Apa itu SLA Logistik, Komponen Penting, serta Jenisnya

ScaleOcean Team
Posted on
Share artikel ini

Ketika terjadi masalah logistik seperti pengiriman molor, barang sering rusak dan hilang, atau kesalahan kirim barang, pihak-pihak yang terlibat cenderung saling menyalahkan (blame game). Situasi ini bisa terjadi akibat tidak adanya standar kerja yang terukur dan disepakati bersama. Hal ini juga dapat menyebabkan munculnya biaya yang tak terduga, seperti biaya overtime atau demurrage.

Service level agreement (SLA) logistik dapat menjadi salah satu solusi untuk menyelesaikan masalah ini. Hal ini berfungsi sebagai kontrak formal yang menetapkan ekspektasi kualitas layanan antara perusahaan dan penyedia jasa logistik secara detail. SLA mewujudkan transparansi dan objektivitas dengan menetapkan KPI yang presisi. Dengan adanya standar ini, kegagalan dalam mencapai angka target akan berkonsekuensi penalti.

Memahami fungsi dari SLA logsitik ini akan membantu Anda meniadakan ambiguitas waktu, mengunci transparansi biaya, dan mengeliminasi sengketa kualitas barang bisnis logistik Anda. Artikel ini akan menjelaskan apa itu service level agreement logistik, apa saja komponen pentingnya, jenis, serta cara menerapkan SLA yang efektif di perusahaan logistik.

starsKey Takeaways

Coba Demo Gratis!

requestDemo

1. Apa Itu SLA (Service Level Agreement) dalam Logistik dan Ekspedisi?

Service level agreement (SLA) atau perjanjian tingkat layanan adalah sebuah kontrak formal yang mengikat antara penyedia jasa logistik dengan klien atau pengguna jasanya. Dokumen ini secara spesifik mendefinisikan tingkat layanan yang diharapkan, metrik yang digunakan untuk mengukur kinerja, serta sanksi atau penalti jika standar tersebut tidak terpenuhi.

SLA dalam logistik mencakup seluruh spektrum operasional, mulai dari penjemputan barang, proses pergudangan, transportasi, hingga pengiriman tahap akhir (last-mile delivery). Perjanjian ini tidak hanya berfokus pada waktu pengiriman, tetapi juga aspek lain seperti akurasi pesanan, kondisi barang saat tiba, dan kecepatan respons layanan pelanggan.

Fungsi utama dari sebuah service level agreement logistik adalah sebagai alat untuk mengelola ekspektasi dan menjamin kualitas. Bagi pelanggan, SLA memberikan jaminan bahwa mereka akan menerima layanan sesuai dengan standar yang telah dibayar. Sementara bagi penyedia jasa, SLA menjadi komitmen untuk memberikan performa terbaik sekaligus menjadi tolak ukur untuk evaluasi dan perbaikan internal secara berkelanjutan.

2. Mengapa Bisnis Logistik Perlu Menerapkan SLA?

Penerapan service level agreement dalam industri logistik merupakan keharusan strategis untuk bertahan dan bertumbuh di pasar yang ketat. Kebutuhan untuk standar layanan yang jelas ini didukung oleh regulasi nasional, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran, yang mengatur berbagai aspek pelayanan di sektor maritim termasuk SLA dalam pengiriman pelayaran.

Alasan utamanya adalah untuk menciptakan fondasi hubungan bisnis yang kuat dan terukur antara penyedia layanan dan klien. Tanpa SLA, ekspektasi sering kali tidak selaras, yang dapat memicu kesalahpahaman, kekecewaan, dan bahkan perselisihan yang merugikan kedua belah pihak.

Berikut beberapa alasan mengapa bisnis logistik perlu menerapkan SLA:

a. Menetapkan Ekspektasi dan Menjaga Kualitas Layanan

Salah satu peran dari SLA adalah untuk menetapkan ekspektasi yang jelas dan realistis sejak awal kemitraan. Dokumen ini secara eksplisit menyatakan apa yang akan diberikan oleh penyedia logistik dan apa yang dapat diharapkan oleh pelanggan, misalnya, waktu pengiriman maksimal 5 hari kerja atau tingkat akurasi pemenuhan pesanan 99%.

Ketika standar layanan telah didefinisikan dengan baik, penyedia jasa logistik memiliki acuan yang konkret untuk menjaga kualitas di setiap lini operasional. Ini membantu tim internal, mulai dari staf gudang hingga kurir, untuk bekerja dengan tujuan yang sama dan memahami pentingnya setiap metrik yang telah disepakati.

b. Meningkatkan Transparansi dan Membangun Kepercayaan

Transparansi adalah mata uang dalam bisnis modern, terutama di sektor logistik di mana klien mempercayakan aset berharga mereka. SLA menciptakan transparansi dengan mendokumentasikan semua aspek layanan, termasuk proses, tanggung jawab, dan metrik kinerja.

Ketika pelanggan mengetahui secara pasti bagaimana kinerja diukur dan apa konsekuensi dari kegagalan, mereka merasa lebih aman dan kepercayaan terhadap penyedia layanan meningkat secara signifikan. Kepercayaan yang terbangun melalui SLA yang transparan menjadi landasan bagi hubungan bisnis jangka panjang. Klien cenderung lebih loyal kepada mitra logistik yang terbuka mengenai kapabilitas dan keterbatasan mereka.

c. Sebagai Dasar Pengukuran Kinerja (Alat Monitoring)

Tanpa metrik yang jelas, mustahil untuk mengukur kinerja secara objektif. SLA menyediakan serangkaian key performance indicators (KPI) yang spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan berbatas waktu (SMART). KPI ini menjadi dasar untuk memonitor performa operasional secara rutin, seperti memantau persentase pengiriman tepat waktu atau waktu rata-rata penanganan keluhan.

Data yang terkumpul dari hasil monitoring ini sangat berharga bagi manajemen untuk melakukan evaluasi. Manajer dapat dengan mudah mengidentifikasi area mana yang sudah mencapai target dan area mana yang memerlukan perbaikan. Dengan demikian, SLA berubah dari sekadar dokumen perjanjian menjadi alat manajemen kinerja yang dinamis untuk pengambilan keputusan berbasis data.

d. Mitigasi Risiko dan Manajemen Masalah

Operasional logistik selalu dihadapkan pada berbagai risiko, mulai dari keterlambatan pengiriman, kerusakan barang, hingga kesalahan administrasi. SLA yang dirancang dengan baik akan mencakup klausul mengenai penanganan berbagai skenario masalah ini. Dengan menetapkan prosedur eskalasi dan resolusi, perusahaan dapat merespons insiden dengan lebih cepat dan terstruktur, meminimalkan dampak negatifnya.

Selain itu, SLA juga mendefinisikan konsekuensi dari ketidakpatuhan, seperti penalti finansial atau kompensasi layanan. Hal ini tidak hanya memberikan jaminan bagi klien, tetapi juga mendorong penyedia layanan untuk lebih proaktif dalam mitigasi risiko. Dengan adanya kerangka kerja yang jelas untuk manajemen masalah, sehingga potensi konflik dapat diredam sebelum berkembang menjadi sengketa yang lebih besar.

e. Menetapkan Akuntabilitas

SLA secara tegas membagi dan menetapkan tanggung jawab antara penyedia layanan dan klien. Dokumen ini menguraikan siapa yang bertanggung jawab atas setiap tahap dalam rantai pasok, mulai dari pengemasan barang oleh klien hingga pengantaran oleh penyedia jasa. Pembagian tanggung jawab yang jelas ini memastikan bahwa setiap pihak mengetahui perannya dan akuntabel atas kinerjanya.

Akuntabilitas ini berlaku secara internal maupun eksternal. Di dalam perusahaan logistik, setiap departemen atau individu dapat diukur kinerjanya berdasarkan metrik SLA yang relevan. Jika terjadi kegagalan layanan, SLA memudahkan untuk menunjuk pihak yang bertanggung jawab dan mengambil tindakan korektif yang sesuai, tanpa perlu perdebatan yang panjang dan tidak produktif.

f. Mendorong Peningkatan Berkelanjutan

SLA harus dievaluasi dan diperbarui secara berkala untuk tetap relevan dengan kebutuhan bisnis yang terus berubah. Proses evaluasi rutin ini menjadi motor penggerak untuk perbaikan berkelanjutan (continuous improvement). Dengan menganalisis data kinerja terhadap target SLA, perusahaan dapat mengidentifikasi tren, kelemahan sistematis, dan peluang untuk inovasi.

Misalnya, jika data menunjukkan bahwa keterlambatan sering terjadi pada rute tertentu, manajemen dapat menyelidiki penyebabnya dan mencari solusi, seperti mengubah rute atau mengganti moda transportasi. Siklus evaluasi dan perbaikan ini memastikan bahwa kualitas layanan tidak hanya terjaga, tetapi juga terus meningkat seiring waktu. Hal ini berguna untuk mempertahankan efisiensi dalam manajemen kargo logistik.

g. Meningkatkan Kepuasan Pelanggan

Tujuan utamanya yaitu meningkatkan kepuasan pelanggan. Ketika ekspektasi terpenuhi secara konsisten, layanan transparan, masalah ditangani dengan cepat, dan kualitas terus membaik, pelanggan akan merasa puas. Kepuasan pelanggan yang tinggi adalah fondasi dari loyalitas, retensi, dan promosi dari mulut ke mulut (word-of-mouth).

Pelanggan yang puas tidak hanya akan terus menggunakan jasa Anda, tetapi juga berpotensi menjadi duta merek Anda. Mereka akan merekomendasikan layanan Anda kepada jaringan bisnis mereka, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan bisnis. Oleh karena itu, investasi waktu dan sumber daya untuk merancang dan menerapkan SLA yang solid adalah investasi langsung untuk kepuasan dan loyalitas pelanggan.

3. Komponen Penting yang Umumnya Dicantumkan dalam SLA Logistik

Sebuah SLA logistik yang komprehensif dan efektif harus disusun dengan struktur yang jelas dan mencakup beberapa komponen esensial. Komponen-komponen ini berfungsi untuk memastikan tidak ada area abu-abu dan semua aspek layanan tercakup secara detail.

Berikut adalah elemen-elemen penting yang harus ada dalam setiap dokumen SLA logistik:

a. Ringkasan dan Deskripsi Perjanjian

Bagian ini berfungsi sebagai pendahuluan yang memberikan gambaran umum tentang perjanjian. Di dalamnya tercantum identitas pihak-pihak yang terlibat (penyedia layanan dan klien), tanggal efektif perjanjian, serta periode validitasnya. Selain itu, bagian ini juga harus menjelaskan tujuan utama dari SLA tersebut secara ringkas dan padat.

Deskripsi layanan yang diberikan juga harus diuraikan dengan jelas di sini. Ini mencakup cakupan layanan secara umum, misalnya layanan pengiriman domestik dari gudang ke ritel, atau layanan pergudangan dan pemenuhan pesanan. Tujuannya adalah untuk memberikan konteks sebelum masuk ke detail teknis pada bagian-bagian selanjutnya.

b. Metrik Kinerja (Standar Kinerja KPI)

Bagian ini harus merinci semua key performance indicators (KPI) yang akan digunakan untuk mengukur kinerja. Setiap KPI harus dijelaskan dengan metode pengukuran yang spesifik, target yang harus dicapai, dan frekuensi pelaporan (misalnya, harian, mingguan, atau bulanan).

Contoh metrik yang umum termasuk persentase pengiriman tepat waktu (on-time delivery), tingkat akurasi inventaris (inventory accuracy), waktu siklus pesanan (order cycle time), dan tingkat kerusakan barang. Penetapan KPI yang jelas dan terukur adalah kunci untuk evaluasi kinerja yang objektif dan adil bagi kedua belah pihak.

c. Hak dan Kewajiban

Komponen ini menguraikan secara detail tanggung jawab masing-masing pihak. Di sisi lain, kewajiban penyedia layanan mencakup penjemputan barang sesuai jadwal, menjaga keamanan barang selama transit, dan memberikan laporan kinerja secara berkala.

Bagian ini sangat penting untuk menghindari perselisihan di kemudian hari mengenai siapa yang bertanggung jawab atas suatu masalah. Dengan mendefinisikan hak dan kewajiban secara eksplisit, SLA memastikan akuntabilitas yang jelas. Ini menjadi sangat krusial ketika bekerja sama dengan mitra seperti penyedia 3PL logistik, di mana batasan tanggung jawab harus sangat terperinci.

d. Sanksi dan Penyelesaian Masalah (Resolusi)

SLA harus secara transparan menjelaskan apa yang terjadi jika standar layanan yang disepakati tidak terpenuhi. Bagian ini merinci jenis-jenis sanksi atau penalti, yang bisa berupa potongan biaya layanan, kredit layanan untuk periode berikutnya, atau bentuk kompensasi lainnya. Mekanisme sanksi yang adil akan mendorong penyedia layanan untuk selalu menjaga performa terbaiknya.

Selain sanksi, prosedur penyelesaian masalah juga harus ditetapkan. Ini mencakup langkah-langkah eskalasi jika terjadi perselisihan, mulai dari kontak level operasional hingga manajemen senior. Menetapkan alur resolusi yang terstruktur membantu menyelesaikan masalah dengan lebih efisien dan menjaga hubungan baik antara kedua pihak.

e. Penghentian Perjanjian

Setiap perjanjian bisnis harus memiliki klausul yang mengatur bagaimana perjanjian tersebut dapat diakhiri. Bagian ini menjelaskan kondisi-kondisi yang memungkinkan salah satu pihak untuk menghentikan kerja sama, seperti pelanggaran SLA yang berulang kali atau keadaan kahar (force majeure). Prosedur penghentian, termasuk periode pemberitahuan yang diperlukan, juga harus dijelaskan secara rinci.

Adanya klausul penghentian yang jelas memberikan jalan keluar yang terstruktur dan adil bagi kedua belah pihak jika kemitraan tidak lagi berjalan sesuai harapan. Ini melindungi kepentingan bisnis masing-masing pihak dan memastikan proses transisi atau penghentian layanan berjalan dengan lancar tanpa menimbulkan kerugian yang tidak perlu.

4. Contoh Metrik (KPI) yang Dicakup SLA dalam Ekspedisi

Metrik atau key performance indicators (KPI) adalah elemen kuantitatif yang menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah layanan logistik. Pemilihan KPI yang tepat sangat bergantung pada jenis layanan yang diberikan dan prioritas bisnis klien.

Berikut adalah beberapa contoh metrik yang paling umum digunakan dalam SLA di industri ekspedisi dan logistik:

a. Waktu Pengiriman

Waktu pengiriman atau sering disebut transit time adalah salah satu metrik paling fundamental dalam SLA dalam ekspedisi. Metrik ini mengukur durasi yang dibutuhkan sejak barang dijemput dari pengirim hingga tiba di lokasi penerima. Targetnya bisa bervariasi tergantung pada jenis layanan (misalnya, layanan ekspres 1 hari, layanan reguler 3-5 hari).

Pengukuran metrik ini harus didefinisikan dengan jelas, termasuk titik awal dan akhir perhitungan. Metrik ini sangat penting karena berdampak langsung pada kepuasan pelanggan akhir dan efisiensi rantai pasok. Dalam pengiriman internasional, faktor seperti durasi cost and freight juga bisa menjadi bagian dari perhitungan waktu total.

b. Ketepatan Waktu

Berbeda dengan waktu pengiriman, ketepatan waktu (on-time performance atau OTP) mengukur persentase pengiriman yang berhasil tiba sesuai dengan jadwal yang dijanjikan. Metrik ini biasanya dinyatakan dalam persentase, misalnya, target OTP 98%. Ini berarti dari 100 pengiriman, setidaknya 98 harus tiba dalam rentang waktu yang telah disepakati dalam SLA.

Ketepatan waktu adalah cerminan keandalan dan prediktabilitas layanan logistik. Bagi bisnis, terutama di sektor ritel dan manufaktur, pengiriman yang tepat waktu sangat krusial untuk menjaga kelancaran produksi dan ketersediaan stok. Kegagalan dalam memenuhi metrik ini dapat menyebabkan efek domino yang merugikan di sepanjang rantai pasok klien.

c. Tingkat Akurasi Pesanan

Metrik ini sangat relevan untuk layanan yang mencakup pemenuhan pesanan (order fulfillment), seperti yang disediakan oleh pusat distribusi atau penyedia 3PL. Tingkat akurasi pesanan mengukur seberapa sering pesanan yang dikirim benar-benar sesuai dengan permintaan pelanggan, baik dari segi jenis produk, jumlah, maupun spesifikasi lainnya. Targetnya biasanya sangat tinggi, seringkali di atas 99.5%.

Kesalahan dalam pemenuhan pesanan dapat menyebabkan biaya yang signifikan, termasuk biaya pengiriman kembali, biaya penggantian produk, dan yang terpenting, hilangnya kepercayaan pelanggan. Menjaga akurasi pesanan yang tinggi adalah prioritas utama. SLA harus merinci bagaimana akurasi diukur dan apa konsekuensi dari setiap kesalahan yang terjadi.

d. Tingkat Kerusakan atau Kehilangan

Metrik ini mengukur persentase barang yang mengalami kerusakan atau hilang selama proses transit dan penanganan. Dinyatakan sebagai rasio dari total barang yang dikirim, metrik ini mencerminkan kualitas penanganan barang dan keamanan dalam jaringan logistik. Target untuk metrik ini harus serendah mungkin, idealnya mendekati nol.

SLA harus secara jelas mendefinisikan apa yang dianggap sebagai kerusakan dan bagaimana proses klaim akan ditangani jika terjadi insiden. Menjaga tingkat kerusakan yang rendah tidak hanya mengurangi kerugian finansial tetapi juga menjaga reputasi perusahaan. Ini menunjukkan komitmen penyedia layanan terhadap keamanan dan integritas kargo yang dipercayakan oleh klien.

e. Waktu Respons Layanan Pelanggan

Logistik tidak hanya tentang pergerakan fisik barang, tetapi juga tentang komunikasi dan layanan pendukung. Metrik ini mengukur seberapa cepat tim layanan pelanggan merespons pertanyaan atau keluhan dari klien. Waktu respons dapat diukur untuk berbagai saluran, seperti telepon, email, atau chat, dengan target yang berbeda (misalnya, respons telepon dalam 30 detik, respons email dalam 2 jam).

Respons yang cepat dan efektif menunjukkan bahwa penyedia layanan peduli terhadap kliennya dan siap membantu menyelesaikan masalah. Ini sangat penting untuk membangun hubungan yang positif dan mengatasi masalah sebelum menjadi lebih besar. SLA harus menetapkan standar waktu respons yang jelas untuk memastikan konsistensi layanan.

f. Penanganan Klaim dan Kompensasi

Meskipun semua upaya pencegahan telah dilakukan, insiden seperti kerusakan atau kehilangan barang terkadang tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, SLA harus memiliki metrik yang mengatur efisiensi proses penanganan klaim. Ini bisa berupa waktu rata-rata untuk menyelesaikan klaim (claim resolution time) sejak laporan diterima hingga kompensasi dibayarkan.

Proses klaim yang transparan, cepat, dan adil adalah faktor kunci dalam mempertahankan kepercayaan pelanggan bahkan ketika terjadi masalah. Prosedur klaim yang terdefinisi dengan baik dalam SLA memberikan kepastian bagi klien bahwa mereka akan mendapatkan kompensasi yang layak tanpa birokrasi yang berbelit-belit.

5. Jenis-jenis Service Level Agreement (SLA) dalam Logistik

Jenis-jenis Service Level Agreement (SLA) dalam LogistikService level agreement tidak bersifat satu ukuran untuk semua ada berbagai jenis SLA yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik dari hubungan layanan. Dalam konteks logistik dan ekspedisi, SLA umumnya dapat dikategorikan menjadi tiga jenis utama.

Berikut beberapa jenis service level agreement dalam logistik:

a. SLA Internal

SLA internal adalah perjanjian yang dibuat di dalam satu organisasi, yaitu antara dua departemen atau tim yang berbeda. Meskipun tidak melibatkan klien eksternal, SLA jenis ini sangat penting untuk menjaga kelancaran operasional dan memastikan setiap bagian dari perusahaan bekerja secara sinergis. Tujuannya adalah untuk menetapkan standar kinerja antar-departemen.

Sebagai contoh, departemen pergudangan dapat memiliki SLA dengan departemen transportasi. SLA tersebut mungkin menetapkan bahwa tim gudang harus menyelesaikan proses pemuatan truk dalam waktu 2 jam setelah truk tiba. Ini memastikan bahwa departemen transportasi dapat memulai perjalanan mereka tepat waktu, yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketepatan waktu pengiriman kepada pelanggan akhir.

b. SLA Eksternal

Ini adalah jenis SLA yang paling umum dikenal, yaitu perjanjian antara perusahaan penyedia layanan (misalnya, perusahaan logistik) dan pelanggan eksternalnya. Seluruh pembahasan dalam artikel ini sebagian besar berfokus pada SLA eksternal. Perjanjian ini mencakup semua aspek layanan yang diberikan kepada klien dan menjadi dasar hukum dari kemitraan bisnis.

SLA eksternal merinci semua metrik kinerja yang relevan bagi pelanggan, seperti waktu pengiriman, akurasi pesanan, dan penanganan klaim. Tujuan utamanya adalah menjamin kualitas layanan yang diterima oleh pelanggan sesuai dengan apa yang telah disepakati dan dibayar. Dokumen ini sangat krusial untuk membangun kepercayaan dan menetapkan ekspektasi yang jelas dalam hubungan B2B (business-to-business).

c. SLA Spesifik Layanan

SLA spesifik layanan digunakan ketika satu penyedia memberikan berbagai jenis layanan kepada satu klien, di mana setiap layanan memiliki standar kinerja yang berbeda. Daripada membuat beberapa SLA terpisah, perusahaan dapat membuat satu perjanjian induk yang kemudian dilengkapi dengan lampiran SLA spesifik untuk setiap layanan. Ini membuat manajemen perjanjian menjadi lebih efisien.

Misalnya, sebuah perusahaan 3PL mungkin menyediakan layanan pergudangan, transportasi darat, dan pengiriman kargo udara untuk klien yang sama. Setiap layanan ini akan memiliki metrik dan target yang sangat berbeda. Dengan SLA spesifik layanan, perusahaan dapat mendefinisikan standar untuk setiap layanan secara terperinci dalam satu kerangka perjanjian yang terpadu.

6. SLA dalam Berbagai Aspek Logistik

Kompleksitas industri logistik berarti bahwa SLA harus disesuaikan untuk berbagai fungsi operasional yang berbeda. Standar kinerja untuk transportasi akan sangat berbeda dari standar untuk pergudangan. Oleh karena itu, penting untuk merancang SLA yang spesifik dan relevan untuk setiap aspek dalam rantai pasok.

Berikut adalah beberapa contoh SLA dalam berbagai aspek logistik:

a. SLA Transportasi

SLA untuk layanan transportasi adalah salah satu yang paling umum dan berfokus pada pergerakan barang dari satu titik ke titik lain. Metrik utama dalam SLA ini biasanya berkisar pada kecepatan dan keandalan. KPI seperti on-time pickup (ketepatan waktu penjemputan) dan on-time delivery (ketepatan waktu pengiriman) adalah yang paling krusial.

SLA transportasi juga dapat mencakup metrik lain seperti tingkat utilisasi kendaraan, kepatuhan terhadap rute yang ditentukan, dan kondisi barang saat tiba. SLA juga bisa menjadi lebih kompleks dengan menyertakan metrik terkait penanganan dokumen ekspor-impor dan waktu tunggu di pelabuhan. Pengelolaan biaya bongkar muat pelabuhan yang efisien juga bisa menjadi salah satu poin yang disorot dalam perjanjian ini.

b. SLA Pergudangan

Untuk layanan pergudangan atau warehousing, fokus SLA bergeser dari kecepatan transit ke akurasi dan efisiensi penanganan inventaris. Metrik utama di sini adalah inventory accuracy, yang mengukur kesesuaian antara catatan stok di sistem dengan jumlah fisik barang di gudang. Target untuk metrik ini harus sangat tinggi, seringkali di atas 99%.

KPI penting lainnya dalam SLA pergudangan termasuk order picking accuracy (akurasi pengambilan barang), dock-to-stock time (waktu yang dibutuhkan untuk menyimpan barang masuk ke lokasi rak), dan order cycle time (waktu dari pesanan diterima hingga siap dikirim). Efisiensi operasional gudang yang diukur melalui SLA ini berdampak langsung pada kemampuan perusahaan untuk memenuhi pesanan pelanggan.

c. SLA Pengiriman Mil Terakhir

Pengiriman mil terakhir (last-mile delivery) adalah tahap paling kritis dalam rantai pasok karena merupakan titik kontak langsung dengan pelanggan akhir. SLA untuk aspek ini sangat berfokus pada pengalaman pelanggan. Metrik utamanya adalah delivery success rate, yaitu persentase upaya pengiriman yang berhasil pada percobaan pertama.

Metrik lain yang tak kalah penting adalah proof of delivery (POD) turnaround time, yaitu kecepatan pengiriman bukti serah terima kepada pengirim, serta tingkat kepuasan pelanggan yang diukur melalui survei singkat setelah pengiriman. Kualitas layanan di tahap akhir ini menentukan persepsi pelanggan terhadap merek secara keseluruhan, sehingga standar dalam SLA last-mile harus sangat ketat dan berorientasi pada pelanggan.

Logistik

7. Cara Menerapkan SLA yang Efektif di Perusahaan Logistik

Merancang SLA membutuhkan implementasi yang efektif untuk benar-benar menuai manfaatnya. Proses penerapan SLA memerlukan perencanaan yang matang, komunikasi yang baik, dan komitmen dari semua pihak yang terlibat.

Berikut adalah langkah-langkah strategis untuk menerapkan SLA secara efektif di perusahaan logistik:

a. Komunikasi yang Jelas Sejak Awal

Langkah utamanya adalah memastikan semua pihak memiliki pemahaman yang sama tentang isi dan tujuan SLA. Ini dimulai dengan negosiasi yang terbuka dan jujur antara penyedia layanan dan klien untuk menyepakati setiap klausul. Hindari penggunaan jargon yang ambigu dan pastikan semua definisi, metrik, dan prosedur dijelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami.

SLA tersebut harus dikomunikasikan secara internal ke seluruh tim yang relevan, mulai dari tim penjualan, operasional, hingga layanan pelanggan. Setiap anggota tim harus memahami peran mereka dalam memenuhi target SLA. Pelatihan rutin dapat membantu memastikan bahwa standar yang ditetapkan dalam SLA menjadi bagian dari budaya kerja sehari-hari.

b. Pilih Metrik yang Relevan, Terukur, dan Realistis

Kualitas SLA sangat bergantung pada metrik yang dipilih. Penting untuk memilih KPI yang benar-benar mencerminkan aspek layanan yang paling penting bagi klien. Jangan terjebak untuk mengukur terlalu banyak hal, akan tetapi fokuslah pada beberapa metrik kunci yang paling berdampak.

Setiap metrik harus bersifat SMART (spesific, measureable, achievable, relevant, time-bound). Target yang ditetapkan harus realistis dan dapat dicapai berdasarkan kapabilitas operasional yang ada, namun tetap menantang untuk mendorong perbaikan. Misalnya, dalam menentukan waktu transit, pertimbangkan juga variabel eksternal seperti potensi keterlambatan pada proses biaya custom clearance yang mempengaruhi jadwal kirim.

c. Menggunakan Data dan Teknologi

Untuk memonitor kinerja terhadap SLA secara efektif penggunaan teknologi dapat membantu. Sistem manajemen transportasi (transportation management system– TMS) atau sistem manajemen gudang (warehouse management system – WMS) dapat secara otomatis melacak dan melaporkan sebagian besar KPI logistik.

Implementasi teknologi modern seperti software logistik ScaleOcean dapat membantu perusahaan memantau metrik SLA dengan presisi. Sistem ini menjamin kepatuhan SLA dengan fitur tracking shipment yang dapat melacak waktu ETA dengan akurat. Fitur custom clearance software ini membantu memvalidasi dan menstandardisasi dokumen ekspor atau impor. Dengan margin calculation perusahaan dapat menganalisis profit yang didapat.

d. Evaluasi dan Perbaikan Berkala

SLA harus menjadi dokumen yang hidup dan dievaluasi secara berkala. Jadwalkan pertemuan tinjauan kinerja (performance review) secara rutin dengan klien, misalnya setiap kuartal, untuk membahas pencapaian, tantangan, dan area yang memerlukan perbaikan.

Pertemuan ini adalah kesempatan untuk mendiskusikan apakah metrik yang ada masih relevan atau perlu disesuaikan dengan perubahan kebutuhan bisnis. Siklus evaluasi dan perbaikan berkelanjutan ini memastikan bahwa SLA tetap menjadi alat strategis yang mendorong peningkatan kualitas layanan. Keterbukaan untuk merevisi SLA menunjukkan komitmen penyedia layanan untuk beradaptasi dan bertumbuh bersama kliennya.

8. Tantangan dalam Menerapkan SLA di Industri Logistik

Meskipun manfaatnya sangat besar, penerapan dan pemeliharaan SLA di industri logistik tidak lepas dari tantangan. Kompleksitas operasional, ketergantungan pada pihak ketiga, dan berbagai variabel tak terduga dapat mempersulit pemenuhan komitmen yang tertuang dalam perjanjian.

Beberapa tantangan utama yang sering dihadapi oleh perusahaan logistik dalam mengelola SLA meliputi:

  • Ketergantungan pada pihak ketiga: Operasi sangat bergantung pada maskapai, pelayaran, dan bea cukai. Masalah atau keterlambatan dari pihak eksternal ini berada di luar kendali langsung, namun merusak target SLA.
  • Variabilitas dan faktor eksternal: Logistik rentan terhadap faktor tak terduga seperti cuaca buruk, kemacetan, atau perubahan regulasi pemerintah. Faktor eksternal ini sering menggagalkan janji SLA, meski perencanaan internal sudah matang.
  • Kesulitan dalam pengumpulan data yang akurat: Monitoring SLA butuh data tepat waktu dari berbagai titik. Tanpa sistem terintegrasi, pengumpulan data menjadi manual, memakan waktu, dan rentan terhadap kesalahan manusia (human error).
  • Menyeimbangkan standar tinggi dengan biaya operasional: Target SLA tinggi butuh investasi besar pada teknologi/SDM. Tantangannya adalah mencapai layanan kompetitif sambil tetap menjaga efisiensi dan profitabilitas biaya operasional.

9. Kesimpulan

SLA logistik adalah kontrak yang menetapkan standar kinerja layanan antara penyedia jasa dan klien, serta konsekuensinya. Ia membangun hubungan transparan, terukur, dan berbasis kepercayaan dengan pelanggan. SLA mendefinisikan standar kinerja dan menetapkan akuntabilitas. Menguasai implementasi SLA krusial untuk mengubah janji layanan menjadi komitmen yang dapat dipertanggungjawabkan.

Software logistik ScaleOcean dapat membantu untuk menjamin kepatuhan SLA. ScaleOcean berfokus pada akuntabilitas penuh (OTD & in-full) yang proaktif dan dapat memprediksi ETA dengan fitur tracking shipmentnya. Solusi ini juga menjamin akurasi data dengan modul custom clearance terintegrasi. Hal ini membantu perusahaan dalam menghasilkan laporan otomatis, memastikan transparansi dan minimalkan human error.

Memahami fungsi SLA dalam logistik yang tepat dapat membantu bisnis Anda mengintegrasi layanan pelanggan dan menjaga stabilitas bisnis logistik Anda. Jadwalkan demo gratis dan konsultasi dengan tim ahli kami untuk melihat bagaimana software ini dapat membantu Anda!

FAQ:

1. Apa itu SLA dalam logistik?

Perjanjian tingkat layanan (SLA) adalah kontrak pengalihdayaan dan vendor teknologi yang menguraikan tingkat layanan yang dijanjikan pemasok untuk diberikan kepada pelanggan. SLA menguraikan metrik, seperti waktu aktif, waktu pengiriman, waktu respons, dan waktu penyelesaian.

2. Bagaimana cara mengukur kinerja SLA?

1. Identifikasi KPI yang relevan.
2. Gunakan alat monitoring otomatis.
3. Buat laporan periodik.
4. Lakukan audit internal.
5. Feedback pelanggan.

3. Mengapa SLA penting?

Dengan SLA, pelanggan terlindungi dari layanan buruk, sementara penyedia layanan juga memiliki dasar hukum untuk mempertahankan diri jika muncul tuntutan yang tidak berdasar. Penyedia layanan yang mampu memenuhi atau bahkan melebihi standar SLA cenderung mendapatkan kepercayaan dan loyalitas pelanggan.

Jadwalkan Demo Gratis

Error message
Error message
Error message
Error message
Error message
Error message

Rekomendasi Artikel Terkait

Temukan Artikel Serupa untuk Solusi Bisnis Lebih Lengkap