Proyek konstruksi Anda bisa saja tiba-tiba disegel oleh Satpol PP karena ketahuan tidak memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atau melanggar aturan tata ruang. Dalam hitungan jam, seluruh aktivitas di lapangan berhenti, alat berat menganggur, tenaga kerja terhenti, dan jadwal pembangunan kacau. Reputasi perusahaan pun ikut terancam karena dianggap tidak taat regulasi.
Selain merugikan secara waktu, kerugian finansial dari penundaan proyek (delay) bisa membengkak hingga ratusan juta rupiah. Biaya sewa alat, denda, hingga gaji tenaga kerja idle tetap berjalan meski pekerjaan berhenti total. Inilah risiko operasional yang kerap diabaikan banyak kontraktor saat memulai proyek tanpa legalitas lengkap seperti PBG.
Dengan adanya Persetujuan Bangunan Gedung, perusahaan Anda memiliki perisai hukum yang kuat untuk menghindari penghentian paksa. Dokumen ini adalah bukti legalitas utama agar proyek konstruksi dapat berjalan lancar, aman, dan berkelanjutan. Artikel ini akan membahas secara mendalam definisi, dasar hukum, serta perbedaan PBG dengan IMB untuk membantu Anda menavigasi setiap tahapan proyek dengan percaya diri.
- Persetujuan Bangunan Gedung adalah izin dari pemerintah untuk mendirikan, mengubah, atau merawat bangunan, dan memastikan standar keselamatan serta kenyamanan.
- Regulasi PBG memiliki landasan hukum yang kuat dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2021.
- Fungsi utama PBG menjamin legalitas dan kepatuhan teknis bangunan, yang menjadi tantangan besar dalam manajemen proyek modern.
- Perbedaan utama antara PBG dan IMB terletak pada fokusnya. PBG berfokus pada pemenuhan standar teknis sejak awal, sementara IMB lebih bersifat administratif untuk memulai.
- Software konstruksi ScaleOcean mempermudah manajemen dokumen teknis kompleks untuk pengajuan PBG, memastikan kelancaran proses perizinan.
1. Apa itu Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)?
Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) adalah izin resmi yang diberikan pemerintah untuk mendirikan, mengubah, merawat, atau merenovasi bangunan gedung. PBG menggantikan peran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sebelumnya berlaku dan memastikan bangunan memenuhi standar keselamatan, kenyamanan, kesehatan, dan kemudahan bagi penggunanya.
Selain itu, PBG juga memastikan keserasian tata ruang dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. Proses pemberian izin ini memastikan bahwa setiap aspek bangunan, dari struktur hingga utilitas, telah memenuhi kaidah yang ditetapkan untuk melindungi penghuni dan lingkungan sekitarnya.
2. Dasar Hukum PBG
Dasar hukum utama dari Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021. UU Cipta Kerja mengubah regulasi izin bangunan dengan menggantikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi PBG. Hal ini bertujuan untuk menyederhanakan perizinan dan mendukung peningkatan investasi.
Dilansir dari laman JDIH BPK, PP No. 16 Tahun 2021 mengatur pelaksanaan teknis PBG dengan lebih rinci, menggantikan IMB yang sebelumnya diatur dalam UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Peraturan ini memberikan panduan mengenai proses pengajuan PBG, penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), serta memastikan bangunan memenuhi standar keselamatan dan kelayakan.
Melalui penerbitan PP No. 16 Tahun 2021, pemerintah berupaya mengoptimalkan penerbitan PBG dan memastikan setiap bangunan memenuhi kaidah teknis yang ditetapkan. Selain itu, PP ini juga mendukung transparansi dan efisiensi melalui sistem pengajuan yang terintegrasi secara elektronik.
Baca juga: Panduan Studi Kelayakan Proyek di Bisnis Konstruksi
3. Fungsi dan Tujuan PBG
Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) memiliki beberapa fungsi dan tujuan strategis yang dirancang untuk meningkatkan kualitas dan keamanan lingkungan binaan di Indonesia. Setiap fungsi ini saling berkaitan untuk menciptakan ekosistem konstruksi yang lebih teratur, aman, dan berkelanjutan. Berikut adalah penjabaran dari tiga fungsi utama PBG:
a. Menjamin Legalitas Bangunan
Fungsi utama dari Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) adalah memberikan kepastian hukum atas keberadaan bangunan. Dengan memiliki PBG, bangunan diakui secara resmi oleh negara, yang menandakan bahwa pembangunan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Legalitas ini sangat penting untuk pengurusan perizinan lainnya, seperti Sertifikat Laik Fungsi (SLF), izin usaha, dan transaksi jual beli.
Tanpa PBG, bangunan dianggap ilegal dan berisiko dikenakan sanksi administratif, seperti peringatan, pembatasan kegiatan, hingga pembongkaran. Kepastian hukum ini melindungi pemilik dari sengketa di masa depan dan dapat meningkatkan nilai properti. Oleh karena itu, pengurusan PBG merupakan langkah penting dalam tahapan proyek konstruksi untuk memastikan keamanan aset jangka panjang.
b. Memastikan Kepatuhan Standar Teknis
Berbeda dengan IMB yang lebih bersifat administratif, PBG menekankan pemenuhan standar teknis yang ketat. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa setiap bangunan dibangun dengan memperhatikan aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bagi penggunanya. Standar teknis ini mencakup kekuatan struktur, proteksi kebakaran, sanitasi, dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.
Proses verifikasi PBG melibatkan tim ahli yang meninjau seluruh dokumen perencanaan, mulai dari gambar arsitektur hingga desain MEP. Kepatuhan terhadap standar ini penting untuk mencegah kegagalan bangunan yang bisa membahayakan dan merugikan. Oleh karena itu, penerapan SOP proyek konstruksi yang ketat menjadi kunci untuk memastikan semua persyaratan teknis terpenuhi.
Meskipun tidak secara spesifik mengurus proses pengajuan ke regulator, software konstruksi ScaleOcean memiliki modul-modul kunci untuk mengelola dokumen penting yang diperlukan dalam proses tersebut. Modul Tender & Bid Management membantu mengelola proses tender dan penawaran secara otomatis, memastikan pengajuan tepat waktu dan pencatatan dokumen relevan, termasuk PBG.
Selain itu, modul Contract Management memudahkan pengelolaan dokumen kontrak dan memantau kepatuhan terhadap syarat-syarat yang telah disepakati. Modul ini juga memastikan bahwa PBG telah dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak proyek. Jadwalkan demo gratis dan coba sendiri bagaimana modul ini dapat membantu Anda.
c. Membantu Pendataan Keberadaan Gedung
Fungsi lain yang penting dari PBG adalah sebagai instrumen pendataan aset bangunan di suatu wilayah. Melalui sistem terpusat seperti SIMBG, pemerintah daerah dapat memperoleh data akurat tentang jumlah, jenis, dan fungsi bangunan di wilayahnya. Data ini sangat berharga untuk perencanaan tata ruang, pengembangan infrastruktur, dan mitigasi bencana.
Dengan data yang valid, pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang lebih efektif terkait fasilitas publik, kepadatan bangunan, dan jalur evakuasi bencana. Pendataan ini juga membantu dalam optimalisasi penerimaan pajak daerah, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dalam SOP proyek konstruksi, pendataan ini menjadi bagian penting untuk memastikan proyek berjalan sesuai rencana dan regulasi yang berlaku.
4. Perbedaan Mendasar PBG dan IMB
Meskipun PBG menggantikan IMB, keduanya memiliki perbedaan fundamental dalam konsep, proses, dan implikasinya. Memahami perbedaan ini sangat penting bagi para profesional industri agar dapat beradaptasi dengan kerangka regulasi yang baru. Berikut adalah perbedaan mendasar antara PBG dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB):
a. Kegunaan dan Fokus
Perbedaan utama antara IMB dan PBG terletak pada fokus perizinannya. IMB adalah izin administratif yang harus diperoleh sebelum memulai konstruksi, dengan fokus pada aspek tata ruang. IMB memastikan kesesuaian lokasi dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Koefisien Dasar Bangunan (KDB), dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB).
Di sisi lain, PBG lebih fokus pada pemenuhan standar teknis bangunan. PBG memastikan bahwa desain bangunan telah memenuhi norma, pedoman, dan standar yang berkaitan dengan keamanan, kesehatan, dan kenyamanan. Singkatnya, IMB bertanya “bolehkah membangun di sini?”, sementara PBG bertanya “apakah bangunan ini memenuhi standar teknis yang tepat?”
b. Tahapan dan Permohonan
Proses permohonan IMB diajukan sebelum konstruksi dimulai dan menjadi prasyarat untuk memulai pembangunan. Izin ini lebih bersifat preventif secara administratif, memastikan bahwa proyek memenuhi ketentuan tata ruang yang berlaku.
Sebaliknya, permohonan PBG diajukan sebelum konstruksi dengan penekanan pada verifikasi dokumen rencana teknis oleh Tim Profesi Ahli (TPA). Setelah konstruksi selesai, pemilik harus mengurus Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sebagai bukti bahwa bangunan yang telah selesai sesuai dengan PBG yang disetujui. Proses ini sering kali terkait erat dengan kontrak proyek konstruksi.
c. Periode Berlaku
IMB umumnya berlaku selamanya selama tidak ada perubahan signifikan pada fungsi atau struktur bangunan. Izin ini melekat pada bangunan itu sendiri, bukan pada pemiliknya. Jika terjadi perubahan besar, pemilik diwajibkan untuk mengajukan IMB baru.
Sebaliknya, PBG berlaku selama bangunan tersebut berdiri dan tidak ada perubahan fungsi atau desain teknis yang signifikan. Namun, PBG erat kaitannya dengan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang memiliki masa berlaku dan harus diperpanjang secara berkala, misalnya setiap 20 tahun untuk rumah tinggal dan 5 tahun untuk bangunan umum.
d. Syarat dan Sanksi
Syarat pengajuan IMB lebih banyak berfokus pada dokumen administratif dan legalitas tanah dengan verifikasi dokumen teknis yang tidak terlalu mendalam. Sanksi atas pelanggaran IMB umumnya bersifat administratif, seperti denda atau perintah pembongkaran.
Berbeda dengan IMB, pengajuan PBG memerlukan kelengkapan dokumen rencana teknis yang sangat detail dan komprehensif, mencakup aspek arsitektur, struktur, dan utilitas. Sanksi atas pelanggaran PBG lebih berat, tidak hanya berupa denda, tetapi juga pembekuan SLF dan bahkan tuntutan pidana jika terjadi kecelakaan akibat kelalaian dalam pemenuhan standar teknis.
5. Dokumen yang Harus Disediakan Kontraktor untuk Pengajuan PBG

Pengajuan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) menuntut persiapan dokumen teknis yang sangat matang dan terperinci. Kontraktor dan konsultan perencana memegang peranan kunci dalam menyiapkan seluruh berkas ini agar sesuai dengan standar yang ditetapkan. Berikut adalah rincian dokumen utama yang harus disediakan:
a. Dokumen Rencana Arsitektur
Dokumen ini merupakan representasi visual dan fungsional dari bangunan yang akan didirikan. Di dalamnya harus mencakup data penyedia jasa perancangan arsitektur, konsep rancangan, gambar rancangan tapak, dan gambar denah. Rencana arsitektur harus jelas menunjukkan tata letak ruang, sirkulasi, serta hubungan antar ruang di dalam dan di luar bangunan.
Selain itu, dokumen ini juga wajib melampirkan gambar tampak, gambar potongan, dan detail arsitektur yang relevan. Penting untuk menyertakan perhitungan teknis seperti tingkat kebisingan, pencahayaan alami, dan sirkulasi udara. Dokumen ini juga harus menjelaskan bagaimana desain mematuhi peraturan tata ruang, termasuk cara menghitung KDB KLB KDH yang berlaku di lokasi proyek.
b. Dokumen Rencana Struktur
Bagian ini adalah inti dari keamanan bangunan yang merinci sistem penopang dan kerangka gedung. Dokumen rencana struktur harus mencakup gambar rencana struktur, seperti pondasi, kolom, balok, atap, serta laporan hasil penyelidikan tanah. Perhitungan teknis yang akurat menjadi syarat utama.
Laporan analisis dan perhitungan struktur harus menunjukkan bahwa bangunan mampu menahan berbagai beban, termasuk beban mati, beban hidup, dan beban gempa sesuai standar SNI. Data penyedia jasa perancangan struktur yang bersertifikat keahlian juga wajib disertakan untuk memastikan pertanggungjawaban profesional.
c. Dokumen Rencana Utilitas
Dokumen rencana utilitas atau Mekanikal, Elektrikal, dan Plumbing (MEP) merinci semua sistem penunjang fungsi bangunan, mencakup instalasi air bersih, sistem pembuangan air kotor, kelistrikan, dan penangkal petir. Setiap sistem harus dirancang secara efisien dan aman untuk mendukung operasional bangunan.
Selain itu, dokumen ini juga mencakup rencana sistem proteksi kebakaran, seperti penempatan hidran, sprinkler, dan alarm kebakaran. Sistem transportasi vertikal (lift dan eskalator) serta tata udara (HVAC) juga harus diperhitungkan. Kelengkapan dan integrasi antar sistem ini akan diperiksa dalam RKS proyek untuk memastikan fungsi dan keamanan bangunan.
d. Spesifikasi Teknis Bangunan Gedung
Spesifikasi teknis mendeskripsikan jenis, tipe, dan karakteristik material yang akan digunakan dalam konstruksi secara detail. Dokumen ini memastikan bahwa material yang dipilih sesuai dengan rencana dan memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Spesifikasi ini menjadi acuan bagi tim pelaksana dalam pengadaan material di lapangan.
Selain itu, dokumen ini harus mencakup spesifikasi untuk setiap komponen bangunan, mulai dari material struktur seperti beton dan baja, hingga material untuk sistem utilitas seperti kabel dan pipa. Kesesuaian antara spesifikasi teknis dengan gambar rencana sangat penting untuk mencapai kualitas bangunan yang diinginkan. Dokumen ini juga sering menjadi bagian dari dokumen pengadaan konstruksi.
6. Kesimpulan
Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) adalah bentuk pembaruan regulasi konstruksi di Indonesia yang menggantikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). PBG bukan sekadar izin administratif, melainkan penegasan komitmen terhadap standar teknis, keamanan, dan kelayakan bangunan.
Untuk mendukung kelancaran pengelolaan dokumen dalam proses tersebut, software konstruksi ScaleOcean adalah solusi terpadu dengan modul-modul kunci yang relevan. Modul Tender & Bid Management membantu mengatur proses tender dan penawaran secara otomatis, memastikan pengajuan tepat waktu serta pencatatan dokumen relevan, termasuk PBG.
Selain itu, modul Contract Management memudahkan pengelolaan dokumen kontrak dan pemantauan kepatuhan terhadap syarat-syarat yang telah disepakati. Modul ini juga memastikan bahwa PBG telah dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak proyek, sehingga proses berjalan lebih efisien dan terkontrol. Cobalah demo gratis untuk melihat manfaatnya.
FAQ:
1. PBG bayar berapa?
Biaya PBG tergantung lokasi, luas, dan jenis bangunan. Retribusi daerah berkisar Rp10.000 – Rp120.000 per meter persegi, ditambah biaya administrasi dan konsultasi. Sebagai contoh, PBG rumah 100 m² bisa mencapai Rp7-12 juta, sedangkan ruko 150 m² sekitar Rp20-35 juta.
2. Berapa lama PBG berlaku?
PBG berlaku seumur hidup selama bangunan tidak mengalami perubahan struktural, fungsi, atau desain yang signifikan. Jika ada perubahan besar atau renovasi, Anda perlu mengajukan perizinan ulang atau revisi.
3. Apakah boleh membangun tanpa PBG?
Membangun tanpa PBG dapat dikenakan sanksi administratif sesuai PP No. 16 Tahun 2021 Pasal 45 ayat (1), setelah peringatan tertulis diberikan.


