merek terkenal namun dijual dengan harga yang lebih murah. Permintaan untuk barang imitasi didorong oleh keinginan untuk memiliki simbol status tanpa harus membayar harga premium.

Namun, ketika pendapatan konsumen meningkat, mereka yang sebelumnya membeli barang imitasi cenderung beralih ke produk asli. Kemampuan untuk membeli barang otentik memberikan kepuasan dan validasi sosial yang tidak bisa ditawarkan oleh barang tiruan. Permintaan barang imitasi sangat terkait dengan segmen pasar yang aspiratif namun memiliki daya beli terbatas.

f. Merek Generik

Produk dengan merek generik atau private label yang dikeluarkan oleh supermarket juga dapat berfungsi sebagai barang inferior. Produk ini, mulai dari makanan kaleng hingga pembersih rumah tangga, menawarkan fungsionalitas dasar dengan harga lebih rendah dibandingkan merek nasional yang sudah mapan. Konsumen yang sadar anggaran sering memilihnya untuk menghemat pengeluaran.

Akan tetapi, dengan adanya pendapatan tambahan, konsumen mungkin merasa lebih nyaman dan percaya untuk membeli produk dari merek yang lebih dikenal. Mereka mungkin mengasosiasikan merek terkenal dengan kualitas yang lebih konsisten atau bahan yang lebih baik. Perilaku ini menjadikan produk private label sebagai barang inferior dalam keranjang belanja banyak rumah tangga.

7. Pengaruh Penurunan Harga terhadap Barang Inferior

Pengaruh Penurunan Harga terhadap Barang Inferior

Analisis pengaruh perubahan harga terhadap permintaan barang inferior lebih kompleks daripada kelihatannya. Perubahan harga memicu dua efek yang bekerja secara bersamaan namun seringkali berlawanan arah, yaitu efek pendapatan dan efek substitusi. Berikut cara memprediksinya:

a. Efek Pendapatan

Efek pendapatan mengacu pada perubahan permintaan yang terjadi akibat perubahan daya beli riil konsumen karena perubahan harga. Ketika harga barang inferior turun, daya beli riil konsumen meningkat, seolah-olah mereka memiliki lebih banyak uang. Ironisnya, peningkatan daya beli ini justru membuat konsumen mengurangi pembelian barang inferior dan beralih ke barang yang lebih baik.

Menurut Investopedia, efek pendapatan menunjukkan bahwa perubahan harga suatu barang memengaruhi daya beli riil dan karena itu, tingkat permintaan untuk barang lain yang harganya tetap.

Dengan demikian, efek pendapatan dari penurunan harga barang inferior bersifat negatif, yang berarti permintaan cenderung menurun. Fenomena ini mungkin bertentangan dengan intuisi, tetapi sesuai dengan definisi barang inferior. Konsumen menggunakan “pendapatan ekstra” dari penghematan harga untuk membeli barang yang lebih mereka inginkan.

b. Efek Substitusi

Efek substitusi bekerja sesuai dengan hukum permintaan, di mana perubahan harga relatif suatu barang akan mempengaruhi permintaan terhadap barang tersebut. Perubahan harga ini mendorong konsumen untuk beralih ke barang yang lebih murah, sehingga mengubah pola permintaan. Dengan demikian, efek substitusi mengukur perubahan permintaan yang disebabkan oleh harga relatif barang.

Akibatnya, konsumen termotivasi untuk mengganti barang lain yang lebih mahal dengan barang inferior yang harganya baru saja turun. Efek substitusi dari penurunan harga selalu bersifat positif, artinya cenderung meningkatkan kuantitas permintaan. Konsumen melihatnya sebagai penawaran yang lebih baik dibandingkan dengan produk sejenis.

c. Interaksi Efek Harga pada Barang Inferior vs Barang Normal

Untuk sebagian besar barang inferior, efek substitusi yang positif lebih kuat daripada efek pendapatan yang negatif. Akibatnya, efek total dari penurunan harga tetaplah peningkatan jumlah permintaan, sehingga hukum permintaan masih berlaku. Kurva permintaannya tetap memiliki kemiringan negatif (menurun dari kiri atas ke kanan bawah).

Hal ini berbeda dengan barang normal, di mana efek pendapatan dan efek substitusi dari penurunan harga sama-sama positif, sehingga saling memperkuat untuk meningkatkan permintaan secara signifikan. Kasus langka terjadi pada barang Giffen, di mana efek pendapatan negatif yang sangat kuat melebihi efek substitusi positif. Akibatnya, penurunan harga justru menyebabkan penurunan permintaan.

8. Implikasi Barang Inferior dalam Manajemen Inventaris

Implikasi Barang Inferior dalam Manajemen Inventaris

Karakteristik unik dari barang inferior membawa serangkaian tantangan dan implikasi strategis bagi manajemen inventaris. Perusahaan yang menangani produk-produk ini harus mengadopsi pendekatan yang lebih canggih dan adaptif untuk menghindari kelebihan stok atau kekurangan stok.

Aplikasi gudang terbaik dapat membantu perusahaan dalam mengelola dinamika permintaan barang inferior dengan lebih efisien. Berikut penjelasan lebih rincinya:

a. Tantangan Forecasting Permintaan

Memprediksi permintaan barang inferior sangat menantang karena sifatnya yang kontra-siklus terhadap kondisi ekonomi. Forecasting tradisional yang mengandalkan data penjualan historis seringkali tidak akurat. Permintaan bisa melonjak saat ekonomi melemah atau menurun saat ekonomi pulih, membuat model prediksi standar tidak lagi relevan.

Oleh karena itu, manajer inventaris perlu memasukkan indikator ekonomi makro seperti tingkat pengangguran, pertumbuhan PDB, dan indeks kepercayaan konsumen dalam model mereka. Kemampuan untuk melakukan forecast inventory bisnis yang akurat sangat krusial agar perusahaan tidak berisiko menimbun stok yang tidak terjual atau kehabisan stok saat krisis terjadi.

b. Strategi Stok Menghadapi Fluktuasi Ekonomi Makro

Mengingat volatilitas permintaan barang inferior, perusahaan memerlukan strategi stok yang fleksibel. Menerapkan model just-in-case inventory management dengan tingkat buffer stock yang dinamis bisa menjadi solusi yang efektif. Tingkat stok pengaman harus disesuaikan berdasarkan sinyal ekonomi, ditingkatkan saat resesi diperkirakan dan dikurangi saat prospek ekonomi membaik.

Selain itu, membangun hubungan yang kuat dengan pemasok sangat penting untuk kelincahan rantai pasok. Kemampuan untuk menyesuaikan volume pesanan dengan cepat tanpa penalti dapat memberikan keunggulan kompetitif. Kolaborasi dan visibilitas end-to-end dalam rantai pasok menjadi kunci untuk merespons fluktuasi permintaan dengan efektif.

c. Segmentasi SKU dalam Gudang

Tidak semua produk dalam portofolio perusahaan memiliki karakteristik yang sama, sehingga segmentasi Fast Moving vs Slow Moving berdasarkan kondisi ekonomi menjadi strategi yang penting. Produk yang termasuk dalam kategori slow moving harus diidentifikasi dan dikelola secara berbeda dari fast moving untuk memastikan pengelolaan stok yang efektif.

Peran teknologi sangat penting dalam hal ini. Dengan platform manajemen inventaris yang cerdas, perusahaan dapat melacak kinerja setiap produk secara real-time, mengintegrasikan data penjualan dengan tren ekonomi, dan memberikan rekomendasi tingkat stok yang optimal untuk setiap kategori. Ini memungkinkan pengelolaan stok yang lebih efisien, terutama pada produk slow moving.

Software inventory ScaleOcean berperan sebagai “stabilisator cerdas” dalam mengelola barang inferior. Seperti yang kita ketahui, barang inferior memiliki pola permintaan yang unik dan berlawanan dengan siklus ekonomi, permintaannya naik saat ekonomi sulit dan turun saat ekonomi membaik.

Fluktuasi yang “anti-mainstream” ini membuat manajemen stoknya sangat berisiko. ScaleOcean membantu mengelola ketidakpastian ini dengan menyediakan analisis cerdas yang mendalam, memastikan perusahaan selalu siap dengan stok yang tepat pada waktu yang tepat, mengurangi risiko overstock atau kehabisan barang. Jadwalkan demo gratis Anda untuk merasakan bagaimana ScaleOcean dapat mengoptimalkan manajemen persediaan Anda.

9. Kesimpulan

Barang inferior adalah produk yang permintaannya menurun seiring dengan kenaikan pendapatan konsumen. Ketika pendapatan meningkat, konsumen cenderung beralih ke barang yang lebih mahal atau dianggap lebih berkualitas. Hal ini menciptakan pola konsumsi yang tidak selalu sesuai dengan dugaan umum, dan pemahaman ini penting untuk merancang strategi bisnis yang adaptif.

Perbedaan antara barang inferior, normal, dan superior terletak pada cara konsumen membuat keputusan ekonomi, bukan kualitas produk itu sendiri. Dampaknya terhadap manajemen inventaris sangat besar, sehingga bisnis memerlukan peramalan yang presisi dan strategi stok fleksibel. Dengan dukungan software inventory ScaleOcean, perusahaan dapat menjaga akurasi stok di tengah fluktuasi permintaan.

Untuk mengelola dinamika barang inferior, perusahaan perlu merancang sistem yang responsif terhadap perubahan pasar. Dengan memahami karakteristik barang inferior, bisnis dapat lebih siap menghadapi fluktuasi ekonomi. Jadwalkan demo gratis dan lihat bagaimana ScaleOcean dapat memperkuat profitabilitas di setiap siklus pasar.

FAQ:

1. Apa yang dimaksud bersifat inferior?

Barang inferior merujuk pada produk yang permintaannya menurun seiring dengan kenaikan pendapatan konsumen, meskipun dalam bahasa umum, istilah ini menggambarkan barang bermutu rendah.

2. Apa perbedaan barang inferior dan esensial?

Barang inferior permintaannya menurun saat pendapatan naik dan meningkat saat pendapatan turun, seperti sandal jepit dan barang bekas. Sedangkan barang esensial adalah kebutuhan dasar yang permintaannya tidak terpengaruh oleh pendapatan.

3. Apa pengaruh harga barang inferior?

Harga barang inferior memiliki efek pendapatan negatif yang lebih besar daripada efek substitusi, sehingga kenaikan harga justru meningkatkan konsumsi, sementara penurunan harga mengurangi konsumsi.

Jadwalkan Demo Gratis

Error message
Error message
Error message
Error message
Error message
Error message

Rekomendasi Artikel Terkait

Temukan Artikel Serupa untuk Solusi Bisnis Lebih Lengkap