Untuk memahami secara mendalam nilai aset properti yang dimiliki dan pengelolaan keuangannya yang lebih efektif di bisnis properti, Anda harus mengetahui bagaimana cara menghitung amortisasi yang benar dan akurat. Amortisasi sendiri adalah proses penyusutan nilai aset tidak berwujud, dan pencatatan penyusutan nilai tersebut harus dimasukkan ke dalam laporan keuangan.
Perhitungan amortisasi ini penting bagi perusahan untuk menjaga kepatuhan perpajakan dan pelaporan keuangan, juga memberikan gambaran mengenai kesehatan finansial dan efisiensi operasional bisnis. Pembahasan berikut ini akan menjelaskan secara mendalam mengenai contoh, langkah dan cara menghitungnya menggunakan rumus amortisasi akurat untuk bisnis properti Anda.

- Contoh amortisasi dalam bisnis properti meliputi biaya pendirian, goodwill, hak atas tanah, dan biaya pengembangan proyek yang diamortisasi selama masa manfaatnya.
- Langkah menghitung amortisasi meliputi pengumpulan data aset, pemilihan metode perhitungan, penggunaan rumus yang tepat, dan membuat tabel untuk memudahkan pelaporan.
- ScaleOcean adalah software ERP yang membantu perusahaan properti menghitung amortisasi dan mengelola aset tidak berwujud dengan akurat, otomatis, dan sesuai regulasi.
Contoh Amortisasi
Sebelum memahami cara menghitung amortisasi, Anda harus mengetahui contoh aset tidak berwujud yang sering ditemui dalam industri properti. Berikut adalah penjelasan mengenai contoh amortisasi di bisnis properti yang masing-masingnya memainkan peran krusial dalam akuntansi properti dan manajemen keuangan.
1. Biaya Pendirian
Contoh amortisasi yang pertama adalah biaya pendirian yang mencakup berbagai pengeluaran untuk mendirikan sebuah entitas bisnis properti, seperti biaya legal, biaya pendaftaran, dan biaya administratif lainnya. Amortisasi biaya pendirian dilakukan untuk mengalokasikan pengeluaran ini selama beberapa tahun, sehingga dapat menggambarkan pemanfaatan jangka panjang dari upaya pendirian tersebut.
Misalnya, perusahaan properti PT XYZ baru saja membuka kantor cabang di luar kota dan mengeluarkan biaya pendirian sebesar Rp 500 juta. Setelah melakukan analisis, mereka memutuskan untuk mengalokasikan biaya ini selama 5 tahun, sehingga setiap tahun mereka mencatat Rp 100 juta sebagai amortisasi, mencerminkan pemanfaatan jangka panjang dari pengeluaran tersebut.
2. Goodwill
Goodwill menjadi contoh amortisasi yang sering muncul dalam bisnis properti ketika sebuah perusahaan melakukan akuisisi pada perusahaan lain dengan harga yang melebihi nilai buku aset bersihnya. Goodwill sendiri dapat menggambarkan nilai aset intangible, seperti reputasi, lokasi strategis, dan hubungan pelanggan yang tidak dapat diidentifikasi secara terpisah dan terukur.
Amortisasi goodwill dilakukan dengan mengalokasikan biaya ini selama masa umur ekonomis aset yang diestimasi, sehingga memungkinkan perusahaan untuk mengakui penurunan nilai goodwill secara bertahap. Hal ini akan membantu dalam menyajikan laba operasional yang lebih representatif terhadap kondisi bisnis yang sebenarnya.
Sebagai contoh, PT ABC mengakuisisi PT DEF yang bergerak dalam pengelolaan properti. Selisih antara harga akuisisi dan nilai buku perusahaan yang diakuisisi sebesar Rp 3 miliar dianggap sebagai goodwill. PT ABC mengalokasikan goodwill tersebut selama 10 tahun dengan amortisasi tahunan sebesar Rp 300 juta untuk mencocokkan nilai goodwill dengan pendapatan yang dihasilkan dari akuisisi.
3. Hak atas Tanah
Hak dan tanah, seperti hak sewa atau hak pakai menjadi salah satu contoh amortisasi yang memiliki periode manfaat yang terbatas. Amortisasi hak atas tanah dilakukan dengan mengalokasikan biaya perolehan hak tersebut sepanjang masa manfaatnya. Proses ini menggambarkan penggunaan hak tanah seiring waktu, dan memastikan bahwa biaya tersebut telah diakui sesuai dengan periode dimana umur ekonomis diperoleh.
Proses amortisasi hak atas tanah ini dapat membantu dalam memberikan gambaran akurat mengenai biaya operasional properti, dan juga membantu dalam menghindari distorsi pada laba tahunan perusahaan akibat pengakuan biaya yang lebih besar pada awal periode.
Dalam hal ini misalnya, PT Realindo memperoleh hak sewa tanah selama 20 tahun dengan biaya sebesar Rp 2 miliar untuk membangun pusat perbelanjaan. Setiap tahun, perusahaan mengalokasikan Rp 100 juta sebagai biaya amortisasi untuk mencerminkan penggunaan hak atas tanah tersebut sesuai dengan periode sewa yang telah disepakati.
4. Biaya Pengembangan Proyek
Contoh amortisasi yang terakhir adalah biaya pengembangan, mencakup semua pengeluaran yang berkaitan dengan pengembangan proyek seperti perencanaan, perizinan, dan pengujian. Proses amortisasi untuk biaya pengembangan ini memungkinkan alokasi biaya-biaya ini sepanjang umur ekonomisnya yang dikembangkan.
Hal ini memberikan gambaran mengenai kontribusi biaya pengembangan terhadap pendapatan yang dihasilkan oleh proyek tersebut seiring berjalannya waktu. Perusahaan juga dapat menghindari fluktuasi tajam dalam laba bersih yang disebabkan oleh pengakuan biaya pengembangan yang besar pada suatu periode.
Contoh penerapannya, PT Skyline mengeluarkan biaya sebesar Rp 1 miliar untuk perencanaan dan pengurusan izin untuk pengembangan sebuah gedung perkantoran. Mereka mengalokasikan biaya tersebut selama 5 tahun, dengan amortisasi tahunan sebesar Rp 200 juta untuk mencerminkan kontribusi biaya pengembangan terhadap pendapatan yang diperoleh dari proyek tersebut.
Baca juga: 9 Laporan Keuangan Perusahaan Properti dan Cara Membuatnya
Langkah Menghitung Amortisasi
Untuk mengetahui cara menghitung amortisasi di bisnis properti, Anda melakukan beberapa langkah berikut untuk memastikan bahwa nilai aset tidak berwujud atau intangible dapat dialokasikan dengan baik selama umur ekonomis asetnya. Berikut ini adalah langkah-langkah strategis yang dapat Anda lakukan:
1. Kumpulkan Data Utama
Langkah pertama dalam menghitung amortisasi adalah mengumpulkan informasi terkait aset yang akan diamortisasi. Data penting yang perlu dikumpulkan meliputi biaya perolehan aset, umur ekonomis aset, dan jenis aset yang akan dihitung. Pastikan untuk mencatat semua biaya terkait yang berkaitan langsung dengan aset, seperti biaya pembelian dan biaya tambahan lainnya.
2. Pilih Metode Perhitungan
Setelah data terkumpul, langkah berikutnya adalah memilih metode amortisasi yang akan digunakan. Beberapa metode yang umum diterapkan adalah metode garis lurus, saldo menurun, atau jumlah angka tahunan. Pilihlah metode yang sesuai dengan karakteristik aset dan kebijakan perusahaan untuk memastikan perhitungan yang tepat.
3. Gunakan Rumus yang Tepat
Dalam menghitung amortisasi, Anda harus menggunakan rumus yang sesuai dengan metode yang dipilih. Beberapa rumus yang digunakan dalam perhitungan amortisasi adalah rumus untuk metode garis lurus, yang menghitung amortisasi tahunan dengan membagi biaya perolehan aset dengan masa manfaatnya. Selain itu, ada rumus untuk metode saldo menurun, yang memperhitungkan saldo awal aset dan persentase amortisasi.
4. Hitung Setiap Tahun (Jika Diperlukan)
Jika amortisasi dihitung per tahun, lakukan perhitungan biaya amortisasi setiap tahunnya sesuai dengan rumus yang telah dipilih. Pastikan untuk meninjau kembali perhitungan secara berkala untuk mencocokkan antara biaya yang telah dikeluarkan dengan manfaat yang diterima dari aset tersebut.
5. Buat Tabel Amortisasi
Untuk memudahkan pengelolaan dan pelaporan, buatlah tabel amortisasi yang mencatat jumlah amortisasi tahunan selama umur ekonomis aset. Tabel ini juga akan membantu memonitor progres amortisasi dan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai nilai sisa dari aset setiap tahunnya.
6. Perhatikan Regulasi Pajak
Terakhir, pastikan bahwa perhitungan amortisasi Anda mematuhi regulasi pajak yang berlaku. Beberapa negara memiliki aturan khusus mengenai pengalokasian biaya aset dan pengaruhnya terhadap pajak perusahaan. Oleh karena itu, penting untuk menyesuaikan perhitungan amortisasi dengan kebijakan pajak yang berlaku di wilayah tersebut.
Baca juga: Berikut ini Perbedaan Depresiasi dan Amortisasi di Properti
Metode Amortisasi
Terdapat berbagai metode yang dapat digunakan untuk menghitung amortisasi, dua yang paling umum adalah metode garis lurus dan metode saldo menurun. Masing-masing metode memiliki karakteristik yang berbeda dan diterapkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
1. Metode Garis Lurus (Straight-Line Method)
Metode garis lurus adalah metode yang paling sederhana dan paling banyak digunakan dalam perhitungan amortisasi. Dalam metode ini, beban amortisasi dibagi rata setiap tahun selama masa manfaat aset. Rumus untuk menghitung amortisasi tahunan dengan metode garis lurus adalah sebagai berikut:
Amortisasi Garis Lurus = (Harga Perolehan Aset – Nilai Sisa) / Masa Manfaat
Misalnya, sebuah perusahaan membeli hak cipta senilai Rp 80.000.000 dengan nilai sisa Rp 10.000.000 untuk periode 4 tahun. Menggunakan metode garis lurus, perhitungan amortisasi tahunan adalah:
Amortisasi Garis Lurus = (Rp 80.000.000 – Rp 10.000.000) / 4 = Rp 17.500.000 per tahun.
Dengan metode ini, perusahaan akan mengalokasikan Rp 17.500.000 sebagai beban amortisasi setiap tahunnya selama empat tahun.
2. Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)
Metode saldo menurun adalah metode di mana beban amortisasi lebih besar di awal masa manfaat dan semakin berkurang setiap tahunnya. Metode ini sering digunakan untuk aset yang manfaat ekonomisnya lebih tinggi di awal masa penggunaannya. Rumus cara menghitung amortisasi metode saldo menurun adalah sebagai berikut:
Amortisasi Saldo Menurun = Saldo Awal x Persentase Amortisasi
sebagai contoh, perusahaan mengakuisisi perangkat lunak senilai Rp 60.000.000 dengan masa manfaat 3 tahun. Jika menggunakan metode saldo menurun dengan persentase amortisasi 66,67% (2/3 dari masa manfaat), perhitungan untuk tahun pertama adalah:
Tahun 1: Amortisasi Saldo Menurun = Rp 60.000.000 x 66,67% = Rp 40.000.000
Pada tahun kedua, beban amortisasi dihitung berdasarkan saldo yang tersisa setelah tahun pertama:
Tahun 2: Amortisasi Saldo Menurun = (Rp 60.000.000 – Rp 40.000.000) x 66,67% = Rp 13.333.400
Metode ini memastikan bahwa amortisasi lebih tinggi di awal masa penggunaan aset, yang sering kali lebih sesuai dengan pola pemanfaatan aset tersebut.
Rumus Amortisasi
Perhitungan amortisasi ini penting untuk memastikan bahwa nilai aset tercatat dengan tepat dalam laporan keuangan dan mencerminkan manfaat yang dihasilkan dari aset tersebut sepanjang waktu. Berikut adalah beberapa rumus dasar yang digunakan dalam perhitungan amortisasi.
1. Amortisasi Tahunan
Amortisasi tahunan adalah jumlah biaya yang dialokasikan setiap tahun untuk aset tak berwujud selama masa manfaatnya. Perhitungan ini sangat penting dalam akuntansi untuk mencocokkan biaya dengan pendapatan yang dihasilkan dari penggunaan aset tersebut. Rumus untuk menghitung amortisasi tahunan adalah sebagai berikut:
Amortisasi Tahunan = (Harga Perolehan Aset – Nilai Sisa) / Masa Manfaat
Misalnya, sebuah perusahaan mengakuisisi hak paten senilai Rp 100.000.000 dengan nilai sisa Rp 20.000.000 untuk periode 5 tahun. Maka, perhitungan amortisasi tahunan menggunakan rumus di atas adalah:
Amortisasi Tahunan = (Rp 100.000.000 – Rp 20.000.000) / 5 = Rp 16.000.000
Dengan demikian, perusahaan akan mencatat amortisasi sebesar Rp 16.000.000 setiap tahun selama lima tahun masa manfaat hak paten tersebut.
2. Amortisasi Aset Tak Berwujud
Aset tak berwujud, seperti hak cipta, paten, dan merek dagang, memiliki karakteristik yang berbeda dengan aset berwujud karena tidak dapat dilihat atau disentuh. Amortisasi aset tak berwujud dilakukan untuk mengalokasikan biaya perolehannya selama masa manfaatnya. Rumus untuk menghitung amortisasi aset tak berwujud adalah sebagai berikut:
Amortisasi Aset Tak Berwujud = (Harga Perolehan Aset – Nilai Sisa) / Masa Manfaat
Contoh perhitungan amortisasi ini misalnya, perusahaan A membeli hak cipta seharga Rp 50.000.000 dengan nilai sisa Rp 5.000.000 dan masa manfaat 10 tahun. Perhitungan amortisasi tahunan adalah:
Amortisasi Aset Tak Berwujud = (Rp 50.000.000 – Rp 5.000.000) / 10 = Rp 4.500.000
Dengan demikian, setiap tahun perusahaan akan mencatat Rp 4.500.000 sebagai beban amortisasi untuk hak cipta tersebut selama 10 tahun.
Cara Menghitung Amortisasi
Setelah mengetahui langkah perhitungannya, saatnya kita pahami bagaimana cara menghitung amortisasi dengan benar. Disini kita akan menguraikan contoh perhitungan amortisasi berdasarkan skenario fiktif yang telah dibuat. Berikut ini adalah contoh dan cara menghitung amortisasi properti:
Diketahui, bahwa sebuah perusahaan properti memiliki hak aset tanah sebagai hak paten yang memiliki masa umur ekonomis aset selama 10 tahun dengan pembelian sejumlah Rp500.000.000, dan nilai sisa setelah umur ekonomisnya adalah Rp50.000.000. Dengan rumus amortisasi yang telah diuraikan sebelumnya, biaya tersebut dapat dihitung sebagai berikut:
Amortisasi Per Tahun : (Rp500.000.000 – Rp50.000.000) / 10 Tahun = Rp45.000.000
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas mengenai berbagai contoh amortisasi, langkah dan cara hitungnya menggunakan rumus amortisasi, dapat kita tarik kesimpulan bahwa amortisasi sebagai proses sistematis pengalokasian biaya aset tidak berwujud memiliki beberapa contoh dan perhitungannya, untuk memungkinkan perusahaan untuk
mengatur beban biaya tersebut secara efektif dalam laporan keuangan.
Anda dapat melakukan strategi dan langkah-langkah perhitungan dengan akurat untuk memastikan bahwa hasil amortisasi yang dimasukkan ke dalam laporan keuangan dapat menggambarkan posisi finansial bisnis dengan tepat, mematuhi standar akuntansi, dan memberikan informasi yang berguna bagi pemangku kepentingan.
Dengan menggunakan ERP ScaleOcean, perusahaan dapat menghitung amortisasi dan mengelola aset tidak berwujud secara efisien. Fitur akuntansi dalam ERP ini memungkinkan perhitungan yang akurat dan otomatis, serta memastikan laporan keuangan selalu sesuai dengan regulasi. Cobalah demo gratis ScaleOcean untuk melihat bagaimana ERP ini dapat membantu Anda mengelola akuntansi dan aset dengan lebih efektif.