Biaya inventory adalah istilah yang seringkali terdengar dalam lingkup warehouse management. Agar biaya inventory gudang tetap stabil, bisnis perlu mengetahui cara untuk menekan biaya inventory tanpa mengurangi kualitas barang dan fungsi gudang. Pengelolaan inventory tidak hanya meliputi penyimpanan barang di gudang, tetapi juga tentang cara mengoptimalkan biaya dan efisiensi operasional.
Dengan mengintegrasikan sistem warehouse management yang efektif, perusahaan Anda dapat mengurangi pengeluaran yang tidak diperlukan dan meningkatkan angka keuntungan.
Artikel ini akan membahas secara detail tentang biaya biaya inventory, berbagai metode penghitungannya, dan strategi-strategi efektif untuk menekan biaya-biaya inventory ini.
1. Apa itu Biaya Inventory
Biaya inventory adalah semua biaya yang terkait dengan penyimpanan dan pengelolaan persediaan barang dalam suatu perusahaan. Biaya inventory mencakup berbagai aspek seperti biaya penyimpanan, biaya modal yang diinvestasikan dalam inventory, biaya asuransi, dan biaya kerusakan barang. Selain itu, biaya inventory juga meliputi biaya operasional gudang, seperti tenaga kerja, utilitas, dan pengelolaan data inventory.
Pengelolaan yang cermat terhadap biaya inventory sangat penting untuk operasional bisnis yang efisien. Tujuan pengelolaan biaya inventory adalah untuk mencapai keseimbangan antara memiliki cukup persediaan agar dapat memenuhi permintaan pelanggan. Selain itu, pengelolaan yang cermat juga dapat mengurangi biaya yang tidak diperlukan yang dapat mengurangi margin keuntungan.
2. Metode Biaya Inventory dan Cara Hitungnya
Dalam pengelolaan inventory, terdapat beberapa metode penilaian biaya yang umum digunakan oleh perusahaan untuk mencatat dan mengelola biaya persediaan mereka. Berikut ini adalah metode-metode yang umum digunakan.
a. First In, First Out (FIFO)
Metode First-In, First-Out (FIFO) adalah sebuah pendekatan dalam akuntansi persediaan yang mengasumsikan bahwa barang yang pertama kali masuk adalah yang pertama kali dijual. Metode ini sering digunakan di industri dimana produknya memiliki tanggal kedaluwarsa, seperti makanan dan obat-obatan karena dapat membantu memastikan bahwa barang lama sudah digunakan sebelum mengeluarkan barang baru.
Dalam kondisi harga yang meningkat, FIFO biasanya menunjukkan keuntungan yang lebih tinggi pada laporan keuangan karena barang yang biayanya lebih rendah (karena dibeli lebih awal) dihitung sebagai biaya barang yang terjual. Berikut adalah rumus metode FIFO.
Contoh penggunaan FIFO: Sebuah toko kelontong membeli 100 liter susu pada tanggal 1 Juni dengan harga Rp10.000 per liter, dan kemudian membeli lagi 100 liter pada tanggal 15 Juni dengan harga Rp12.000 per liter. Jika toko ini menjual 150 liter susu, menurut metode FIFO, 100 liter pertama akan diambil dari pembelian 1 Juni dan 50 liter berikutnya dari pembelian 15 Juni. Biaya barang yang terjual akan dihitung berdasarkan harga pembelian yang lebih lama tersebut, yaitu Rp10.000 per liter untuk 100 liter pertama dan Rp12.000 per liter untuk 50 liter kedua.
b. Last In, First Out (LIFO)
Metode Last-In, First-Out (LIFO) adalah pendekatan akuntansi yang digunakan untuk menilai persediaan, dimana barang yang terakhir kali masuk adalah yang pertama kali dijual. Metode ini seringkali digunakan ketika ekonomi sedang mengalami inflasi, dimana harga barang cenderung meningkat seiring waktu.
Melalui asumsi bahwa barang yang paling mahal, yaitu yang terakhir dibeli, adalah barang yang pertama dijual,
LIFO seringkali menunjukkan biaya yang lebih tinggi dan keuntungan yang lebih rendah pada periode tersebut, yang dapat membantu mengurangi beban pajak. Berikut merupakan rumus dari metode LIFO.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan memiliki stok barang A yang dibeli pada bulan Januari seharga Rp10.000 per unit, lalu membeli lagi di bulan Februari seharga Rp12.000 per unit. Jika perusahaan tersebut menjual satu unit barang A pada bulan Maret dan menggunakan metode LIFO, biaya barang yang terjual akan dihitung menggunakan harga pembelian terakhir, yaitu Rp12.000. Ini berbeda dengan metode lain seperti FIFO, yang akan menggunakan harga Rp10.000 dari pembelian pertama.
c. Weighted Average Cost (WAC)
Metode Weighted Average Cost (WAC) adalah teknik penilaian persediaan yang menghitung biaya rata-rata dari semua unit barang yang tersedia untuk dijual selama periode tertentu. Metode ini melibatkan penjumlahan total biaya semua barang yang dibeli atau diproduksi, kemudian membaginya dengan total jumlah barang.
Hasilnya adalah harga per unit rata-rata yang digunakan untuk menilai biaya barang yang terjual serta nilai persediaan yang tersisa. Dibawah ini adalah rumus untuk menghitung jumlah weighted average cost.
Contoh penerapannya: Sebuah perusahaan membeli 100 unit produk pada harga Rp10.000 per unit pada awal bulan dan membeli 200 unit lagi pada harga Rp15.000 per unit di pertengahan bulan. Biaya total adalah (100 unit x Rp10.000) + (200 unit x Rp15.000) = Rp1.000.000 + Rp3.000.000 = Rp4.000.000. Total unit yang tersedia adalah 300 unit. Dengan demikian, biaya rata-rata per unit adalah Rp4.000.000 / 300 unit = Rp1.333.000 per unit. Jadi, harga
Rp1.333.000 ini akan digunakan untuk menghitung biaya barang yang terjual dan nilai persediaan yang tersisa pada akhir periode.
3. Cara Menekan Biaya Inventory
Menekan biaya inventory adalah salah satu cara efektif untuk meningkatkan efisiensi operasional dan keuangan dalam bisnis. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk mengurangi biaya inventory.
a. Melakukan Prediksi Permintaan
Menggunakan teknologi analisis data lanjutan dapat mempermudah perusahaan untuk memprediksi tren penjualan secara lebih akurat. Dengan prediksi yang lebih tepat, perusahaan bisa mengurangi kelebihan atau kekurangan stok, sehingga bisa menghemat biaya penyimpanan dan mencegah penurunan angka penjualan. Alat peramalan yang canggih juga membantu dalam penyesuaian produksi yang lebih dinamis, menyesuaikan pasokan dengan permintaan aktual.
b. Menerapkan Sistem Inventory yang Efektif
Sistem manajemen inventory yang terintegrasi, seperti WMS, dapat meningkatkan efisiensi kegiatan operasional gudang. Sistem ini mengotomatiskan pencatatan stok, memperbaiki akurasi, dan mengurangi human error, yang pada akhirnya menurunkan biaya operasional dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.
c. Mengoptimalkan Tata Letak Gudang
Menata ulang tata letak gudang dapat meningkatkan nilai guna gudang. Hal tersebut dapat mengurangi waktu dan tenaga untuk kegiatan pengambilan dan penempatan barang. Investasi dalam teknologi seperti otomatisasi dan robotik juga dapat mengurangi biaya tenaga kerja dan meningkatkan kecepatan operasi, sehingga dapat meningkatkan keuntungan kompetitif yang signifikan dalam manajemen inventory.
d. Menggunakan Metode Just-In-Time (JIT)
Metode JIT mengurangi kebutuhan penyimpanan jangka panjang dengan memfasilitasi produksi dan pembelian berdasarkan kebutuhan aktual.
Metode ini mengurangi biaya penyimpanan dan menurunkan risiko kerusakan produk. Ini membuat bisnis menjadi lebih responsif terhadap perubahan pasar.
4. Kesimpulan
Memahami biaya inventory adalah hal yang dapat membantu bisnis dalam menciptakan kesehatan keuangan yang lebih baik. Dengan menerapkan metode penilaian biaya inventory yang sesuai dan strategi pengurangan biaya, perusahaan dapat meningkatkan pengelolaan sumber dayanya dan mengoptimalkan keuntungan.
Teknologi warehouse management modern tidak hanya membantu pengelolaan biaya inventory yang lebih efektif, tetapi juga memungkinkan integrasi dan otomatisasi proses bisnis. Biaya biaya inventory yang dikelola dengan baik mencerminkan kualitas manajemen yang strategis. Oleh karena itu, gudang sebaiknya terapkan praktik biaya biaya inventory ini untuk membantu perusahaan sehingga bisa beroperasi dalam jangka panjang dan sukses.