Ekonomi Biru (Blue Economy): Definisi, Prinsip, serta Contoh

ScaleOcean Team
Posted on
Share artikel ini

Indonesia sebagai negara maritim terbesar, memiliki potensi ekonomi laut yang luar biasa. Namun, pengelolaan sumber daya laut yang tidak berkelanjutan menghambat pemanfaatannya secara maksimal, yang berdampak pada ekonomi dan lingkungan. Konsep blue economy muncul untuk mengelola sumber daya laut secara berkelanjutan dan mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian ekosistem.

Dalam industri logistik, tantangan utamanya adalah mengoptimalkan potensi laut tanpa merusak ekosistemnya. Keterbatasan infrastruktur dan teknologi yang belum optimal menghambat efisiensi logistik maritim, yang sangat mempengaruhi kinerja sektor ini.

Kebijakan blue economy memberikan solusi berkelanjutan bagi pelaku bisnis logistik untuk mengoptimalkan operasi mereka secara efisien dan ramah lingkungan. Artikel ini akan membahas bagaimana kebijakan ini diterapkan dalam industri logistik Indonesia dan bagaimana prinsip ekonomi biru dapat membawa perubahan positif bagi sektor ini.

starsKey Takeaways
  • Blue economy adalah pendekatan holistik yang mengintegrasikan pemanfaatan sumber daya laut dengan pembangunan ekonomi berkelanjutan, kesejahteraan sosial, dan kesehatan ekosistem.
  • Ekonomi biru berlandaskan enam prinsip utama keberlanjutan ekologis, efisiensi sumber daya, pertumbuhan ekonomi, inklusivitas sosial, inovasi, dan tata kelola yang baik.
  • Ekonomi biru membuka peluang besar bagi Indonesia, dengan logistik maritim sebagai kunci penggerak konektivitas dan daya saing nasional.
  • Tantangan ekonomi biru mencakup kesenjangan infrastruktur, kebutuhan investasi teknologi, dan kurangnya data yang akurat, meskipun potensinya besar.
  • Software logistik ScaleOcean memperkuat transformasi digital logistik maritim dalam ekonomi biru dengan menghadirkan efisiensi, transparansi, dan pengurangan pemborosan operasional.

Coba Demo Gratis!

requestDemo

1. Apa Itu Blue Economy (Ekonomi Biru)?

Blue Economy (ekonomi biru) adalah konsep pembangunan berkelanjutan yang memanfaatkan sumber daya laut secara inovatif dan bertanggung jawab. Konsep ini menekankan pentingnya keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan sosial.

Tujuan utama ekonomi biru adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan nelayan, tetapi juga menjaga kesehatan ekosistem laut serta membantu mitigasi perubahan iklim. Dengan demikian, setiap kegiatan ekonomi kelautan harus dirancang untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.

2. Prinsip Utama Ekonomi Biru

Ekonomi biru tidak dapat berjalan tanpa landasan prinsip yang kuat dan terintegrasi. Prinsip-prinsip ini berfungsi sebagai panduan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan dan aktivitas ekonomi di sektor kelautan selaras dengan tujuan keberlanjutan jangka panjang. Berikut adalah enam pilar fundamental yang menopang kerangka kerja ekonomi biru:

a. Keberlanjutan Ekologis

Prinsip keberlanjutan ekologis menempatkan perlindungan dan restorasi ekosistem laut sebagai prioritas utama. Semua kegiatan ekonomi harus dilakukan tanpa merusak keanekaragaman hayati, menjaga kualitas air, dan melindungi habitat penting seperti terumbu karang, mangrove, dan padang lamun.

Implementasi prinsip ini melibatkan praktik seperti penangkapan ikan yang bertanggung jawab, pengembangan pariwisata bahari yang ramah lingkungan, serta pencegahan polusi laut. Upaya ini penting untuk menjaga kesehatan laut, yang menjadi fondasi utama bagi keberhasilan ekonomi biru. Tanpa ekosistem sehat, potensi ekonomi laut tidak dapat tercapai dengan optimal.

b. Efisiensi Sumber Daya

Efisiensi sumber daya dalam ekonomi biru berarti memanfaatkan setiap komponen dari sumber daya kelautan dengan limbah minimal. Prinsip ini terinspirasi dari ekonomi sirkular, di mana produk sampingan atau limbah dari satu industri menjadi bahan baku bagi industri lain, mengoptimalkan nilai ekonomi dari setiap sumber daya laut.

Contohnya, limbah dari industri pengolahan ikan bisa diubah menjadi pakan ternak, pupuk organik, atau produk farmasi. Begitu juga, teknologi desalinasi air laut dapat mengekstrak mineral berharga sebagai produk sampingan. Pendekatan ini mendorong inovasi untuk menciptakan rantai nilai yang lebih panjang, efisien, dan ramah lingkungan.

c. Pertumbuhan Ekonomi

Ekonomi biru tidak menghentikan aktivitas ekonomi di laut, melainkan mengarahkannya menuju pertumbuhan yang cerdas, berkelanjutan, dan inovatif. Prinsip ini fokus pada pengembangan sektor-sektor kelautan dengan potensi pertumbuhan tinggi, seperti bioteknologi kelautan, energi terbarukan lepas pantai, dan farmasi berbasis sumber daya laut.

Pertumbuhan ekonomi melalui ekonomi biru juga mendorong diversifikasi dari sektor tradisional, seperti perikanan tangkap, ke akuakultur berkelanjutan dan pariwisata ekologis. Ini membantu mengurangi ketergantungan pada sektor tertentu dan membangun fondasi ekonomi yang lebih tangguh, sekaligus menciptakan sumber pendapatan baru yang mendukung pelestarian lingkungan.

d. Kesejahteraan Sosial dan Inklusivitas

Prinsip ini memastikan manfaat ekonomi dari sumber daya laut didistribusikan secara adil, terutama kepada masyarakat pesisir dan komunitas lokal yang bergantung pada laut. Ekonomi biru harus menciptakan lapangan kerja yang layak, meningkatkan pendapatan, dan memberdayakan kelompok rentan, menjadikan keadilan sosial bagian penting dari keberlanjutan.

Implementasinya meliputi kemitraan antara perusahaan besar dan nelayan kecil, pengembangan koperasi, serta penyediaan akses pendidikan dan layanan kesehatan. Selain itu, partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan pengelolaan sumber daya laut juga sangat penting. Pembangunan ekonomi biru harus memastikan tidak ada yang tertinggal.

e. Inovasi dan Teknologi

Teknologi dan inovasi berperan sebagai motor penggerak utama dalam prinsip ekonomi biru. Pemanfaatan teknologi canggih, seperti sensor remote, Internet of Things (IoT), dan kecerdasan buatan (AI), memungkinkan pengelolaan sumber daya laut yang lebih efisien dan berkelanjutan, serta transparansi yang lebih baik.

Inovasi juga penting dalam menciptakan solusi untuk tantangan lingkungan, seperti teknologi pembersih tumpahan minyak dan konversi sampah plastik laut menjadi produk bernilai. Investasi dalam riset dan pengembangan (R&D) akan membuka potensi baru dari lautan, mempercepat transisi menuju ekonomi yang lebih hijau dan biru.

f. Tata Kelola yang Baik (Good Governance)

Prinsip tata kelola yang baik menjadi fondasi yang mengikat semua prinsip ekonomi biru lainnya. Tata kelola ini mencakup kerangka hukum yang jelas, kebijakan yang mendukung, penegakan hukum yang efektif, serta transparansi dalam pengelolaan sumber daya laut, yang semuanya penting untuk mencapai tujuan ekonomi biru.

Pencapaian ini memerlukan kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil. Selain itu, kerja sama internasional juga vital, karena ekosistem laut tidak mengenal batas negara. Regulasi yang efektif dan terkoordinasi akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi berkelanjutan dan pengelolaan sumber daya laut yang adil.

Logistik

3. Ruang Lingkup Ekonomi Biru

Memahami ruang lingkup ekonomi biru sangat penting untuk mengidentifikasi peluang dan merumuskan strategi yang tepat. Cakupannya sangat luas, melintasi berbagai sektor industri yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan lautan dan pesisir. Berikut penjelasan terperincinya:

a. Sektor Kelautan

Ekonomi biru mencakup sektor-sektor ekonomi tradisional dan yang berkembang. Sektor tradisional meliputi perikanan tangkap, akuakultur, pariwisata bahari, serta transportasi laut dan jasa kepelabuhanan. Sektor-sektor ini menjadi tulang punggung ekonomi banyak negara maritim, termasuk Indonesia.

Selain itu, sektor baru dengan potensi besar seperti energi terbarukan laut, bioteknologi kelautan, dan penambangan mineral laut dalam semakin berkembang. Aktivitas seperti desalinasi air laut dan jasa ekosistem, seperti penyerapan karbon oleh mangrove, juga menjadi bagian dari ekonomi biru. Integrasi antar sektor ini akan memaksimalkan nilai tambah dan mendukung keberlanjutan.

b. Penerapan Berkelanjutan

Aspek kedua dari ruang lingkup ekonomi biru berfokus pada bagaimana setiap sektor dioperasikan. Ini bukan hanya tentang ‘apa’ yang dilakukan, tetapi juga ‘bagaimana’ agar selaras dengan prinsip keberlanjutan. Penerapan ini mengubah paradigma bisnis tradisional menjadi model yang lebih bertanggung jawab secara ekologis dan sosial.

Misalnya, dalam sektor perikanan, penerapan keberlanjutan berarti menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan dan menerapkan kuota untuk mencegah penangkapan berlebih. Di sektor transportasi laut, hal ini mencakup adopsi teknologi kapal yang lebih efisien dan rendah emisi. Penerapan berkelanjutan menjadi benang merah yang menghubungkan semua sektor dalam ekonomi biru.

4. Pentingnya Blue Economy bagi Bisnis Logistik Indonesia

Indonesia memiliki potensi maritim besar yang membuka peluang bagi bisnis logistik untuk berkembang secara berkelanjutan. Blue economy mendorong efisiensi, inovasi, dan tanggung jawab lingkungan dalam setiap aktivitas pengiriman. Dengan menerapkan prinsip ini, perusahaan dapat meningkatkan daya saing di pasar global.

Selain itu, pendekatan ekonomi biru membantu perusahaan memenuhi tuntutan konsumen dan mitra internasional terhadap praktik bisnis hijau. Perubahan ini tidak hanya menjaga ekosistem laut, tetapi juga memperkuat posisi perusahaan dalam rantai pasok yang lebih modern dan efisien. Berikut penjelasan lebih lengkapnya:

a. Peluang Bisnis Kelautan

Blue economy membuka peluang bagi perusahaan logistik di Indonesia untuk memperkuat distribusi hasil laut, perikanan, dan pariwisata bahari antarpulau. Meningkatnya permintaan pengiriman ramah lingkungan mendorong pengembangan layanan green shipping dan cold chain yang lebih efisien. Dengan demikian, pelaku logistik dapat menciptakan nilai tambah sekaligus mendukung keberlanjutan di sektor maritim.

Selain itu, pelaku logistik dapat berkolaborasi dengan koperasi nelayan dan pelaku industri kelautan untuk memperlancar rantai pasok nasional. Kemitraan ini meningkatkan akses pasar bagi produk laut daerah dan memperkuat peran Indonesia sebagai pusat logistik maritim di kawasan.

b. Efisiensi Operasional

Penerapan blue economy mendorong efisiensi operasional bagi bisnis logistik laut di Indonesia. Perusahaan dapat mengadopsi kapal hemat energi dan bahan bakar rendah emisi untuk menekan biaya pelayaran antarpulau. Optimalisasi rute pengiriman, terutama di jalur padat seperti Jawa-Sumatra dan wilayah timur Indonesia, juga membantu mempercepat distribusi serta mengurangi penggunaan energi.

Selain itu, digitalisasi pelabuhan dan penerapan konsep green port di pelabuhan seperti Belawan, Tanjung Priok, dan Makassar meningkatkan kelancaran arus barang. Modernisasi ini mengurangi waktu tunggu kapal dan mempercepat proses bongkar muat. Dengan langkah tersebut, perusahaan logistik dapat memberikan layanan yang lebih cepat, efisien, dan berkelanjutan.

c. Penguatan Rantai Pasok dan Reputasi

Keterlibatan dalam ekonomi biru memperkuat peran bisnis logistik dalam rantai pasok maritim. Ocean freight adalah layanan pengiriman melalui laut yang memegang peranan penting dalam distribusi antarpulau, terutama untuk menyalurkan hasil laut dari Indonesia timur ke pasar utama. Dengan cara ini, perusahaan turut mendorong pemerataan ekonomi dan pertumbuhan daerah pesisir.

Selain itu, penerapan prinsip blue economy juga meningkatkan citra perusahaan di mata pelanggan dan mitra bisnis. Komitmen terhadap keberlanjutan kini menjadi nilai pembeda di sektor logistik. Dengan reputasi positif, perusahaan lebih mudah membangun kepercayaan, menarik klien baru, dan memperluas jangkauan pasar.

5. Penerapan Blue Economy dalam Industri Logistik Indonesia

Penerapan Blue Economy dalam Industri Logistik Indonesia

Integrasi prinsip ekonomi biru ke dalam industri logistik maritim adalah langkah transformatif yang akan membentuk masa depan sektor ini. Ini bukan sekadar tentang memindahkan barang dari satu titik ke titik lain, tetapi melakukannya dengan cara yang meminimalkan jejak ekologis, memaksimalkan efisiensi, dan mendukung keberlanjutan sektor kelautan secara keseluruhan.

Berikut penerapannya:

a. Fokus pada Transportasi Laut Rendah Emisi

Industri perkapalan global merupakan kontributor utama emisi gas rumah kaca. Transisi menuju transportasi laut yang lebih hijau adalah pilar utama ekonomi biru dalam logistik, dengan fokus pada kapal berteknologi ramah lingkungan yang menggunakan bahan bakar alternatif dengan emisi lebih rendah.

Contohnya adalah penggunaan kapal LNG yang menggunakan Liquefied Natural Gas (LNG) sebagai bahan bakar dengan emisi lebih rendah. Pengembangan kapal bertenaga listrik, hidrogen, atau amonia hijau juga menjadi fokus riset global, membantu perusahaan logistik memenuhi regulasi emisi internasional yang ketat.

b. Peningkatan Efisiensi Logistik Kelautan

Efisiensi adalah kunci dalam logistik berkelanjutan. Penundaan, rute tidak optimal, atau kapasitas muatan yang tidak terpakai sepenuhnya menyebabkan pemborosan bahan bakar, emisi lebih tinggi, dan biaya lebih besar. Ekonomi biru mendorong optimalisasi proses logistik, mulai dari perencanaan muatan hingga operasional pelabuhan.

Ini bisa dicapai dengan manajemen pelabuhan yang lebih baik untuk mengurangi waktu sandar, penggunaan kapal kargo yang lebih efisien, dan perencanaan rute cerdas menggunakan data cuaca dan arus laut. Peningkatan konektivitas antar moda transportasi juga penting untuk rantai pasok yang lebih efisien.

c. Digitalisasi dan Inovasi dalam Rantai Pasok Maritim

Transformasi digital menjadi kunci utama bagi logistik yang efisien dan transparan. Dengan pemanfaatan platform digital, IoT, dan big data, proses pemantauan kargo secara real-time dan otomatisasi dokumentasi mampu mengurangi inefisiensi serta meminimalkan human error dalam operasional pengiriman.

Selain itu, teknologi seperti blockchain turut meningkatkan transparansi dan ketertelusuran dalam rantai pasok, terutama pada produk perikanan yang membutuhkan verifikasi asal tangkapan untuk mencegah praktik illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing. Inovasi digital ini membuat ekosistem logistik maritim semakin terhubung, responsif, dan akuntabel.

Sebagai langkah praktis untuk menerapkan digitalisasi tersebut, perusahaan dapat memanfaatkan solusi terintegrasi yang siap digunakan di sektor maritim. Software logistik ScaleOcean menawarkan sistem end-to-end untuk mengelola rantai pasok maritim dengan lebih efisien.

Teknologi yang dihadirkan mencakup optimalisasi pengiriman, pelacakan barang secara real-time, serta kemudahan manajemen kepabeanan yang membantu menekan biaya dan meningkatkan efisiensi operasional. Anda juga dapat mencoba demo gratis ScaleOcean terlebih dahulu agar lebih mudah menilai kesesuaiannya bagi kebutuhan bisnis Anda.

d. Logistik Berkelanjutan untuk Sektor Perikanan dan Akuakultur

Sektor perikanan dan akuakultur merupakan komponen vital ekonomi biru, namun sangat rentan terhadap kerusakan tanpa dukungan logistik yang tepat. Logistik berkelanjutan di sektor ini berfokus pada pemeliharaan kualitas produk dan ketertelusuran dari sumbernya. Infrastruktur rantai dingin yang andal, mulai dari kapal penangkap hingga fasilitas penyimpanan, sangat diperlukan.

Logistik yang baik dapat mengurangi tingkat kehilangan pascapanen, masalah besar di Indonesia. Sistem logistik yang transparan juga memastikan bahwa produk perikanan berasal dari sumber yang legal dan dikelola secara berkelanjutan. Hal ini penting untuk konservasi dan untuk memenuhi tuntutan konsumen global akan produk yang etis dan ramah lingkungan.

6. Contoh Penerapan Blue Economy di Indonesia

Inisiatif di Indonesia menunjukkan penerapan prinsip ekonomi biru dalam praktik. Contohnya, pengembangan pelabuhan ramah lingkungan yang mengurangi dampak ekologis melalui pengelolaan limbah dan penggunaan energi terbarukan, menunjukkan keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan.

Program tol laut juga mengatasi kesenjangan konektivitas antar pulau, menyediakan pengiriman barang lebih efisien dan terjangkau, serta mengurangi jejak karbon dengan kapal ramah lingkungan. Inisiatif ini mendukung pertumbuhan ekonomi pesisir.

Selain itu, inovasi kapal berbahan bakar LNG semakin berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Inovasi ini membantu sektor kelautan Indonesia memenuhi regulasi emisi internasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi biru yang berkelanjutan.

7. Tantangan Implementasi Blue Economy dalam Logistik

Tantangan Implementasi Blue Economy dalam Logistik

Meskipun memiliki potensi yang sangat besar, transisi menuju ekonomi biru dalam sektor logistik di Indonesia tidaklah mudah. Terdapat serangkaian tantangan kompleks yang perlu diatasi secara sistematis melalui kolaborasi antara pemerintah, industri, dan pemangku kepentingan lainnya. Berikut penjelasan terperinci:

a. Ambiguitas Definisi dan Kontradiksi Praktik

Perbedaan penafsiran antara “ekonomi kelautan” dan “ekonomi biru” sering kali membingungkan. Ekonomi kelautan fokus pada eksploitasi sumber daya laut untuk keuntungan, sementara ekonomi biru menekankan keberlanjutan dan keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan. Hal ini dapat menyebabkan “blue-washing” tanpa bukti yang jelas.

Selain itu, konflik antara aktivitas ekonomi dan kelestarian lingkungan, seperti pembangunan pelabuhan yang mengancam ekosistem mangrove, juga terjadi. Menemukan keseimbangan ini membutuhkan perencanaan tata ruang laut yang berbasis ilmu pengetahuan dan pedoman yang jelas.

b. Kesenjangan Infrastruktur Logistik

Kesenjangan infrastruktur logistik maritim di Indonesia tercermin dari penurunan kinerja logistik nasional secara keseluruhan. Menurut data Logistics Performance Index (LPI) 2023 yang dirilis oleh Bank Dunia, peringkat logistik Indonesia merosot dari posisi 46 pada tahun 2018 menjadi peringkat 61 pada tahun 2023.

Penurunan ini mengindikasikan bahwa infrastruktur logistik maritim di Indonesia masih menghadapi kesenjangan, terutama antara wilayah barat dan timur. Banyak pelabuhan di luar Jawa yang belum memiliki kapasitas dan fasilitas memadai untuk menangani kargo secara efisien. Keterbatasan infrastruktur pendukung, seperti akses jalan dan fasilitas rantai dingin, juga menjadi kendala utama.

Kesenjangan ini menghambat konektivitas dan meningkatkan biaya logistik, terutama untuk produk perikanan dan kelautan dari daerah terpencil. Mengatasi ketimpangan infrastruktur memerlukan investasi besar dan perencanaan strategis jangka panjang dari pemerintah. Tanpa konektivitas yang merata, potensi ekonomi biru di seluruh nusantara tidak akan teroptimalkan.

c. Kebutuhan Investasi dan Teknologi

Transisi menuju logistik yang lebih hijau dan efisien memerlukan adopsi teknologi baru yang sering kali padat modal. Investasi besar diperlukan untuk membeli kapal rendah emisi, mengimplementasikan sistem digital di pelabuhan, atau membangun fasilitas cold storage modern, yang menjadi penghalang bagi banyak perusahaan logistik, terutama skala kecil dan menengah.

Untuk itu, skema insentif dari pemerintah, seperti keringanan pajak atau fasilitas pinjaman lunak, sangat diperlukan untuk mendorong investasi dalam teknologi hijau. Kolaborasi antara sektor publik dan swasta (public-private partnership) juga dapat menjadi solusi untuk membiayai proyek infrastruktur logistik berkelanjutan yang besar. Tanpa dukungan finansial, adopsi teknologi akan berlangsung lambat.

d. Tantangan Data dan Keahlian

Keputusan yang efektif dalam ekonomi biru bergantung pada data yang akurat dan komprehensif, mulai dari data oseanografi hingga lalu lintas kapal. Sayangnya, Indonesia masih menghadapi keterbatasan dalam pengumpulan dan integrasi data kelautan, yang menyulitkan perencanaan logistik dan pengelolaan sumber daya berbasis bukti.

Selain itu, kesenjangan keahlian juga menjadi tantangan utama. Dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang kompeten di bidang logistik maritim modern, teknologi digital, dan manajemen keberlanjutan. Peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi di bidang kelautan dan logistik menjadi langkah mendesak untuk mengatasi kesenjangan ini.

8. Kesimpulan

Blue economy menawarkan visi transformatif bagi Indonesia dengan menjadikan laut sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Konsep ini menuntut pengelolaan yang menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi, kelestarian ekosistem, dan kesejahteraan sosial masyarakat pesisir.

Dalam konteks tersebut, logistik maritim berperan penting karena menghubungkan rantai pasok antar wilayah. Efisiensi, transparansi, dan pengurangan pemborosan energi menjadi kunci agar operasional logistik selaras dengan prinsip ekonomi biru, termasuk melalui rute pelayaran yang lebih optimal dan proses yang lebih minim emisi serta biaya.

Untuk mendukung hal ini, software logistik ScaleOcean bekerja dengan mengoptimalkan rute pengiriman, memantau pergerakan barang secara real-time, dan mendigitalkan proses kepabeanan agar lebih efisien dan hemat sumber daya. Pendekatan ini membantu bisnis menjalankan operasional yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Anda dapat mencoba demo gratis ScaleOcean untuk menilai kesesuaiannya dengan kebutuhan bisnis Anda.

FAQ:

1. Apa bedanya green economy dan blue economy?

Green Economy fokus pada pengelolaan sumber daya secara umum, sementara Blue Economy berfokus pada pengelolaan sumber daya laut secara berkelanjutan.

2. Apa saja contoh kegiatan ekonomi biru?

Contoh ekonomi biru meliputi penangkapan ikan berkelanjutan, yang mendorong praktik tangkap ikan yang bertanggung jawab untuk melindungi ekosistem laut dan mengurangi penangkapan sampingan.

3. Berapa proyeksi pertumbuhan ekonomi biru?

Proyeksi ekonomi biru diperkirakan mencapai USD 3 triliun pada 2030, dengan sektor bawah laut global tumbuh dari 50 miliar euro menjadi 140 miliar euro per tahun pada 2035.

Jadwalkan Demo Gratis

Error message
Error message
Error message
Error message
Error message
Error message

Rekomendasi Artikel Terkait

Temukan Artikel Serupa untuk Solusi Bisnis Lebih Lengkap