Audrey
AudreyBalasan dalam 1 menit
Halo 👋

Hubungi kami untuk mengetahui bagaimana konsultan kami membantu perusahaan anda atau jadwalkan demo gratis dengan tim kami!
Informasi Bisnis Inventaris Solusi Bisnis

Contoh Perhitungan FIFO dan Solusi dalam Akuntansi Persediaan

3 Min Read     Posted on 13 Apr 2023

Share Artikel

Salah satu teknik pengendalian persediaan yang sering digunakan oleh berbagai perusahaan adalah metode FIFO (First In, First Out). Cara penyimpanan manajemen gudang ini mengasumsikan bahwa barang atau bahan yang pertama kali masuk ke dalam persediaan akan menjadi yang pertama kali dijual atau digunakan. 

FIFO banyak digunakan karena dapat membantu mengurangi risiko barang kedaluwarsa sekaligus meningkatkan keuntungan. Ketika menggunakan metode ini, perusahaan harus menempatkan barang yang baru masuk di belakang barang yang sudah ada di rak, sehingga produk yang pertama kali masuk akan menjadi yang pertama kali keluar. 

Selain itu, juga dapat membantu perusahaan dalam memperkirakan nilai persediaan akhir secara akurat. Dalam artikel ini, kita akan membahas seluk beluk metode penyimpanan barang di gudang ini mulai dari cara menghitung, contoh perhitungan FIFO dalam berbagai kondisi, serta solusinya dalam akuntansi persediaan.

1. Solusi dalam Akuntansi Persediaan

Manajemen gudang dengan metode FIFO dapat membantu perusahaan dalam mengelola persediaan dengan lebih baik. Cara ini juga dapat membantu bisnis Anda menghindari kerugian yang diakibatkan oleh barang kedaluwarsa atau usang, serta meningkatkan keuntungan dengan mengoptimalkan harga jual barang.

Namun, perusahaan perlu memperhatikan beberapa hal saat menggunakan metode FIFO. Salah satunya adalah mengikuti aturan yang berlaku dalam akuntansi persediaan. Anda harus melakukan pencatatan dengan benar, mencatat harga pembelian barang, jumlah produk yang masuk dan keluar, serta nilai persediaan akhir. Hal ini penting untuk membantu memperkirakan laba dan rugi, serta menghasilkan laporan keuangan yang akurat.

Selain itu, perusahaan juga harus memperhatikan rotasi barang dengan baik. Barang yang sudah lama tersimpan di persediaan harus dijual atau digunakan lebih dulu dibandingkan dengan barang baru yang masuk. Hal ini akan membantu meminimalkan risiko barang rusak atau usang.

2. Rumus Perhitungan FIFO

Pada metode FIFO, barang yang pertama kali masuk ke persediaan dianggap sebagai barang yang pertama kali dijual. Oleh karena itu, harga barang yang pertama kali masuk harus digunakan untuk menghitung biaya barang yang dijual. Pada dasarnya, rumus perhitungannya sangat sederhana, yaitu:

  • Biaya Barang yang Dijual = (Jumlah Barang yang Dijual) x (Harga Barang Pertama Kali Masuk)
  • Nilai Persediaan Akhir = (Jumlah Barang yang Tersisa) x (Harga Barang Terakhir Kali Masuk)

Nah, perusahaan juga harus memperhatikan beberapa hal yang dapat mempengaruhi perhitungan FIFO, seperti diskon, barang yang ditukar, dan kenaikan harga. Dalam kasus-kasus tersebut, perusahaan harus membuat catatan khusus dan memperhatikan harga barang dengan baik untuk memastikan perhitungan yang akurat.

Dalam hal diskon, perusahaan harus menghitung biaya barang yang dijual dengan potongan harga, sedangkan dalam hal barang yang ditukar, Anda harus mengambil nilai barang yang baru untuk perhitungan FIFO. Sedangkan dalam kasus kenaikan harga, pertimbangkan harga barang terbaru dan pastikan bahwa persediaan tercatat dengan harga yang tepat. Dengan menerapkan metode yang benar dan memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perhitungan, Anda dapat mengoptimalkan pengendalian persediaan dan meningkatkan keuntungan.

3. Contoh Perhitungan FIFO

Setelah mengetahui solusi dan rumus perhitungan FIFO, selanjutnya kami akan memberikan contoh kasus dan cara menghitungnya secara detail. Contoh ini nantinya dapat membantu perusahaan dalam memperhitungkan biaya barang yang dijual dan nilai persediaan akhir yang ada di gudang. Selain itu, pahami juga bagaimana contoh perhitungan FIFO diaplikasikan pada kasus-kasus tertentu, seperti diskon, barang yang ditukar, dan kenaikan harga. Sehingga, Anda dapat lebih memahami bagaimana perhitungan pada situasi yang berbeda-beda.

a. Barang yang Dijual dan Persediaan Akhir

Untuk menghitung biaya barang yang dijual dan nilai persediaan akhir dengan metode FIFO, kita akan mengikuti urutan penerimaan barang. Mari kita lihat contoh kasus berikut. Pengiriman pertama terdiri dari 100 unit barang dengan harga Rp10.000 per unit, lalu yang kedua terdiri dari 200 unit barang dengan harga Rp12.000 per unit, dan pengiriman ketiga berisi 150 unit dengan harga masing-masingnya Rp13.000. Dalam bulan Januari, perusahaan menjual total 280 unit barang. Maka, biaya barang yang dijual dapat dihitung sebagai berikut:

  • Pertama, kita akan mengambil semua 100 unit dari pengiriman pada tanggal 1 Januari, biaya barang yang dijual dari pengiriman pertama adalah:
    100 unit x Rp10.000 = Rp1.000.000
  • Sisa unit yang perlu diambil dari pengiriman 10 Januari, biaya penjualannya adalah:
    280 unit - 100 unit = 180 unit
    180 unit x Rp12.000 = Rp2.160.000
  • Jadi, total biaya persediaan yang dijual: 
    Rp1.000.000 (pengiriman pertama) + Rp2.160.000 (pengiriman kedua) = Rp3.160.000
  • Lalu, bagaimana cara menghitung persediaan akhir? Caranya adalah dengan menghitung total harga dari barang yang terakhir kali dikirimkan, yaitu pengiriman pada tanggal 20 Januari.
    150 unit x Rp13.000 = Rp1.950.000

b. Kasus Persediaan yang Berubah-Rubah

Contoh perhitungan FIFO yang telah dijelaskan di atas cukup sederhana karena hanya melibatkan tiga pengiriman barang yang berbeda. Namun, dalam kenyataannya, persediaan barang di dalam perusahaan dapat berubah-rubah dalam jumlah dan harga. Berikut adalah contoh perhitungan FIFO dalam kasus persediaan yang mengalami perubahan:

Kasusnya adalah Anda melakukan pengadaan sebanyak 100 unit barang di tanggal 1 Januari dengan harga Rp10.000 per unit. Ternyata pada tanggal 10 Januari, Anda membeli lagi sebanyak 200 unit dengan masing-masing harganya Rp12.000. Adanya lonjakan permintaan mengharuskan Anda melakukan purchasing pada 20 Januari sebesar 15 unit dengan harga Rp13.000 per barang. 

Pada bulan Februari Anda melakukan procurement sebanyak 3 kali yaitu, tanggal 1 sebanyak 50 unit @ Rp14.000 per unit, tanggal 10 sebesar 100 unit @ Rp12.500 per unit, dan tanggal 20 sebanyak 200 unit @ Rp13.500 per unit. Dalam bulan Januari dan Februari, perusahaan menjual total 500 unit barang. Jadi bagaimana cara perhitungannya?

  • Pertama, kita akan mengambil semua 100 unit dari pengiriman 1 Januari, biaya barang yang dijual dari pengiriman pertama:
    100 unit x Rp10.000 = Rp1.000.000
  • Kedua, kita akan mengambil semua 200 unit dari pengiriman kedua, sisa unit yang perlu diambil adalah:
    500 unit - 100 unit = 400 unit
    200 unit x Rp12.000 = Rp2.400.000
  • Ketiga, kita akan mengambil 50 unit dari pengiriman 20 Januari dengan harga Rp13.000 dan 150 unit dari pengiriman keempat dengan harga Rp14.000:
    50 unit x Rp13.000 = Rp650.000
    150 unit x Rp14.000 = Rp2.100.000
  • Total biaya persediaan yang dijual:
    Rp1.000.000 + Rp2.400.000 + Rp650.000 + Rp2.100.000 = Rp6.150.000
  • Terakhir, nilai persediaan akhir dihitung dengan harga barang terakhir kali masuk, jadi:
    50 unit x Rp13.500 = Rp675.000 (dari pengiriman kelima)
    50 unit x Rp14.000 = Rp700.000 (dari pengiriman keempat)
    Total persediaan akhir: Rp675.000 + Rp700.000 = Rp1.375.000

c. Barang Diskon

Misalkan Anda beli 100 unit barang pada tanggal 15 Januari dengan harga Rp10.000 per unit. Pada tanggal 25 Januari, pemasok memberikan diskon 10% pada 50 unit barang. Kemudian, pada tanggal 30 Januari, perusahaan membeli 150 unit barang dengan harga Rp12.000 per unit. Pada bulan Januari, perusahaan menjual total 200 unit barang.

  • Pertama, kita akan mengambil 50 unit barang dengan harga diskon dari pengiriman pertama:
    50 unit x Rp9.000 (diskon 10%) = Rp450.000
  • Sisa unit yang perlu diambil dari pengiriman pertama:
    100 unit - 50 unit = 50 unit
  • Kedua, kita akan mengambil semua 150 unit dari pengiriman ketiga:
    150 unit x Rp12.000 = Rp1.800.000
  • Total biaya barang yang dijual:
    Rp450.000 + Rp1.800.000 = Rp2.250.000
  • Ketiga, kita akan menghitung nilai persediaan akhir dengan harga barang terakhir kali masuk:
    50 unit x Rp12.000 = Rp600.000 (dari pengiriman ketiga)
    100 unit x Rp12.000 = Rp1.200.000 (dari pengiriman ketiga)
    Total nilai persediaan akhir: Rp600.000 + Rp1.200.000 = Rp1.800.000

d. Kasus Barang yang Ditukar

Contohnya, perusahaan membeli 100 unit barang pada tanggal 1 Januari dengan harga Rp10.000 per unit. Pada tanggal 15 Januari, perusahaan menukar 50 unit barang dengan harga Rp12.000 per unit. Kemudian, pada tanggal 25 Januari, bisnis Anda membeli 150 unit barang dengan harga Rp13.000 per unit. Pada bulan Januari, perusahaan menjual total 200 unit barang.

  • Kita akan mengambil semua 100 unit dari pengiriman pertama:
    100 unit x Rp10.000 = Rp1.000.000
  • Sisa unit yang perlu diambil dari pengiriman kedua:
    200 unit - 100 unit = 100 unit
    100 unit - 50 unit = 50 unit
    50 unit x Rp12.000 = Rp600.000
  • Ketiga, kita akan mengambil semua 100 unit dari pengiriman ketiga:
    100 unit x Rp13.000 = Rp1.300.000
  • Total biaya barang yang dijual:
    Rp1.000.000 + Rp600.000 + Rp1.300.000 = Rp2.900.000
  • Nilai persediaan akhir:
    50 unit x Rp13.000 = Rp650.000 (dari pengiriman ketiga)

e. Kenaikan Harga

Misalkan perusahaan membeli 100 unit barang pada tanggal 10 Januari dengan harga Rp10.000 per unit. Pada tanggal 20 Januari, perusahaan membeli 200 unit barang dengan harga Rp12.000 per unit. Pada tanggal 25 Januari, harga barang naik menjadi Rp15.000 per unit, dan perusahaan membeli tambahan 150 unit barang. Pada bulan Januari, perusahaan menjual total 250 unit barang.

  • Cara pertama, Anda harus mengambil 100 unit dari pengiriman pertama, jadi biaya barang yang dijual Adalah:
    100 unit x Rp10.000 = Rp1.000.000
  • Lalu, Anda perlu tambahan 200 unit dari pengiriman berikutnya:
    250 unit - 100 unit = 150 unit
    200 unit x Rp12.000 = Rp2.400.000
  • Terakhir, Anda akan mengambil 50 unit dari pengiriman ketiga dengan harga lama dan 100 unit dari pengiriman keempat dengan harga baru:
    50 unit x Rp12.000 = Rp600.000
    100 unit x Rp15.000 = Rp1.500.000
  • Total biaya barang yang dijual:
    Rp1.000.000 + Rp2.400.000 + Rp600.000 + Rp1.500.000 = Rp5.500.000
  • Lalu, hitung nilai persediaan akhir dengan harga barang terakhir kali masuk:
    50 unit x Rp15.000 = Rp750.000 (dari pengiriman keempat)
    100 unit x Rp15.000 = Rp1.500.000 (dari pengiriman keempat)
    Total nilai persediaan akhir: Rp750.000 + Rp1.500.000 = Rp2.250.000

4. Kesimpulan

Metode FIFO merupakan salah satu metode pengendalian persediaan yang paling sering digunakan oleh perusahaan. Metode ini mengasumsikan bahwa barang yang pertama kali masuk ke dalam persediaan akan menjadi yang pertama kali dikeluarkan. Dalam penerapannya, Anda harus memperhatikan perputaran barang dengan baik dan melakukan pencatatan persediaan dengan benar.

Dalam artikel ini, kita telah membahas rumus perhitungan, contoh perhitungan FIFO, serta solusinya dalam akuntansi persediaan. Dengan memahami metode ini dan menerapkannya dengan benar, perusahaan dapat mengelola persediaan dengan lebih baik, meminimalkan risiko kerugian, dan meningkatkan keuntungan.

Dapatkan update konten terbaik kami
secara rutin di Inbox Anda!

Dapatkan
Demo Gratis

Sampaikan kebutuhan bisnis Anda dan konsultasikan dengan tim ahli kami.

REKOMENDASI

Artikel Terkait

Pelajari Jenis Hotel Berdasarkan 3 Kategori Berikut

  May 14, 2024        3 Min Read

Pelajari Jenis Hotel Berdasarkan 3 Kategori Berikut

7 Contoh Kegiatan Operasional Perusahaan Manufaktur

  May 14, 2024        3 Min Read

7 Contoh Kegiatan Operasional Perusahaan Manufaktur

Sea Shipping Rates: Arti, Jenis, dan Cara Hitungnya

  May 14, 2024        3 Min Read

Sea Shipping Rates: Arti, Jenis, dan Cara Hitungnya

REKOMENDASI

Artikel Terkait